7. PROBLEMS
-------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------
Siang ini kampusku ramai
sekali. Panas terik matahari yang menyengat kulit tidak menyurutkan
semangat kami berjualan untuk menggalang dana lomba mading. Bazar yang
ramai membuat semangat kami makin membara. Diantara kami semua kak
Sandra yang paling sibuk kesana-kemari ikut membantu dan mengontrol
keadaan. Meskipun begitu dia tetap pantang lelah sebelum semua selesai.
Tugasku, kak Rina, dan
kak Aisyah yang cukup merepotkan. Menghitung uang hasil penjualan hari
ini. Tugas yang sedikit riskan karena jika salah hitung sedikit hasilnya
fatal. Rata-rata mahasiswa yang mampir ke bazar kami lebih condong ke
tempat makanan daripada baju. Mungkin karena lapar.
"Guys!! Kita istirahat
dulu setengah jam!! Kalau ada yang mau ke kantin monggo aja tapi
sebagian juga ada yang jaga disini oke!!", teriak kak Sandra
menginstruksikan kami untuk istirhat dan langsung dibalas teriakan
mengiyakan.
Sebagian ada tetap
tinggal di bazar, dan ada yang pergi ke kantin termasuk aku.
Teman-temanku sudah menungguku ditempat dekat penjual bakso.
"Lama nungguin ya?", sapaku sambil duduk disamping Fany.
"Banget Zha", jawab Tasya.
"Rame banget ya disana tadi", sambung Fany dan ku jawab dengan anggukan.
"Oh iya, Zha. Kamu udah dipesenin makan sama minum tadi", kata Daffa.
"Oke oke, makasi ya",
balasku. Kami ngobrol cukup lama di kantin, mulai dari ngobrolin masalah
lomba mading besok sampai UTS. Sambil makan, nongkrong, dan bercanda
bareng.
Ku manfaatkan waktu
istirahatku semaksimal mungkin, sebelum nantinya aku harus kembali
bergulat dengan bazar yang melelahkan. Yang membuatku heran adalah
seharian ini aku belum melihat kak Yan. Tumben dia nggak kelihatan di
kampus padahal sebelumnya aku sering ketemu sama dia.
"Zha, kak Bryant kemana ya?", tanya Fany berbisik padaku.
"Nggak tau, belum ketemu dia aku hari ini", bisikku balik.
"Hayoo nih bisik-bisik tetangga, ngomongin apaan?", cletuk Angeka tiba-tiba.
"Ngomongin kak Bryant ya dek hahaha", sahut Dany pada Fany.
"Apaan sih, kepo deh",
balas Fany salting yang membuat kami tertawa. Tiba-tiba ada seseorang
berbadan tinggi duduk diantaraku dan Fany yang lantas membuatku dan
teman-temanku terkejut. Orang itu langsung meraih sendok dimangkuk
baksoku dan memakan sebuah bakso. Kak Yan, kakakku.
"Nyomot dikit dek, laper
habis praktikum", katanya sambil menguyah bakso. "Hai semua maaf ganggu
ya, hai Fany", sapanya setelah itu sambil memandangi Fany yang terdiam
melihatnya.
"Kebiasan nggak sopan!!", gerutuku.
"Iya kak santai aja", jawab Dodo. "Mau makan sekalian kak?"
"Nggak usah, aku
barengan sama adekku aja hahaha", tukasnya. "Kok bengong, Fan?",
tanyanya pada Fany dan membuat wajah Fany memerah. "Hai halo", lanjutnya
lagi.
"Eeengg... anuu.. ehh halo kak", jawab Fany grogi.
"Fan, kenapa sih?", bisik Angela sambil meyenggol Fany. Fany langsung tertunduk tersipu malu sendiri.
"Kamu tegang banget sih, santai aja aku nggak galak kok", kata kakakku yang ikut menunduk mencari wajah Fany.
Dany hanya mehanan geli
melihat tingkah kembarannya dan kakakku itu yang cukup lucu. Nggak
biasanya juga kak Yan bertingkah kayak gini sama cewek. Bertolak
belakang banget sama sifatnya yang galak.
"Ya udah kalo nggak dijawab, aku lanjut gangguin adekku lagi aja", sergah kakakku. "Temenmu kenapa sih dek?", bisiknya padaku.
"Malu tau, kak Yan sih godain dia mulu", balasku berbisik. "Tanggung jawab noh sama anak orang"
"Nanti lah, suapin sini. Capek kakak", paksa kakakku. Mau tidak mau aku terpaksa menyuapinya didepan teman-temanku. Malu.
Ku lihat jam ditanganku. Sudah hampir 30 menit. Aku langsung bilang ke teman-temanku untuk langsung kembali ke bazar lagi.
"Aku duluan ya gengs", pamitku langsung berdiri.
"Kakak anter ya, sekalian beli makan lagi sama lanjut praktikum", sahut kakakku.
"Oke tiati Zha", balas Tasya dilanjutkan dengan teman-temanku mengacungkan jempol kecuali Fany yang masih tertunduk.
"Fany ikut sekalian
gak?", tawar kakakku pada Fany dan berniat memegang tangannya. Belum
sampai meraih tangannya, Fany sudah menggelengkan kepalanya tanda tidak
mau ikut. Aku dan kakakku berjalan bersama ke bazar jurnalistik.
"Kak Yan ngapain sih godain Fany tadi?", tanyaku setengah jengkel.
"Dia suka sama aku kan?", tanya kakakku balik.
"Eeh?! maksudnya??!"
"Nggak usah sok kaget, jawab aja iya apa enggak"
"Kak Yan tau dari mana?"
"Dari Aura. Aura kemaren
bilang ke aku kalo ada anak teknik sipil angkatanmu yang naksir sama
aku. Gosipnya udah nyebar ke semua anak teknik, jadinya aku rada
gimana", jelas kakakku dan hanya membuatku terdiam. "Makannya aku
kemaren aku jadi nggak nyaman dikit, ya udah akhirnya tadi aku nyoba
nyari tau eh bener ternyata", lanjutnya.
"Jadi tadi kak Yan cuma nge test dia doang?"
"Yap. Kebukti kan dari sikapnya tadi hahaha", jawab kakakku geli.
Dari obrolan ini, secara tidak langsung aku tau penyebab kenapa kak Yan kemarin badmood banget. Karena gosip.
**
Matahari semakin terik.
Semakin panas, tapi bazar masih ramai. Ditambah anak basket.habis
latihan bareng jadi banyak yang beli makanan ditempat kami karena
lokasinya dekat dengan lapangan olah raga. Kewalahan.
Mejelang jam 2 siang
sudah tidak terlalu ramai lagi. Sedikit bisa bersantai. Sementara aku
menghitung uang hasil penjualan baju, kak Rina dan kak Aisyah menghitung
uang pejualan makanan. Lumayan. Itulah hasil total uang penjualan baju
pantas pakai hari ini. Kak Sandra terlihat cukup senang dengan kerja
kami hari. Saking senangnya dia sampai berniat menraktir kami anak-anak
jurnalistik makan bareng kalau lomba mading besok sukses dan sesuai
rencana.
"Woy woy ayo buruan ke
lapangan fakultas ilmu budaya!!", teriak salah seorang mahasiswa yang
sangat heboh sehingga memancing kehebohan anak-anak yang sedang berada
disekitarnya. Penasaran, aku pun langsung ke tempat yang dia ucapkan
tadi bersama kak Rina dan beberapa anak jurnalistik termasuk kak Sandra.
Aku terkejut bukan
kepalang saat sampai di lapangan. Bukan karena banyaknya kerumunan
mahasiswa yang ada tapi dengan apa yang terjadi di lapangan itu. Seorang
mahasiswa yang sedang dibully habis-habisan ditengah lapangan. Dicaci
maki habis-habisan, bajunya robek, dan dahinya berdarah. Syok. Diantara
orang- orang yang membully itu, hanya ada seorang yang ku kenal. Kak
Roby. Ya dia, orang pernah membully Daffa juga.
Cewek-cewek yang
dilapangan hanya bisa teriak histeris melihat kejadian itu, sebagian
yang cowok justru menyoraki dan semakin memperkeruh suasana. Sejenak
secercah keberanian muncul dari dalam diriku untuk menolong anak yang
dibully itu. Bukan ingin bersikap sok pahlawan, tapi aku ingin sampai
ada hal yang tidak diinginkan terjadi dan sampai dosen tahu tentang ini.
Akhirnya ku nekadkan diriku berlari kencang ke arah anak itu untuk
menolongnya tak peduli dengan apa yang terjadi padaku nanti.
"Kak Roby stop!!", teriakku sesaat setelah sampai didepan anak itu berusaha menghalangi kak Roby yang hendak memukul dia.
"Heh!! Ngapain kamu
adeknya Bryant kesini?! Mau jadi pahlawan kesiangan?!", bentak kak Roby
padaku sambil meraih bajuku. "Minggir dari sini atau kamu yang bakal
kena batunya!!", ancamnya.
"Kak, kasihan dia. Nggak liat apa dia udah sampe kayak gitu"
"Heh!! Kamu itu nggak tau apa-apa! Diem aja mending!!
"Oke emang kalo boleh tau apa masalahnya. Kalo emang dia salah apa harus dia diginiin?! Nggak kan kak"
"Nglunjak ya nih anak satu!! Kena pukul baru tau rasa nih kayaknya", ucapnya sambil mengepalkan jari tangan kanannya.
"Pukul aja! Tapi lepasin
anak itu, kasian dia udah berdarah kayak gitu", tantangku dan membuat
kak Roby semakin panas sampai gelap mata siap memukulku. Aku sudah siap
jikalau dia akan menghajarku hari ini. Belum sampai tangannya mendarat
diwajahku, ternyata pukulan kak Roby lebih dulu mendarat diwajah
seseorang yang tak lain adalah kakakku sendiri. Terkejut, deg-degan, dan
tegang. Terkejut karena tahu dia tiba-tiba ada didepanku, deg-degan dan
tegang karena pukulan tadi cukup keras sampai bunyinya terdengar jelas.
Mataku hanya terbelalak kaget.
"Lemah amat pukulanmu, Rob. Nggak ada rasanya nih", cletuk kakakku santai meledek kak Roby.
"Kak..", kataku belum selesai dan dipotong dengan kakakku.
"Bawa tuh anak, kasihan. Nih kucrit satu biar kakak yang handle", potong kakakku.
Tanpa pikir panjang, ku bawa anak ini pergi menjauh ke UKS kampus terdekat meninggalkan kakakku dan kak Roby cs di lapangan.
Sesampainya di kamar
UKS, aku langsung mendudukannya dikursi. Ku ambil beberapa obat dan
perban untuk mengobati luka didahinya. Anak itu hanya diam seribu kata.
Selesai mengobati luka anak itu, aku berniat berkenalan dan mengajaknya
ke bazar jurnalistik untuk memberikan baju untuk dia pakai karena
bajunya robek. Tapi anak itu hanya diam dan langsung keluar dari UKS
tanpa mengucap sepatah kata pun. Aku kembali lagi ke bazar, tapi belum
sampai disana aku sudah melihat teman-temanku dan kakakku disana sedang
ngobrol.
"Kamu aman dek?", teriak kakakku.
"Iya aman kok, tapi kak Yan tau aku disitu dari mana?", tanyaku.
"Angela tuh yang ngasih
tau tadi waktu aku mau ke kelas, terus tau gitu ya kakak langsung nemuin
kamu", jelas kakakku. Ku pandang Angela dengan tatapan sedikit jengkel
dan dia mengucapkan maaf tanpa suara.
"Kak Yan nggak pa pa?",
tanyanku memastikan kondisi kakakku yang habis berantem itu. Tidak ada
luka diwajahnya, bahkan pipi kanannya yang sempat kena pukul hanya
memerah tidak sampai lebam. Kakakku hanya membalas dengan anggukan.
"Ya udah aku pergi ke
kelas lagi, kalo Roby sama gerombolannya berulah lagi ke kalian langsung
bilang aku", ucapnya dan langsung pergi.
Ku dudukan diriku
dikursi yang ditempati kakakku tadi dan bersandar di pohon. Dipikirkanku
hanya ada tentang anak yang dibully tadi. Rasa penasaran terus
menghantuiku. Sebelum kejadian tadi juga aku baru pertama kali melihat
anak itu.
"Woy Zha!!", pekik Dany mengagetkanku. "Bengong aja perasaan, kenapa?"
"Aaahh.. ehh.. iya Dan. Kenapa?", tanyaku balik sedikit terkejut.
"Kan gagal fokus kan", cletuk Dodo.
"Eeh.. ini sih aku
kepikiran sama anak yang aku tolongin tadi. Waktu di UKS aku tanyain
namanya dia diem aja terus langsung kabur", jawabku. "Btw kalian pernah
ngeliat dia nggak sih?"
"Nggak pernah sih, paling dia anak baru", balas Fany dilanjutkan dengan gelengan dari temanku yang lain.
****
Pesan broadcast
ini sungguh membuat selera makanku hilang. Isi pesan yang intinya
mengenai kejadian tadi siang. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke hpku lagi.
Ku baca pesan itu. "Besok malem temuin aku di gedung fakultas ekonom,
jurusan manajemen jam 7 tepat. Jangan bawa orang. -ROBY- ", kata pesan
itu. "Mati aku", kataku dalam hati sambil menepuk jidat.
"Kenapa sih dek?", tanya kakakku.
"Nggak pa pa kak
hehehe", jawabku menyembunyikan takut. Habis sudah, berat kalau sudah
punya urusan apalagi masalah sama kak Roby. Ku pandangi pesan itu dengan
pandangan kosong. Seketika aku membayangkan akan jadi apa aku besok
malam.
**
Pulang siaran radio, aku
langsung tancap gas motorku ke kampus. Berusaha berpikir positif dan
tetap tenang. Aku sempat cerita ke Dany soal masalahku dengan kak Roby,
dan dia berniat menemaniku malam ini tapi tidak aku izinkan karena takut
terjadi hal yang diluar dugaan.
Sepi. Itulah suasana di
kampusku malam ini. Tidak ada mahasiswa yang berkegiatan saat minggu
malam karena memang libur. Berjalan dalam kesunyian. Hanya ada suara
langkah kakiku yang terdengar. Aku menuju tempat yang sudah kak Roby
inginkan kemarin. Gedung fakultas ekonomi yang lumayan gelap dan sangat
sepi. Dikelilingi kesunyian dan kesepian yang diterangi secercah cahaya
lampu dan cahaya bulan. Sampailah aku di kelas manajemen. Tak ada
seorang pun disini. Tanpa disangka seorang berbadan tinggi besar muncul
dari lorong. Aku sudah bersiap diri kalau-kalau harus berkelahi disini.
Ternyata itu kak Roby yang muncul sendirian.
"Punya nyali juga nih
anak satu, sama kayak kakaknya", ucapnya mendorongku ke tembok dengan
keras. "Makannya jadi bocah jangan sok pahlawan! Masih junior aja udah
belagu!"
"To the point aja kak, kak Roby maunya apa", balasku tegas.
"Masih nanya?!", katanya
lagi dan mendorong badanku sampai jatuh. "Sini berdiri!!", ditariklah
badanku lagi dan didorong ditembok lagi. "Untuk aja Bryant kakakmu, coba
kalo nggak. Habis kamu disini! Aku ingetin ya! Lain kali kalo kamu
macem-macem lagi sama aku, aku nggak segan-segan ngehajar kamu
habis-habisan!!", ancamnya lalu melepaskanku dan pergi.
Di satu sisi aku merasa
lega karena tidak ada baku hantam. Tapi disisi lain ancamannya tadi
bukan main-main. Melihat keadaan yang bagus, aku buru-buru lari kembali
ke parkiran motorku dan pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang aku
masih merasa tegang dan ancaman dari kak Roby masih terngiang-ngiang
dikepalaku. Bukannya merasa takut, tapi rasanya tidak enak saja kalau
masih junior tapi sudah punya urusan sama kakak tingkat. Sebisa mungkin
aku harus menutupi hal ini supaya kakakku tidak tahu, karena kalau
sampai dia tahu nasibku yang tidak aman.
Sampai dirumah aku
melihat ada motor yang terparkir didepan rumahku. Ku amati motor itu dan
ternyata itu motor Dany. Mengetahui hal ini, aku segera masuk ke rumah,
takut kalau Dany cerita ke kakakku soal masalahku dengan kak Roby.
"Dan?", sapaku pada Dany yang sedang duduk diruang tamuku dengan Dodo, dan Daffa.
"Zha, kamu aman kan?", tanya Daffa.
"Iya iya, aku nggak pa pa kok. Kalian ngapain kesini?", tanyaku balik khawatir. "Dan, kamu nggak bilang ke kak Yan kan?"
"Enggak kok santai aja,
lagian kak Bryant gak dirumah daritadi", jawab Dany memenangkanku.
Setekita aku langsung merasa lega sekali.
"Gimana tadi kamu?", tanya Dodo.
"Nggak gimana-gimana, besok aja aku ceritain ya", balasku singkat karena tidak mau membahas kejadian yang tadi aku alami.
**
Beruntung hari senin ini
kampus libur karena semua dosennya sedang ada pertemuan. Sore ini aku
menemani kakakku pergi ke sebuah café untuk bertemu dengan
teman-temannya. Ramai. Aku merasa seperti masuk ke kendang macan. Tidak
ada yang aku kenal disini sama sekali kecuali kak Al, dan kak Aura. Aku
tidak terlalu suka berada ditempat seperti ini ditambah ada terlalu
banyak asap vape disini. Aku memilih duduk sendiri agak jauh dari keramaian karena tidak mau sesak nafasku kambuh disini.
Dari kejauhan aku
melihat seseorang yang tak asing bagiku. Kak Roby. Ternyata dia juga
ikut disini. Dengan sorot mata yang tajam dia langsung menatapku setelah
tahu aku ikut disini. Tak mau cari masalah, aku mencari tempat yang
lebih aman lagi. Jauh dari orang itu, sendirian. Aku duduk salah satu
tempat yang dekat dengan pintu keluar. Hanya berjaga-jaga. Nasib baik
aku membawa laptop, jadi aku nggak terlalu bosen nungguin kakakku yang
lagi party.
*1 jam*
"Loh Zha? Kamu ikut kesini juga", ucap kak Al menghampiriku.
"Hehehe iya kak, kak Yan yang maksa tadi", jawabku malu. "Oh ya, kak Yan mana kak?"
"Noh Bryant lagi disana tuh", tunjuknya. "Liat kan", katanya. Aku sempat melonggo saat melihat kakakku nge-vape.
"Sejak kapan dia nge-vape", tanyaku heran.
"Nggak tau, katanya
baru-baru ini. Baru liat ya? Sama aku juga hahaha", balas kak Al santai.
"Ya udah Zha, aku pulang dulu ya bye", pamitnya.
"Oke kak bye, ati-ati", kataku balik.
Agak heran melihat
kakakku melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan. Aneh rasanya.
Karena sudah sangat capek, aku sampai ketiduran sampai pada akhirnya
suara gebrakan meja membangunkanku.
"Udah mimpi sampe mana?", ucap kakakku.
"Brisik!", gerutuku lalu memukulnya. "Udah belum sih?! Suntuk disini tuh!!"
"Hahaha, ntar lagi pulangnya. Nih aku bawain makan sama minum kalik aja kamu laper", katanya menyodorkan makanan.
"Hm, makasi", ucapku singkat. "Puas tadi disana minum bir sama nge-vape?"
"Puas banget ikh, ngapa? Mau? Nih vape"
"Gila! Mau sesak nafasku kambuh disini?! Ketauan ayah baru tau!", kataku jengkel.
"Eeeittss damai dek, diem aja ya ini rahasia kita"
"Males banget damai. Jaminan dulu baru mau damai", tawarku.
"Gini deh, aku beliin apa aja yang kamu minta tapi jangan mahal-mahal"
"Ogah!", tolakku. "Kalo nggak niat damai ya udah, siap-siap aja kalo ntar ada yang bocor ke ayah", ancamku.
"Haiissh", katanya sambil menjitak kepalaku. "Ya udah terserah kamu deh maunya apa", katanya pasrah.
"Nah gitu dong baru kakak yang terbaek", tukasku senang dan puas setelah perjanjianku dan kakakku selesai.
Sedang asyik ngobrol
dengan kakakku, tiba-tiba kak Roby datang menghampiri kami. Kakakku
langsung berdiri didepanku dan sudah bersiap-siap kalau ingin berkelahi.
Tapi rasanya nggak mungkin kalau mereka berkelahi disini karena ini
ditempat umum. Ditambah kakakku bukan tipe orang yang suka mencari
keributan.
"Ngapain kesini?!", tanya kakakku ketus.
"Santai Yan kalem, aku nggak mau balas dendam disini. Lagian ngapain sih jadi bodyguard anak kecil disini", ledek kak Roby.
"Terus ngapa?! Mau cari masalah disini?! Belum puas kemarin aku habisin di kampus?!"
"Tunggu aja pembalasan dariku Yan", ucapnya sambil menunjuk kakakku lalu menatapku sangat tajam dan dia pergi keluar dari café.
"Kok dia ngeliatin kamu gitu banget dek?", tanya kakakku sesaat setelah dia keluar dari café.
"Engg.. Nggak tau", jawabku bingung dan takut.
"Jujur bilang aja! Aku
tau dia kalo kayak gitu berarti ada sesuatu! Jangan ini ada hubungannya
sama kejadian kemarin sabtu malem kamu tiba-tiba jadi aneh?!", desak
kakakku.
Aku hanya bisa mematung, diam seribu kata.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar