9. THE BEGINNING
------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------
UTS hari pertama
berjalan kurang baik. Pak Rudi sempat marah-marah dulu karena Bani
ketahuan membawa contekan. Alhasil nilainya dikurangi dan terancam dapat
C. Kasian. Sore ini, aku dan beberapa temanku memgadakan belajar bareng
di taman fakultas psikologi. Kebetulan besok materi UTS adalah
statistika, jadi pas banget kalau belajar bareng.
Pak Yosi terkenal kalau
memberi soal ujian pasti ajaib. Sehingga hal ini yang membuat kita
kebingungan. Kadang yang dipelajari apa tapi yang soal yang ada diujian
apa. Menjengkelkan. Hampir semua buku statiska yang ada kami bawa dari
perpustakaan kampus, termasuk pinjam dari anak jurusan statistika.
"Pusing yato lama-lama kalo gini, paling juga ntar soalnya beda semua", keluh Nurul.
"Husst jangan pesimis gitu lah, siapa tau pak Yosi besok dapet pencerahan kan", ujar Rama menasehati.
"Iya kalo kejadian, kalo nggak kan sama aja", tambah Angela kesal.
"Udah lah ya, kalo kita belajar kan toh paling nggak ntar ada yang tembus soalnya", kataku menengahi.
*
"Kenapa jadi pusing gini
ya", gerutu dalam hati. Ku sandarkan diriku dikursi belajarku sambil
memijat kepalaku pelan. "Jadi haus gini, ke dapur ah bikin es teh",
kataku dan segera pergi ke dapur.
"Gimana dek belajarnya? kok kusut men to", tanya ibuku saat aku masuk ke dapur.
"Aman kok, bu. Tadi di kampus juga udah belajar bareng sama temen", jawabku.
"Oh, ya wis dek istirahat dulu sana jangan diforsir tenagamu. Kalau suntuk ajak kakakmu keluar sebentar"
"Mau kemana? kan kak Yan lagi belajar juga, mana mau dia"
"Coba dulu", suruh ibuku
dan ku jawab dengan anggukan penuh keraguan. Ku ketuk pintu kamar
kakakku yang terkunci rapat, dan setelah ku ketuk dibukalah pintu itu.
"Ngapain?!", tukas kakakku ketus.
"Nggak jadi!", balasku
ketus kembali. Ditariklah bajuku dan membuatku hampir terpleset jatuh ke
belakang. "Kasar amat sih! heran aku"
"Lha tadi kamu kenapa? mau perlu apa?"
"Mau ngajak keluar, suntuk aku. Tapi kalo kak Yan nggak mau ya udah"
"Hmm, oke ayok keluar. Ganti baju sana", suruh kakakku.
*
Dinginnya udara malam
menembus kulitku melalui jaketku. Sinar dan terang bulan ditambah dengan
kelipan bintang yang semakin membuat malam ini indah. Kakakku berhenti
disebuah taman dekat sebuah gereja. Taman yang indah dengan lampu
kerlap-kerlip yang terikat dipohon.
"Dek, kakak mau cerita tapi kamu jangan marah ato kaget ya", kata kakakku halus.
"Ada apa nih? emang kenapa dulu kak?"
"Kalo kakak punya pacar gimana?", tanya kakakku ragu.
"Ha? maksudnya?"
"Iya kalo kakak punya pacar kamu nggak marah kan?"
"Enggak sih, emm tapi tergantung sih kak"
"Tergantung apanya?"
"Pacarnya kak Yan siapa
dulu. Tapi kok kak Yan tiba-tiba ngomongin hal ini? kak Yan punya pacar
nih jangan-jangan?!", kataku penuh keraguan. Ku pandangi wajah kakakku
serius dan dia hanya mengangguk. "Serius kak punya pacar?!"
"Iya, nggak peka amat sih!", gerutu kakakku.
"Lah? kapan jadiannya? siapa pacarnya?", ujarku kaget.
"Kemarin sehari habis festival Jepang"
"Pacar kak Yan siapa?!"
"Ya tapi kamu jangan kaget"
"Iya iya! buruan ngomong jangan bikin kepo!"
"Fany". ucap kakakku
singkat. Aku dibuat melongo dan kaget dengan pernyataan kakakku. Percaya
nggak percaya. Ternyata temanku jadi pacar kakakku.
Kakakku menjelaskan
kalau dia menembak Fany saat festival Jepang kemarin, tapi Fany baru
memberi jawaban sehari setelahnya. Banyak pertanyaan yang menghantam
dipikiranku saat ini. Rasanya tidak mungkin kalau semua tanda tanya
diotakku ini ku keluarkan secara bersamaan. Kakakku hanya melempar
tersenyum penuh misteri yang membuatku semakin penuh tanda tanya. Ku
dekatkan wajahku ke wajahnya sebentar, tapi tetap saja aku tidak bisa
menebak ekspresinya.
"Kak Yan serius!", ucapku penasaran.
"Iya serius, nggak percaya ya? sama kakak juga hahaha", jawab kakakku santai.
"Kak Yan ah nggak seru"
"Dibikin asik aja hahaha"
"Ya udah pajak jadiannya jangan lupa", pintaku.
"Hahaha, bokek nraktir kamu mulu"
"Tapi btw temen-temenmu tau kak?"
"Nggak lah, kita backstreet kok Dany aja nggak tau"
"Mantap kak! lanjutkan!!"
"Tapi kamu jangan bilang-bilang"
"Oke, tapi masih penasaran awalnya gimana"
"Besok aja aku ceritain ya hahaha", jawab kakakku sambil menyentil jidatku.
**
Pusing, gregetan,
jengkel sendiri. Ujian statistika justru bikin kepala panas sendiri.
Semua soal yang pak Yosi keluarkan beda jauh dengan buku yang dia
biasanya pakai di kelas, dan buku yang aku pelajari dari perpustakaan
dan anak statistika. Ingin berkata kasar tapi apalah daya hanya bisa
meratapi soal yang sangat sulit. Entah pak Yosi sedang mengerjai
mahasiswanya atau memang sengaja memberi soal sulit.
Satu kelas hanya bisa
berdoa dan berharap agar nilai UTS statistika setidaknya bisa dapat B-,
tapi itu mustahil. Yang unik lagi, lembar jawaban milik Bani bersih.
Sangat bersih. Ku lihat hanya ada tulisan "Ngulang aja pak". Ingin
tertawa tapi takut dosa. Rama dan Daffa yang biasanya juga santai saat
mengerjakan soal ujian justru kebalikannya kali ini. Mereka kalang kabut
sendiri, bahkan Rama sampai pucat karena saking stresnya. Aku yang
biasanya juga jago kalau pelajaran hitungan, tapi kali ini hanya
menjawab dengan feeling saja dan berharap nilaiku tidak jelek-jelek banget.
Dua jam ujian serasa
disiksa habis-habisan. Aku dan teman-temanku sudah janjian berkumpul di
kantin untuk membicarakan masalah pergi ke dieng saat libur seminggu
habis UTS besok. Angela paling semangat kalau udah ngomongin soal hang out, apalagi kalau hang outnya ke luar kota.
"Jadinya besok pake mobilku nih?", tanya Dany.
"Lha mau gimana lagi, kalau pake mobilku ntar ujung-ujungnya kak Yan ikutan. Ribet ah ntar urusannya", jawabku.
"Masalahnya kan kalo pake mobilku doang nggak bakal cukup buat kita berdelapan", jawab Dany lagi. "Masak ya mau pake motor?"
"No no! kalo pake
motor aku abs", sahut Tasya segera. "Kalo pake motor, ujung-ujungnya
ntar ribet, bakal tunggu-tungguan lah, ato apalah"
"Ya udah gini aja, aku usahain pinjem mobilnya kakakku tapi kalo ntar dia ikut gimana?", tuturku ragu.
"Nggak pa pa, Zha.
Tambah rame kan, jadinya ada yang bisa jagain kita juga", balas Fany
senang. Ku lihat ada sesuatu yang berbinar-binar di wajah Fany.
"Nah bener tuh si Fany, kan itung-itung kita punya bodyguard juga disana hahaha", cletuk Dodo. Disitu aku hanya bisa menghela nafas dan mengiyakan permintaan teman-temanku.
"Temen-temen, kalo aku nggak ikut aja gimana? Aku takut jadi beban", ucap Dewa.
"Ikut aja, nggak bakal
jadi beban kok. Lagian siapa yang mau usil disana", tukas Angela
meyakinkan Dewa. "Kalo kamu nggak ikut, nggak rame ntar"
"Iii..iyaa udah deh kalo dipaksa", jawab Dewa terbata-bata.
"Ngomong-ngomong kita mau nginep dimana besok kalo disana?", tanya Daffa pada Dany yang sedang bermain game dihp.
"Emmm, ada sih villanya
keluargaku disana. Nginep disana aja hahaha", balas Dany. "Palingan
disana kalo sampe tinggal beres-beres dikit aja, ya kan dek?"
"Huum, santai pokoknya,
tapi disana Cuma ada 3 kamar doang, jadi ntar maaf ya kalo missal ada
cowok-cowok yang boboknya diluar", tambah Fany.
"Nggak pa pa, kalo
kakakku ikut biar dia yang diluar jadi satpam hahahaha", sahutku lalu
tertawa puas dan dibalas Fany dengan tatapan tajam.
*
Sore ini, di kampusku
sudah sangat sepi karena memang semua UKM diliburkan dan mahasiswa
pulang siang saat UTS. Tapi yang menarik perhatianku adalah anak sepak
bola yang masih semangat berlatih untuk turnamen sepak bola antar kampus
bulan Januari besok. Sebagai kapten, kakakku juga dituntut untuk kerja
ekstra supaya team sepak bola kampusku bisa menang.
Aku disuruh menunggunya
selesai berlatih dilapangan sepak bola kampusku. Lapangan yang sangat
luas bahkan melebih lapangan sepak bola pada aslinya, karena memang
lapangan ini sering digunakan untuk acara yang berskala besar dengan
jumlah peserta yang banyak. Tapi anehnya, Fany ikut menemaniku menunggu
pacarnya yang sedang berlatih.
"Habis ini aku selesai
dek setengah jam lagi ya", kata kakakku saat menghampiriku dan Fany di
tepi lapangan dengan baju yang dilepas dan badan penuh keringat. "Kok
kesini sih ay?"
"Nggak boleh ya? Ya udah aku pulang sekarang", balas Fany cemberut.
"Eh jangan, disini aja nemenin adek ipar hahaha"
"Kating sayang, bajunya dipake dulu ih. Jorok tau diliatnya", suruh Fany sambil menarik jersey kakakku dari pundaknya.
"Nggak pa pa gini aja,
biar tambah sexy hahaha. Lagian kan badanku bagus, jorok darimananya
coba", timpal kakakku. "Palingan kamu juga suka kan"
"Kak! Cewek itu, gila ya", sahutku jengkel melihat tingkah kakakku yang aneh.
"Apa to dek, iri ya sama badanku hahahaha"
"Nggak lah, udah cepetan tuh dipake bajunya ogeb! Malu sama pacar!", gertakku.
"Pake aja ay", suruh Fany halus.
"Iya iya manis", balas
kakakku dan memakai jerseynya lagi. "Udah nih, jangan cemberut lagi ah,
manisnya ilang ntar, senyum dulu sini biar aku tambah semangat", rayu
kakakku dan dibalas Fany dengan senyuman lalu memberikan sapu tangan
untuk membersihkan keringatnya.
Aku merasa jadi obat
nyamuk saat Fany dan kakakku pacaran didepanku. Nasib jomblo. Setengah
berlalu dengan cepat. Selesai latihan, kakakku mengajak Fany pulang
bersama karena kebetulan Dany sudah pulang duluan, ditambah hari ini
kakakku bawa mobil. Tetap saja hal ini cukup menjengkelkan bagiku. Aku
disuruh duduk dibelakang sambil memperhatikan dua orang sedang pecaran
didepanku. Hari yang menyebalkan.
**
Hari keempat UTS, dan
itu artinya kurang dua hari lagi penderitaanku akan berakhir. Setidaknya
sedikit demi sedikit aku bisa bernafas lega menggitkan dua hari kedepan
UTS tidak terlalu berat. Psikologi dasar, dan psikologi sosial. Ya, dua
makul yang tidak harus banyak berpikir, dan cukup mengandalkan logika
saja. Tapi anehnya hari ini Dodo memintaku untuk mengajari beberapa
materi psikologi sosial yang dia masih belum paham karena dia sering
tidak masuk saat jam makul psikologi sosial.
Kami berdua belajar
diperpustakaan, dan untuk yang ketiga kalinya perpustakaan kampus jadi
ramai mahasiswa yang berkunjung. Bahkan beberapa mahasiswa yang tidak
pernah menginjakkan kakinya diperpustakaan saja bisa ada disini. Semua
karena UTS, mahasiswa bandel jadi tobat dadakan. Lucu.
"Zha, besok berangkat
bareng mau nggak? Soalnya motorku lagi rusak nih", pinta Dodo
disela-sela sedang menghafalkan ringkasan materi yang aku buat.
"Boleh, mau tak jemput jam berapa?", tanyakku balik.
"Jam 8 aja, kan kita besok ujiannya siang"
"Ya udah, ntar aku bilang kak Yan berangkat sendiri", kataku setuju.
"Eh iya, ngomong-ngomong udah denger gossip baru belum?"
"Gossip apaan?"
"Soal kak Roby"
"Ngapa lagi dia?", tanyaku semakin penasaran.
"Beneran nggak tau nih?", kata Dodo kaget. "Kirain kak Bryant udah cerita ke kamu"
"Apa sih? Jangan bikin kepo"
"Jadi gini, kemaren baru
aja kak Roby katanya nih sifatnya jadi aneh gitu. Dia tau-tau kayak
minta maaf sama orang-orang yang udah pernah dia bully gitu sama
kadang kayak orang ketakutan sendiri", jelas Dodo dan semakin membuatku
bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Berarti ke Daffa, Dewa,
sama kakakku juga?", tanyaku memastikan dan Dodo hanya mengangguk
menandakan hal itu benar. "Udah belum, kalo udah ke tempat kakakku
sekarang, aku nanyain ke dia"
"Udah, ya udah yok kesana"
Aku dan Dodo pergi ke
lapangan tempat kakakku berlatih sepak bola. Yang pasti ingin memastikan
soal apa yang Dodo ceritakan. Diperjalanan, Dodo juga mengatakan kalau
kabar soal kak Roby ini sudah jadi hitz di kampusku, bahkan sudah
sampai ke telinga dosen. Kebetulan, aku bertemu dengan Daffa di aula
dekat lapangan. Ku tanyakan tentang apa yang Dodo katakana padaku
barusan, dan ternyata Daffa juga mengiyakannya. Kak Roby tadi pagi baru
saja menemuinya dan meminta maaf padanya karena pernah membully dia dulu.
Akhirnya ku ajak Daffa
ke tempat kakakku. Waktu yang tepat. Sampai di lapangan, ternyata anak
sepak bola sedang istirahat. Ku cari kakakku, dan ku temukan dia sedang
duduk sendiri dibawah pohon. Aku dan teman-temanku lantas menghampirinya
dan sempat membuatnya kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba.
"Dapanih rame-rame kesini?", Tanya kakakku sambil mengelap kerigatnya.
"Kak, aku mau nanya, kak Roby nemuin kakak nggak?", tanyaku langsung.
"Iya tadi pagi. Kenapa
emang?", balas kakakku singkat. Ku ceritakan apa yang Dodo ceritakan
tadi pada kakakku. Kakakku terkejut kenapa kabar itu bisa tersebar
begitu cepatnya. Kakakku juga mengatakan hal yang sama seperti yang
Daffa alami, bahkan katanya sampai kak Roby berlutut didepan kakakku.
"Jadi kak Bryant tau kenapa dia kayak gitu?", Tanya Dodo.
"Nggak tau juga aku, kan parno juga waktu dia tau-tau berlutut dikakiku mana itu didepan kelasku lagi", ucap kakakku bingung.
"Kira-kira Dewa gimana kak?", Tanya Daffa.
"Nah itu Daff, aku juga
penasaran sama Dewa. Padahal kan Dewa yang paling disiksa habis-habisan
sama dia", kata kakakku. "Ya ambil hikmahnya aja lah, mungkin aja dia
berubah"
"Iya juga sih kak, tapi aneh aja", jawabku masih bingung.
"Udahlah nggak usah terlalu dipikir, pulang duluan sana dek kalo kelamaan. Soalnya kakak masih lama pulangnya"
"Ya udah aku pulang duluan kak"
*
Dirumah, aku terus
memikirkan soal kejadian kak Roby. Aku termasuk tipe orang yang kalau
udah kepo, bakal nglakuin apa aja biar rasa kepoku terjawab semua. Entah
itu nantinya bakal jadi boomerang buatku sendiri atau tidak.
Sambil tiduran, aku
terus bertanya pada diriku sendiri tentang apa yang membuat kak Roby
tiba-tiba seperti itu. Pikiranku mendadak kacau sendiri karena terlalu
kepo dengan hal yang sebenarnya juga bukan urusanku.
"Mikirin apa sih?", Tanya kakakku yang tiba-tiba masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu.
"Nggak mikirin apa-apa", jawabku singkat.
"Nggak usah bohong, kakak hafal banget sama sifatmu"
"Hhhh", desahku menghela nafas. "Lagi mikirin kejadiannya musuhmu itu"
"Hahaha, ngapain dipikir
sih, nggak penting tau! Mending mikirin tuh besok ujianmu gimana", ucap
kakakku dan lalu tiduran disebelahku. "Kakak bobok disini ya dek,
semalem aja"
"Lah kenapa?!"
"AC dikamarku bocor, gerah ntar mana kipas angin juga rusak. Jadi disini dulu ya"
"Hmmm", jawabku berdehem. "Udah ah mau tidur, ngantuk"
"Ya udah kakak juga mau tidur", sahut kakakku yang langsung tertidur pulas sambil memeluk gulingku.
Dulu aku paling senang
kalau tidur bareng kakakku, tapi sekarang rasanya nggak pengen tidur
bareng dia. Satu hal membuatku malas tidur dengan dia. Suara
dengkurannya yang keras dan berisik. Terpaksa aku harus menutup
telingaku bantalku supaya suaranya tidak terdengar keras. Pengap tapi
mau bagaimana lagi. Malam ini tidurku tidak akan tenang.
**
Seperti janjiku kemarin,
aku dan Dodo berangkat bersama ke kampus. Dodo bercerita padaku, kalau
semalam Dewa menelfonnya dan cerita kalau kak Roby juga meminta maaf
padanya sampai berlutut dikakinya. Sama seperti yang dilakukan pada
kakakku. Aku semakin merasa ada yang aneh dengan kak Roby. Aku berusaha
tetap focus karena sedang menyetir motor dan berusaha berpikir positif.
Sesaat setelah sampai
dikampus, banyak mahasiswa yang heboh sendiri. Ku amati baik-baik,
ternyata para mahasiswa pergi ke gedung fakultas ekonomi. Karena jam
ujianku masih 45 menit lagi, aku dan Dodo langsung ikut lari ke gedung
fakultas ekonomi karena penasaran ada kejadian apa. Ku ikuti arah semua
anak berlari. Mereka berlari ke arah kelas manajemen. Dari sini aku
sudah mendapat perasaan yang aneh.
Area kelas manajemen
sangat ramai. Kerumunan mahasiswa dan juga beberapa dosen fakultas
ekonomi ada disini. Aku dan Dodo sebisa mungkin berusaha masuk menembus
lautan manusia yang rapi berbaris. Beruntung kami berdua bisa sampai
didepan salah satu kelas manajemen. Betapa terkejutnya aku saat melihat
apa yang sedang terjadi didepan mataku. Sesuatu yang sangat mengagetkan.
Mendadak aku merasa mual. Hampir semua bagian tubuhku merasa lemas.
Seluruh tubuh merinding, sangat merinding. Serasa tidak percaya dengan
apa yang aku lihat sekarang didepanku. Seseorang yang gantung diri,
tepat dibawah kipas angin langit-langit dengan posisi kipasnya yang
masih menyala sehingga orang itu ikut berputar mengikuti arah putaran
kipas angin.
Kak Roby. Dia tewas
tergantung. Matanya masih terbuka lebar dengan lidah yang menjulur
keluar melalui rongga mulutnya dan tubuhnya yang berputar searah dengan
kipas angin.
Sangat pilu melihat
keadaan mayatnya yang mengenaskan. Bahkan beberapa mahasiswa perempuan
pun sampai tidak kuat jika harus melihat mayat kak Roby itu. Salah
seorang dosen terdengar sedang menelfon polisi untuk melakukan evakuasi
mayatnya. Sepintas ada berbagai macam spekulasi yang muncul diotakku.
Apakah ini pertanda yang kak Roby lakukan dari kemarin? Meminta maaf
pada semua orang yang pernah dia sakiti, dan pada akhirnya dia memilih
untuk bunuh diri di kampus.
Tak butuh waktu lama,
polisi langsung datang di kampusku dan mengevakuasi mayat kak Roby yang
mengenaskan itu. Kakakku yang datang melihat juga tidak percaya dengan
kejadian ini. Akhirnya kegiatan kampus untuk sementara waktu dihentikan,
dan jadwal UTS otomatis mundur karena terjadi insiden yang tak terduga
di kampus.
Mungkin ini adalah kasus
pertama dan yang paling memilukan yang terjadi di kampusku. Kasus
gantung diri. Polisi pun melakukan olah TKP dan dengan terpaksa semua
mahasiswa harus pergi dari area kelas manajemen.
Seketika Universitas
Bhakti Mulia menjadi gempar. Baru satu jam kasus terjadi, tapi kabar
gantung diri kak Roby sudah menyebar dan viral hingga ke sosmed.
Bahkan sempat ada wartawan Koran yang ingin meliput kasus ini datang ke
kampusku. Masih terbayang jelas dikepalaku bagaimana mayat kak Roby
tadi. Bahkan sampai sekarang pun aku masih merasa sangat lemas.
Kantin menjadi sangat
ramai, dan seluruh mahasiswa membicarakan soal kasus meninggalnya kak
Roby yang tragis. Ada yang menanggapinya dengan serius, bahkan justru
ada yang sampai tidak peduli dan berkata bahwa itu karma yang kak Roby
terima atas perbuatannya. Entah ada apa yang terjadi hingga kejadian
memilukan ini bisa muncul. Ku sandarkan badanku dibadan kakakku, dan
berusaha untuk tidak mengingat hal tadi.
"Jangan terlalu
dibayangin dek, ntar kamu nggak bisa tidur", saran kakakku sambil
menepuk-nepuk punggungku. Kakakku tahu kalau aku paling parno pas liat
begituan apalagi darah.
"Kok bisa sih si Roby gantung diri kayak gitu?", kata kak Al heran. "Saking stresnya kalik ya Yant"
"Mungkin sih. Aku aja nggak percaya waktu liat mayatnya tadi", jawab kakakku.
"Apa jangan jangan dia udah nggak kuat lagi kalik ya nahan rasa bersalahnya. Kan dari dulu dia sering banget bully junior disini sampe dulu ada yang masuk rumah sakit segala", ucap kak Al.
"Ya nggak tau lah, udah
jangan bahas orang yang udah meninggal, nggak baik", tukas kakakku lalu
menghela nafas dan memandang ke langit yang semula cerah menjadi
mendung.
Suasana kampusku masih tidak kondusif. Para polisi masih melakukan penyelidikan sampai tuntas soal kasus gantung diri kak Roby.
Aku dan teman-temanku
berkumpul dikatin dan membicarakan soal kak Roby. Sebenarnya aku malas
membicarkannya tapi karea mulut Angela yang memulai, jadi semua ikut
membicarakannya. Aku hanya takut terbayang lagi kondisi mayat kak Roby
tadi.
Tak lama Tasya datang setelah dari kelasnya. Dia tampak tergesa-gesa, dan ekspresinya seperti ada yang ingin diungkapkan.
"Kenapa, Sya?", tanya Dewa dan menyuruh Tasya duduk disampingnya.
"Gaes, aku ada kabar baru nih", kata Tasya terengah-engah.
"Santai Sya, ambil nafas dulu", sahut Daffa.
"Tadi waktu aku habis
dari kelas, aku nggak sengaja denger ada polisi yang ngomong ke dosen
tapi nggak tau siapa, katanya polisi itu mereka nemuin ada surat yang
ada dilaci mejanya kak Roby", jelas Tasya dan sontak kami semua kaget
dan percaya tidak percaya.
"Surat?", tanya Dewa.
"Iya surat, jadi kalo
tadi aku nggak salah denger surat itu isinya kayak semacam permintaan
maaf gitu sama ada ungkapan penyesalan. Awalnya dosen itu sempet nggak
percaya, tapi akhirnya dia percaya waktu dikasih liat surat itu", jelas
Tasya lagi. "Dosen itu juga sempet bilang tadi kalau tulisan disurat itu
tulisannya kak Roby terus dia percaya"
"Hah? Kok bisa gitu? Berarti intinya kak Roby bener-bener bunuh diri?", tanya Angela dan Tasya mengiyaka pertanyaan Angela.
Surat. Surat terakhir pertanda kematian kak Roby. Surat tanda penyesalannya.
Aku sempat berpikir
dengan yang Tasya katakan tadi. Tapi semua sudah terungkap kalau kak
Roby meninggal bunuh diri. Tetap saja ada yang mengganjal dibenakku,
melihat kematiannya yang menurutku sedikit tidak wajar.
Apa benar kak Roby bunuh diri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar