Jumat, 13 Juli 2018

ICE CRIME (Chapter 7)

7. PROBLEMS
-------------------------------------------------------------

Siang ini kampusku ramai sekali. Panas terik matahari yang menyengat kulit tidak menyurutkan semangat kami berjualan untuk menggalang dana lomba mading. Bazar yang ramai membuat semangat kami makin membara. Diantara kami semua kak Sandra yang paling sibuk kesana-kemari ikut membantu dan mengontrol keadaan. Meskipun begitu dia tetap pantang lelah sebelum semua selesai.

Tugasku, kak Rina, dan kak Aisyah yang cukup merepotkan. Menghitung uang hasil penjualan hari ini. Tugas yang sedikit riskan karena jika salah hitung sedikit hasilnya fatal. Rata-rata mahasiswa yang mampir ke bazar kami lebih condong ke tempat makanan daripada baju. Mungkin karena lapar.
"Guys!! Kita istirahat dulu setengah jam!! Kalau ada yang mau ke kantin monggo aja tapi sebagian juga ada yang jaga disini oke!!", teriak kak Sandra menginstruksikan kami untuk istirhat dan langsung dibalas teriakan mengiyakan.
Sebagian ada tetap tinggal di bazar, dan ada yang pergi ke kantin termasuk aku. Teman-temanku sudah menungguku ditempat dekat penjual bakso.
"Lama nungguin ya?", sapaku sambil duduk disamping Fany.
"Banget Zha", jawab Tasya.
"Rame banget ya disana tadi", sambung Fany dan ku jawab dengan anggukan.
"Oh iya, Zha. Kamu udah dipesenin makan sama minum tadi", kata Daffa.
"Oke oke, makasi ya", balasku. Kami ngobrol cukup lama di kantin, mulai dari ngobrolin masalah lomba mading besok sampai UTS. Sambil makan, nongkrong, dan bercanda bareng.

Ku manfaatkan waktu istirahatku semaksimal mungkin, sebelum nantinya aku harus kembali bergulat dengan bazar yang melelahkan. Yang membuatku heran adalah seharian ini aku belum melihat kak Yan. Tumben dia nggak kelihatan di kampus padahal sebelumnya aku sering ketemu sama dia.
"Zha, kak Bryant kemana ya?", tanya Fany berbisik padaku.
"Nggak tau, belum ketemu dia aku hari ini", bisikku balik.
"Hayoo nih bisik-bisik tetangga, ngomongin apaan?", cletuk Angeka tiba-tiba.
"Ngomongin kak Bryant ya dek hahaha", sahut Dany pada Fany.
"Apaan sih, kepo deh", balas Fany salting yang membuat kami tertawa. Tiba-tiba ada seseorang berbadan tinggi duduk diantaraku dan Fany yang lantas membuatku dan teman-temanku terkejut. Orang itu langsung meraih sendok dimangkuk baksoku dan memakan sebuah bakso. Kak Yan, kakakku.
"Nyomot dikit dek, laper habis praktikum", katanya sambil menguyah bakso. "Hai semua maaf ganggu ya, hai Fany", sapanya setelah itu sambil memandangi Fany yang terdiam melihatnya.
"Kebiasan nggak sopan!!", gerutuku.
"Iya kak santai aja", jawab Dodo. "Mau makan sekalian kak?"
"Nggak usah, aku barengan sama adekku aja hahaha", tukasnya. "Kok bengong, Fan?", tanyanya pada Fany dan membuat wajah Fany memerah. "Hai halo", lanjutnya lagi.
"Eeengg... anuu.. ehh halo kak", jawab Fany grogi.
"Fan, kenapa sih?", bisik Angela sambil meyenggol Fany. Fany langsung tertunduk tersipu malu sendiri.
"Kamu tegang banget sih, santai aja aku nggak galak kok", kata kakakku yang ikut menunduk mencari wajah Fany.
Dany hanya mehanan geli melihat tingkah kembarannya dan kakakku itu yang cukup lucu. Nggak biasanya juga kak Yan bertingkah kayak gini sama cewek. Bertolak belakang banget sama sifatnya yang galak.
"Ya udah kalo nggak dijawab, aku lanjut gangguin adekku lagi aja", sergah kakakku. "Temenmu kenapa sih dek?", bisiknya padaku.
"Malu tau, kak Yan sih godain dia mulu", balasku berbisik. "Tanggung jawab noh sama anak orang"
"Nanti lah, suapin sini. Capek kakak", paksa kakakku. Mau tidak mau aku terpaksa menyuapinya didepan teman-temanku. Malu.

Ku lihat jam ditanganku. Sudah hampir 30 menit. Aku langsung bilang ke teman-temanku untuk langsung kembali ke bazar lagi.
"Aku duluan ya gengs", pamitku langsung berdiri.
"Kakak anter ya, sekalian beli makan lagi sama lanjut praktikum", sahut kakakku.
"Oke tiati Zha", balas Tasya dilanjutkan dengan teman-temanku mengacungkan jempol kecuali Fany yang masih tertunduk.
"Fany ikut sekalian gak?", tawar kakakku pada Fany dan berniat memegang tangannya. Belum sampai meraih tangannya, Fany sudah menggelengkan kepalanya tanda tidak mau ikut. Aku dan kakakku berjalan bersama ke bazar jurnalistik.
"Kak Yan ngapain sih godain Fany tadi?", tanyaku setengah jengkel.
"Dia suka sama aku kan?", tanya kakakku balik.
"Eeh?! maksudnya??!"
"Nggak usah sok kaget, jawab aja iya apa enggak"
"Kak Yan tau dari mana?"
"Dari Aura. Aura kemaren bilang ke aku kalo ada anak teknik sipil angkatanmu yang naksir sama aku. Gosipnya udah nyebar ke semua anak teknik, jadinya aku rada gimana", jelas kakakku dan hanya membuatku terdiam. "Makannya aku kemaren aku jadi nggak nyaman dikit, ya udah akhirnya tadi aku nyoba nyari tau eh bener ternyata", lanjutnya.
"Jadi tadi kak Yan cuma nge test dia doang?"
"Yap. Kebukti kan dari sikapnya tadi hahaha", jawab kakakku geli.
Dari obrolan ini, secara tidak langsung aku tau penyebab kenapa kak Yan kemarin badmood banget. Karena gosip.

**

Matahari semakin terik. Semakin panas, tapi bazar masih ramai. Ditambah anak basket.habis latihan bareng jadi banyak yang beli makanan ditempat kami karena lokasinya dekat dengan lapangan olah raga. Kewalahan.

Mejelang jam 2 siang sudah tidak terlalu ramai lagi. Sedikit bisa bersantai. Sementara aku menghitung uang hasil penjualan baju, kak Rina dan kak Aisyah menghitung uang pejualan makanan. Lumayan. Itulah hasil total uang penjualan baju pantas pakai hari ini. Kak Sandra terlihat cukup senang dengan kerja kami hari. Saking senangnya dia sampai berniat menraktir kami anak-anak jurnalistik makan bareng kalau lomba mading besok sukses dan sesuai rencana.
"Woy woy ayo buruan ke lapangan fakultas ilmu budaya!!", teriak salah seorang mahasiswa yang sangat heboh sehingga memancing kehebohan anak-anak yang sedang berada disekitarnya. Penasaran, aku pun langsung ke tempat yang dia ucapkan tadi bersama kak Rina dan beberapa anak jurnalistik termasuk kak Sandra.

Aku terkejut bukan kepalang saat sampai di lapangan. Bukan karena banyaknya kerumunan mahasiswa yang ada tapi dengan apa yang terjadi di lapangan itu. Seorang mahasiswa yang sedang dibully habis-habisan ditengah lapangan. Dicaci maki habis-habisan, bajunya robek, dan dahinya berdarah. Syok. Diantara orang- orang yang membully itu, hanya ada seorang yang ku kenal. Kak Roby. Ya dia, orang pernah membully Daffa juga.
Cewek-cewek yang dilapangan hanya bisa teriak histeris melihat kejadian itu, sebagian yang cowok justru menyoraki dan semakin memperkeruh suasana. Sejenak secercah keberanian muncul dari dalam diriku untuk menolong anak yang dibully itu. Bukan ingin bersikap sok pahlawan, tapi aku ingin sampai ada hal yang tidak diinginkan terjadi dan sampai dosen tahu tentang ini. Akhirnya ku nekadkan diriku berlari kencang ke arah anak itu untuk menolongnya tak peduli dengan apa yang terjadi padaku nanti.
"Kak Roby stop!!", teriakku sesaat setelah sampai didepan anak itu berusaha menghalangi kak Roby yang hendak memukul dia.
"Heh!! Ngapain kamu adeknya Bryant kesini?! Mau jadi pahlawan kesiangan?!", bentak kak Roby padaku sambil meraih bajuku. "Minggir dari sini atau kamu yang bakal kena batunya!!", ancamnya.
"Kak, kasihan dia. Nggak liat apa dia udah sampe kayak gitu"
"Heh!! Kamu itu nggak tau apa-apa! Diem aja mending!!
"Oke emang kalo boleh tau apa masalahnya. Kalo emang dia salah apa harus dia diginiin?! Nggak kan kak"
"Nglunjak ya nih anak satu!! Kena pukul baru tau rasa nih kayaknya", ucapnya sambil mengepalkan jari tangan kanannya.
"Pukul aja! Tapi lepasin anak itu, kasian dia udah berdarah kayak gitu", tantangku dan membuat kak Roby semakin panas sampai gelap mata siap memukulku. Aku sudah siap jikalau dia akan menghajarku hari ini. Belum sampai tangannya mendarat diwajahku, ternyata pukulan kak Roby lebih dulu mendarat diwajah seseorang yang tak lain adalah kakakku sendiri. Terkejut, deg-degan, dan tegang. Terkejut karena tahu dia tiba-tiba ada didepanku, deg-degan dan tegang karena pukulan tadi cukup keras sampai bunyinya terdengar jelas. Mataku hanya terbelalak kaget.
"Lemah amat pukulanmu, Rob. Nggak ada rasanya nih", cletuk kakakku santai meledek kak Roby.
"Kak..", kataku belum selesai dan dipotong dengan kakakku.
"Bawa tuh anak, kasihan. Nih kucrit satu biar kakak yang handle", potong kakakku.
Tanpa pikir panjang, ku bawa anak ini pergi menjauh ke UKS kampus terdekat meninggalkan kakakku dan kak Roby cs di lapangan.

Sesampainya di kamar UKS, aku langsung mendudukannya dikursi. Ku ambil beberapa obat dan perban untuk mengobati luka didahinya. Anak itu hanya diam seribu kata. Selesai mengobati luka anak itu, aku berniat berkenalan dan mengajaknya ke bazar jurnalistik untuk memberikan baju untuk dia pakai karena bajunya robek. Tapi anak itu hanya diam dan langsung keluar dari UKS tanpa mengucap sepatah kata pun. Aku kembali lagi ke bazar, tapi belum sampai disana aku sudah melihat teman-temanku dan kakakku disana sedang ngobrol.
"Kamu aman dek?", teriak kakakku.
"Iya aman kok, tapi kak Yan tau aku disitu dari mana?", tanyaku.
"Angela tuh yang ngasih tau tadi waktu aku mau ke kelas, terus tau gitu ya kakak langsung nemuin kamu", jelas kakakku. Ku pandang Angela dengan tatapan sedikit jengkel dan dia mengucapkan maaf tanpa suara.
"Kak Yan nggak pa pa?", tanyanku memastikan kondisi kakakku yang habis berantem itu. Tidak ada luka diwajahnya, bahkan pipi kanannya yang sempat kena pukul hanya memerah tidak sampai lebam. Kakakku hanya membalas dengan anggukan.
"Ya udah aku pergi ke kelas lagi, kalo Roby sama gerombolannya berulah lagi ke kalian langsung bilang aku", ucapnya dan langsung pergi.
 Ku dudukan diriku dikursi yang ditempati kakakku tadi dan bersandar di pohon. Dipikirkanku hanya ada tentang anak yang dibully tadi. Rasa penasaran terus menghantuiku. Sebelum kejadian tadi juga aku baru pertama kali melihat anak itu.
"Woy Zha!!", pekik Dany mengagetkanku. "Bengong aja perasaan, kenapa?"
"Aaahh.. ehh.. iya Dan. Kenapa?", tanyaku balik sedikit terkejut.
"Kan gagal fokus kan", cletuk Dodo.
"Eeh.. ini sih aku kepikiran sama anak yang aku tolongin tadi. Waktu di UKS aku tanyain namanya dia diem aja terus langsung kabur", jawabku. "Btw kalian pernah ngeliat dia nggak sih?"
"Nggak pernah sih, paling dia anak baru", balas Fany dilanjutkan dengan gelengan dari temanku yang lain.

****

Pesan broadcast ini sungguh membuat selera makanku hilang. Isi pesan yang intinya mengenai kejadian tadi siang. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke hpku lagi. Ku baca pesan itu. "Besok malem temuin aku di gedung fakultas ekonom, jurusan manajemen jam 7 tepat. Jangan bawa orang. -ROBY- ", kata pesan itu. "Mati aku", kataku dalam hati sambil menepuk jidat.
"Kenapa sih dek?", tanya kakakku.
"Nggak pa pa kak hehehe", jawabku menyembunyikan takut. Habis sudah, berat kalau sudah punya urusan apalagi masalah sama kak Roby. Ku pandangi pesan itu dengan pandangan kosong. Seketika aku membayangkan akan jadi apa aku besok malam.

**

Pulang siaran radio, aku langsung tancap gas motorku ke kampus. Berusaha berpikir positif dan tetap tenang. Aku sempat cerita ke Dany soal masalahku dengan kak Roby, dan dia berniat menemaniku malam ini tapi tidak aku izinkan karena takut terjadi hal yang diluar dugaan.

Sepi. Itulah suasana di kampusku malam ini. Tidak ada mahasiswa yang berkegiatan saat minggu malam karena memang libur. Berjalan dalam kesunyian. Hanya ada suara langkah kakiku yang terdengar. Aku menuju tempat yang sudah kak Roby inginkan kemarin. Gedung fakultas ekonomi yang lumayan gelap dan sangat sepi. Dikelilingi kesunyian dan kesepian yang diterangi secercah cahaya lampu dan cahaya bulan. Sampailah aku di kelas manajemen. Tak ada seorang pun disini. Tanpa disangka seorang berbadan tinggi besar muncul dari lorong. Aku sudah bersiap diri kalau-kalau harus berkelahi disini. Ternyata itu kak Roby yang muncul sendirian.
"Punya nyali juga nih anak satu, sama kayak kakaknya", ucapnya mendorongku ke tembok dengan keras. "Makannya jadi bocah jangan sok pahlawan! Masih junior aja udah belagu!"
"To the point aja kak, kak Roby maunya apa", balasku tegas.
"Masih nanya?!", katanya lagi dan mendorong badanku sampai jatuh. "Sini berdiri!!", ditariklah badanku lagi dan didorong ditembok lagi. "Untuk aja Bryant kakakmu, coba kalo nggak. Habis kamu disini! Aku ingetin ya! Lain kali kalo kamu macem-macem lagi sama aku, aku nggak segan-segan ngehajar kamu habis-habisan!!", ancamnya lalu melepaskanku dan pergi.

Di satu sisi aku merasa lega karena tidak ada baku hantam. Tapi disisi lain ancamannya tadi bukan main-main. Melihat keadaan yang bagus, aku buru-buru lari kembali ke parkiran motorku dan pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang aku masih merasa tegang dan ancaman dari kak Roby masih terngiang-ngiang dikepalaku. Bukannya merasa takut, tapi rasanya tidak enak saja kalau masih junior tapi sudah punya urusan sama kakak tingkat. Sebisa mungkin aku harus menutupi hal ini supaya kakakku tidak tahu, karena kalau sampai dia tahu nasibku yang tidak aman.
Sampai dirumah aku melihat ada motor yang terparkir didepan rumahku. Ku amati motor itu dan ternyata itu motor Dany. Mengetahui hal ini, aku segera masuk ke rumah, takut kalau Dany cerita ke kakakku soal masalahku dengan kak Roby.
"Dan?", sapaku pada Dany yang sedang duduk diruang tamuku dengan Dodo, dan Daffa.
"Zha, kamu aman kan?", tanya Daffa.
"Iya iya, aku nggak pa pa kok. Kalian ngapain kesini?", tanyaku balik khawatir. "Dan, kamu nggak bilang ke kak Yan kan?"
"Enggak kok santai aja, lagian kak Bryant gak dirumah daritadi", jawab Dany memenangkanku. Setekita aku langsung merasa lega sekali.
"Gimana tadi kamu?", tanya Dodo.
"Nggak gimana-gimana, besok aja aku ceritain ya", balasku singkat karena tidak mau membahas kejadian yang tadi aku alami.


**

Beruntung hari senin ini kampus libur karena semua dosennya sedang ada pertemuan. Sore ini aku menemani kakakku pergi ke sebuah café untuk bertemu dengan teman-temannya. Ramai. Aku merasa seperti masuk ke kendang macan. Tidak ada yang aku kenal disini sama sekali kecuali kak Al, dan kak Aura. Aku tidak terlalu suka berada ditempat seperti ini ditambah ada terlalu banyak asap vape disini. Aku memilih duduk sendiri agak jauh dari keramaian karena tidak mau sesak nafasku kambuh disini.

Dari kejauhan aku melihat seseorang yang tak asing bagiku. Kak Roby. Ternyata dia juga ikut disini. Dengan sorot mata yang tajam dia langsung menatapku setelah tahu aku ikut disini. Tak mau cari masalah, aku mencari tempat yang lebih aman lagi. Jauh dari orang itu, sendirian. Aku duduk salah satu tempat yang dekat dengan pintu keluar. Hanya berjaga-jaga. Nasib baik aku membawa laptop, jadi aku nggak terlalu bosen nungguin kakakku yang lagi party.

*1 jam*
"Loh Zha? Kamu ikut kesini juga", ucap kak Al menghampiriku.
"Hehehe iya kak, kak Yan yang maksa tadi", jawabku malu. "Oh ya, kak Yan mana kak?"
"Noh Bryant lagi disana tuh", tunjuknya. "Liat kan", katanya. Aku sempat melonggo saat melihat kakakku nge-vape.
"Sejak kapan dia nge-vape", tanyaku heran.
"Nggak tau, katanya baru-baru ini. Baru liat ya? Sama aku juga hahaha", balas kak Al santai. "Ya udah Zha, aku pulang dulu ya bye", pamitnya.
"Oke kak bye, ati-ati", kataku balik.
Agak heran melihat kakakku melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan. Aneh rasanya. Karena sudah sangat capek, aku sampai ketiduran sampai pada akhirnya suara gebrakan meja membangunkanku.
"Udah mimpi sampe mana?", ucap kakakku.
"Brisik!", gerutuku lalu memukulnya. "Udah belum sih?! Suntuk disini tuh!!"
"Hahaha, ntar lagi pulangnya. Nih aku bawain makan sama minum kalik aja kamu laper", katanya menyodorkan makanan.
"Hm, makasi", ucapku singkat. "Puas tadi disana minum bir sama nge-vape?"
"Puas banget ikh, ngapa? Mau? Nih vape"
"Gila! Mau sesak nafasku kambuh disini?! Ketauan ayah baru tau!", kataku jengkel.
"Eeeittss damai dek, diem aja ya ini rahasia kita"
"Males banget damai. Jaminan dulu baru mau damai", tawarku.
"Gini deh, aku beliin apa aja yang kamu minta tapi jangan mahal-mahal"
"Ogah!", tolakku. "Kalo nggak niat damai ya udah, siap-siap aja kalo ntar ada yang bocor ke ayah", ancamku.
"Haiissh", katanya sambil menjitak kepalaku. "Ya udah terserah kamu deh maunya apa", katanya pasrah.
"Nah gitu dong baru kakak yang terbaek", tukasku senang dan puas setelah perjanjianku dan kakakku selesai.

Sedang asyik ngobrol dengan kakakku, tiba-tiba kak Roby datang menghampiri kami. Kakakku langsung berdiri didepanku dan sudah bersiap-siap kalau ingin berkelahi. Tapi rasanya nggak mungkin kalau mereka berkelahi disini karena ini ditempat umum. Ditambah kakakku bukan tipe orang yang suka mencari keributan.
"Ngapain kesini?!", tanya kakakku ketus.
"Santai Yan kalem, aku nggak mau balas dendam disini. Lagian ngapain sih jadi bodyguard anak kecil disini", ledek kak Roby.
"Terus ngapa?! Mau cari masalah disini?! Belum puas kemarin aku habisin di kampus?!"
"Tunggu aja pembalasan dariku Yan", ucapnya sambil menunjuk kakakku lalu menatapku sangat tajam dan dia pergi keluar dari café.
"Kok dia ngeliatin kamu gitu banget dek?", tanya kakakku sesaat setelah dia keluar dari café.
"Engg.. Nggak tau", jawabku bingung dan takut.
"Jujur bilang aja! Aku tau dia kalo kayak gitu berarti ada sesuatu! Jangan ini ada hubungannya sama kejadian kemarin sabtu malem kamu tiba-tiba jadi aneh?!", desak kakakku.
Aku hanya bisa mematung, diam seribu kata.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ICE CRIME (Chapter 11)

11. SECOND : JATUH DARI ATAS KENYATAAN -------------------------------------------------------------- Pagi ini kegiatan fun learning ...