Jumat, 13 Juli 2018

ICE CRIME (Chapter 10)

10. AFTER THAT
-------------------------------------------------------------

Semenjak kak Roby meninggal, kampusku sekarang menjadi sorotan dari semua orang. Bahkan sampai media cetak dan digital, semua juga ikut membicarakan kasus ini. Kasus mahasiswa tewas gantung diri di Universitas Bhakti Mulia. Sempat ada rumor yang beredar dikampusku tentang spekulasi kematian kak Roby. Mulai dari kematian yang murni bunuh diri sampai spekulasi jika kematiannya adalah pembunuhan. Tapi percuma saja berspekulasi karena bukti dari polisi sudah mengatakan bahwa kematian kak Roby murni bunuh diri.

Sebenernya aku masih belum percaya kalau kak Roby bunuh diri. Menurutku ada yang aneh disini. Mulai dari perubahan sikapnya yang drastis sampai pada akhirnya dia bunuh diri dengan cara yang mengenaskan. Aku terus mimikirkan tentang hal ini meskipun tidak ada urusannya denganku.
Seminggu setelah kematian kak Roby, beberapa mahasiswa khususnya para junior yang pernah kak Roby bully dulu merasa senang karena sudah tidak ada lagi yang mengganggu dan menyakiti mereka lagi. Lain halnya dengan kakakku, dia merasa kehilangan rival abadinya. Aneh.

Libur seminggu. Seharusnya aku yang bisa bersenang-senang ke Dieng bersama teman-temanku, justru harus tertunda karena tugas yang numpuk. Membosankan. Ku habiskan waktu liburanku hanya di rumah. Berteman buku-buku dan tugas. Namun sesekali aku juga pergi bersama temanku. Tapi hari ini tidak.
"Kak Yan nggak bosen apa di rumah mulu?", tanyaku pada kakakku saat menemaninya mengerjakan gambar bangunan.
"Nggak juga. Dibikin asik aja sih kalo kakak", jawab kakakku.
"Fany nggak ngajakin keluar gitu kak?"
"Ngajakin, tapi waktunya nggak pas mulu"
"Jahat"
"Apanya yang jahat?!", balas kakakku jengkel lalu menyentil jidatku keras. Sakit.
"Arrghh!! Sakit kak!", ucapku sambil mengusap jidatku.
"Makannya to ah. Eh dek, btw kamu masih kepikiran sama kasusnya roby?"
"Huum kak, masih ngerasa kek ada yang janggal gitu"
"Janggal gimana?"
"Ya aneh aja gitu, masak ya mayatnya bisa gantung diri dikipas angin yang masih nyala", jelasku. "Lagian kalo dinalar mana bisa juga kan kayak gitu"
"Hmmm iya juga sih, tapi kan polisi udah bilang kalo itu murni bunuh diri, petunjuknya juga udah jelas semua"
"Tapi kan aneh aja gitu kak", jawabku dan kakakku hanya memandangiku dengan tatapan penuh tanda tanya.

**

Rasa penasaran masih menyelimutiku. Kuputuskan untuk pergi ke kampus malam ini. Ku ajak Dany, Dodo, Daffa, dan Dewa untuk ikut menemaniku. Sepi dan sunyi. Itulah kata yang tepat untuk mengganbarkan keadaan kampusku malam ini. Kami semua langsung pergi ke gedung fakultas ekonomi tepatnya ke kelas manajemen, lokasi bunuh diri kak Roby. Garis polisi masih terpasang rapi di area kelas kak Roby.

Kondisi kelas masih sedikit berantakan dan terdapat beberapa bekas investigasi dari polisi. Ku lihat kipas angin yang masih kokoh diatas langit-langit. Ada sedikit bagian dari salah satu baling-baling yang bengkok. Mungkin karena waktu itu menahan beban tubuh kak Roby.
"Zha, kamu yakin mau nyari tau kasus ini?", tanya Dewa padaku sedikit takut.
"Yakin banget, soalnya aku ngerasa ada yang aneh aja", jawabku sambil melihat kondisi sekitar kelas.
"Serem juga lama-lama disini", cletuk Dodo ketakutan. "Udahan yuk Zha"
"Sabar kalik, kita belum nemuin apa-apa nih", balasku.
"Zha, disini udah nggak ada apa-apa", sahut Dewa.
"Kenapa nggak coba cek dilaci mejanya kak Roby?", tanya Dany.
"Iya juga, bentar deh aku cek dulu", kataku lalu mengecek laci mejanya.
"Gimana Zha?", tanya Daffa setelah aku selesai mengecek.
"Nggak ada apa-apa sih", balasku kecewa.

Tidak ada petunjuk lain yang kami temukan setelah setengah jam lebih mencari. Kami keluar dari kampus dengan tangan kosong. Mungkin kematian kak Roby memang murni bunuh diri. Suasana malam kota yang dingin ditemani mendung, membuatku semakin merasa sedikit sedih.

Malam ini Dewa menginap dirumahku selama beberapa hari karena kamar kosnya sedang direnovasi. Setidaknya aku memiliki teman untuk ku ajak ngobrol di rumah nanti. Sampai dirumah ternyata kakakku sudah tidur. Tidak seperti biasanya.
"Zha, kenapa sih kamu ngebet banget buat nyari tau kematiannya kak Roby?", tanya Dewa padaku.
"Ya aku ngerasa ada sesuatu yang aneh aja, jadi aku pengen nyari tau", jawabku.
"Aneh gimana?"
"Sekarang gini deh, mana mungkin kak Roby gantung diri tapi posisi kipas anginnya masih nyala", jelasku.
"Ya kan tapi udah jelas itu kasus bunuh diri"
"Ah tau deh De, pusing sendiri aku jadinya"
"Kamu sih Zha terlalu mikirin itu"
 "Iya sih, udah lah tidur aja De", ajakku pada Dewa.

**

"Betah disini De?", tanya kakakku pada Dewa.
"Iya kak, maaf ya kalo ngerpotin", jawab Dewa canggung.
"Nggak kok, temen-temenku aja juga sering nginep disini apalagi Dodo", jawabku senang. "Aku malah seneng ada temennya, suntuk soalnya berdua doang sama tuh orang satu", tunjukku ke kakakku.
"Bukannya kak Bryant asik ya?"
"Asik aku tu, adekku aja yang lebay hahaha", sahut kakakku dan membuat Dewa tertawa.
Aku belum pernah melihat Dewa tertawa lepas seperti ini. Rasanya lucu bisa membuat anak pemurung itu tertawa. Hari ini kakakku mengajakku, Dewa, dan Fany pergi ke hang out bareng. Entah kemana itu, dan Dany juga tidak tahu kalau kembarannya pergi dengan kakakku.

Candi Gedong Songo menjadi tujuan kami hari ini. Seperti yang aku perkirakan, aku dan Dewa kan menjadi obat nyamuk saat kakakku dan Fany bermesraan. Kami berdua sudah seperti bayangan bagi kakakku. Beruntung Fany tidak mengabaikan kami berdua yang selama dimobil duduk dikursi belakang.

Suasana yang sejuk ditambah cuaca yang ceriah menjadikan kami semangat hang out meskipun aku dan Dewa harus terkacangkan sesekali. Kesalahan sebenarnya ikut orang pacaran pergi bareng.
"Dewa seneng banget kayaknya ya ay", tutur Fany pada kakakku senang.
"Iya hahaha", jawab kakaku lalu tertawa.
"Kamu bisa aja Fan", balas Dewa tersenyum malu.
"Kamu tuh kayak Daffa lama-lama hahaha", tukas Fany menyamakan. "Lucu, lugu, polos gimana gitu"
"Beda kalik hahaha", sahut kakakku. "Daffa lebih lempeng anaknya"
Dewa hanya membalasnya dengan senyuman lalu terdiam. Entah apa yang sedang terlintas di pikirannya sekarang.

**

Hari pertama masuk kuliah setelah libur cukup lama. Menjengkelkan. Tapi untungnya pagi ini jamnya bu Ratna, jadi tidak terlalu membuat hati panas.
"Mas, mbak saya mau ngasih tugas praktikum untuk bulan depan. Jadi nanti kalian akan saya bagi jadi beberapa kelompok untuk tugas ini", tutur bu Ratna memberi tahu. "Nanti kalian melakukan observasi sekaligus penelitian mengenai perkembangan psikologi anak usia dini, dan observasi ini akan dilakukan di desa nantinya"
"Jadi kita berangkat bareng, bu?", tanya Rama.
"Iya betul, saya juga sudah izin ke pihak kampus dan nanti kita akan ke Wonosobo, jadi sekalian kita live-in bareng selama 3 hari disana", jawab bu Ratna.
"Dosennya yang ikut siapa aja bu?', tanya Angela lagi.
"Saya, pak Rudi, bu Maya, sama pak Nando", jelas bu Ratna. Seketika satu kelas mendadak jengkel sendiri setelah mendengar pak Rudi ikut.
Ya, tugas praktikum tiga hari di Wonosobo. Sepertinya akan menyenangkan.

*

"Males banget pak Rudi ikutan besok", tukas Dodo kesal.
"Nggak pa pa, biar kita jadi mahasiswa yang sholeh", balas Daffa polos.
"Sholeh apanya, bisa-bisa gila kita kalo tuh dosen satu ikutan", balas Dodo tambah kesal.
"Udahlah biarin aja kalik", kataku menengahi. "Ya udah aku duluan ya"
"Mau kemana, Zha?", tanya Daffa.
"Mau ke lapangan bola, nungguin kakakku latihan, bye", pamitku dan langsung pergi ke lapangan bola.

Lapangan bola sore ini sangat ramai. Tidak hanya anak-anak yang latihan untuk lomba saja yang datang. Ku cari tempat duduk yang nyaman. Akhirnya aku memilih duduk dikursi dekat pohon besar dengan spanduk logo tim sepak bola kampusku yang melingkar dibatangnya. Tempat yang cukup sepi, dan tidak panas. Nyaman untuk dipakai tidur sebentar. Ku jadikan tasku sebagai bantal, sedangkan jaketku ku tutupkan ke wajahku. Surga dunia.
"Woy Zha!!", teriak seorang cewek membangunkanku.
Ku buka jaketku. Ku lihat dia samar-samar. Ternyata itu Fany.
"Ngapain sih ngagetin aja?!", balasku sengit sambil memakai kacamataku.
"Maafin ya hahaha, udah disini aja kamu", ucap Fany.
"Iya barusan aja kok, kamu nungguin kak Yan?", tanyaku lalu menyuruhnya duduk disampingku.
"Hahaha, iya lah mau support kakak tingkat tersayang"
"Hilih, lebay ah, btw kakakku nggak suka yang panggilan gituan"
"Masak? Nih aku liatin chattnya sama aku", kata Fany lalu menunjukkan isi chattingnya dengan kakakku.

Ku amati dan baca isi chatt itu. Tiba-tiba mataku tertuju pada chatt kakakku yang manja. Seorang Bryanta yang galak, disiplin, atlet futsal dan tae kwon do, bisa jadi manja banget dan terkesan childist. Aku jadi geli sendiri sambil membayangkan bagaimana ekspresi kakakku saat begitu.
"Jijik", ucapku singkat lalu mengembalikan ponsel Fany.
"Hahaha, kenapa coba?", balas Fany.
"Ya jijik aja ngebayangin kalo dia jadi kayak gitu"
"Nggak usah dibayangin, aku aja kalo chattingan sama dia sering ketawa sendiri dikamar hahaha", jawab Fany lalu tertawa lepas.

Tak lama kakakku datang menghampiri kami yang sedang ngobrol. Seperti biasa, badannya basah kuyup tertutup keringat yang mengalir deras. Hampir saja dia mau membuka bajunya, tapi sudah mendapat tatapan tajam dari Fany. Kode keras.
"Udah lama disini dek?", tanya kakaku lalu duduk disampingku.
"Nggak juga", jawabku singkat. "Geseran dikit gih, bau!"
"Lebay! Cowok ya gini, makannya olah raga!"
"Dih males!"
"Udahlah, ay sssttt", sahut Fany.
"Nih bocah satu sih bikin emosi mulu", jawab kakakku lalu menjitak jidatku keras sampai bunyi.
"Arrghh!! Sakit ogeb!!", teriakku kesakitan lantas kupukul kakakku tapi berhasil ditangkis dengan mudah.
"Mukul gitu aja nggak bisa", ledeknya santai sambil melepaskan tanganku yang digenggamnya dan hanya ku balas dengan tatapan kesal.
"Udah ah pulang!", ucapku kesal dan beranjak dari tempatku sekarang.
"Lah kok gitu sih Zha, nggak asik ah", keluh Fany.
"Biarin ay emang ngambekan dia", sahut kakakku.
Tanpa menghiraukan Fany dan kakakku, aku langsung berjalan menuju gerbang kampus. Untunglah aku sudah memesan ojek online sejak keluar dari lapangan bola, jadi tidak terlalu lama menunggu ojek itu datang.

 **

Hujan. Lagi dan lagi. Rasanya malas banget berangkat ke kampus kalo hujan, tapi berhubung hari ini ada ujian dari bu Ratna apa boleh buat. Ditambah hari ini aku berangkat bareng ayahku, jadi nggak bisa bolos.

Entah kenapa saat hujan seperti ini, aku bisa jadi baperan sendiri. Aneh.

Pagi ini adalah rekor dikelasku. Hanya ada 12 anak yang datang ke kampus. Rasanya bukan seperti sedang kuliah, tapi sedang les privat. Rata-rata temanku yang absen ngakunya rumahnya kebanjiran, padahal itu semua hoax. Dosen yang masuk ke kelasku hari ini sampai heran sendiri, termasuk bu Ratna yang dengan terpaksa meniadakan ujian karena hanya ada sedikit mahasiswa yang hadir. Tapi tetap saja yang tidak hadir diberi hukuman pengurangan nilai. Sadis.

Walaupun hanya ada 12 anak yang hadir, tapi rasanya tetap seperti saat kelas utuh karena Bani membuat kelas ramai. Mulai dari bermain gitar sambil mengajak nyanyi satu kelas, sampai membuat guyonan yang absurd tapi lucu. Biasanya kalau istirahat kelas semua mahasiswa langsung cabut ke kantin, tapi kali ini lebih memilih dikelas untuk menghindari hujan.

Berbeda dengan teman-temanku, aku lebih memilih pergi ke perpustakaan yang jaraknya tidak jauh dari kelasku. Ngerjain tugas sambil dengerin lagu di youtube. Tenang dan damai. Hampir tidak ada mahasiswa yang lalu Lalang di koridor kampusku. Semuanya berada di kelas masing-masing. Dari kejauhan aku seperti melihat seseorang yang sedang berjalanan cepat entah menuju kemana.
Mendadak penyakit kepoku kumat. Ku ikuti orang itu. Tiba-tiba berhenti didepan lorong arah ke gedung fakultas ekonomi. Anak itu lantas balik badan. Dewa.
"Zha?!", ucap Dewa kaget.
"Hai", sapaku santai. "Mau kemana, De?"
"Engg... anuuu... ma..mau ke kelas", jawabnya gugup dan terbata-bata.
"Lah? Bukannya kelasmu jauh dari sini ya? Emang habis dari mana?"
"Iii..iya, tadi habis dari perpustakaan minjem buku", katanya sambil menunjukan buku yang dia pegang erat. "Kan kalo lewat lapangan nanti aku kehujanan, jadi muter lewat sini"
"Oh gitu, kirain sih De"
"Ya udah ya, aku ke kelas dulu", tuturnya lalu langsung pergi. Setidaknya rasa kepoku bisa sedikit terkurangi.

Malam ini Dodo menginap dirumahku. Itung-itung sambil prepare buat ke Wonosobo minggu depan. Aku hanya berharap semoga live-in sekaligus praktikum minggu depan berjalan lancar, tidak merepotkan, sinyal disana bagus. Rasanya aku bakal kangen sama kamarku saat pergi besok. Rencana malam ini aku ingin pergi bareng Dodo untuk membeli beberapa barang dan cemilan, tapi karena ibuku sudah memasak banyak makanan dan kue, jadi niat itu kita urungkan.

**

H-1 sebelum berangkat live-in dan praktikum. Belum berangkat saja tapi sudah mendapat info dadakan yang sudah membuat anak psikologi kelasku malas. Ternyata besok kami semua akan berangkat bareng kelas Antropologi B. Beruntung hanya satu kelas psikologi yang ikut dan antropologi yang ikut, karena kelas psikologi B sudah berangkat bulan lalu.

Berhubung hari ini kelasku masuk hanya untuk pembekalan kegiatan, jadi pulang lebih awal. Kesempatan ini kami manfaatkan dengan baik untuk menikmati saat terakhir sebelum pergi ke Wonosobo. Aku, Dodo, dan Daffa langsung pergi bareng untuk beli banyak cemilan dan makanan, mengingat perjalanan akan cukup jauh dan pasti kita disana tidak diperbolehkan jajan.
"Segini cukup kali ya", kataku memastikan.
"Iya, udah banyak banget ini, berasa mau minggat aja kita", balas Dodo.
"Yakin Zha mau bawa segini banyaknya?", tanya Daffa ragu.
"Yakin lah, kan kita nginep disana, ntar bawanya dibagi-bagi aja", jawabku sambil mengangkat keranjang belanjaan yang isinya full oleh makanan.
"Ya deh ngikut aja", jawab Daffa pasrah.
"Yang penting kita nggak kelaperan ntar disana hahaha", cletuk Dodo.
"Iya ya bener juga Do", ucap Daffa setuju.

*

"Ya ampun dek, beli apa aja sih sampe barang bawaannya banget?", Tanya ibuku saat aku masuk ke rumah.
"Beli makanan doang kok, sekalian sama stok sabun, sikat gigi baru, sama laennya", jawabku santai.
"Hhhh bodo sih!! Pergi live in kayak mau minggat aja!!", sahut kakakku lalu menjitak kepalaku dari belakang.
"Arrghh!! Kebiasan og!!", teriakku jengkel. "Suka-suka lah, yang pergi siapa yang sewot siapa!"
"Husstt Yant! Jangan maen pukul kepala to ah, bahaya itu", tutur ibuku.
"Hahaha bercanda kok bu"
"Udah lah mau ke kamar dulu bu, males ada dia!!", ucapku dan langsung pergi ke kamarku.
"Ngambekan!! Baperan!!", ledek kakakku dari belakang dan tak ku hiraukan.
Ku letakkan semua barang belanjaanku di dekat tas carrierku yang akan kubawa besok. Akhirnya setelah sekian lama, tas carrier hijau yang tidak aku pakai sejak campingku waktu SMA dulu, aku pakai lagi. Ku masukkan makanan yang aku beli ke tasku tapi hampir saja tidak muat. Alhasil mau tidak mau, ku paksakan agar bisa muat semua. Tak bisa kubayangkan seberapa berat bawaanku besok.

**

"Halo mas mbak, sudah komplit belum ya kelas kita?", teriak bu Ratna memastikan kelengkapan anggota kelaskku.
"Lengkap 25 bu!!", sahut Rama seusai mengabsenkan.
"Sip!! Pokoknya nanti selama tiga hari disana kita seneng-seneng bareng disana tapi juga sambil belajar karena temen-temen antropologi juga gabung bareng kita, ya meskipun jumlah mereka hanya 15 anak aja tapi nggak pa pa lah", tutur bu Ratna semangat. "Oh ya, nanti kalian bakal dibagi jadi dua, sebagian di bus satu dan bus 2 ya, nanti campur kok anak psikologi sama antropologi", jelas bu Ratna yang lalu membagi kelasku menjadi dua bagian.
"Oke baik ya mbak mas, nanti perjalanan kita kurang lebih 2-3 jam ke Wonoboso. Cukup lama dan jauh jadi kalau semisal ada yang pengen buang air kecil segera bilang ke dosen pendamping dibusnya masing-masing nanti disana kalian akan dibagi jadi beberapa kelompok yang rata antara anak psikologi dan antropologi, dan satu rumah nanti ada empat mahasiswa", jelas pak Aan dosen kelas antropologi. "Oke kalau gitu kita langsung saja berdoa dulu sebelum berangkat biar selamat sampai di tempat tujuan, berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, mulai!", pimpin pak Aan dan setelah itu kami langsung masuk ke bus masing-masing.

Beruntung aku masuk ke bus satu bareng Dodo, Angela, dan Daffa, ditambah ada Dewa yang ikutan satu bus juga. Sepertinya perjalananku akan menyenangkan. Busku jadi ramai dan suasananya asik banget karena ada Bani disini yang siap sedia jadi penghibur. Kemana pun dan kapan pun, dia selalu membawa gitarnya, sampai-sampai dia sempat kena semprot bu Maya karena nge mix lagu yang jadinya aneh tapi lucu.
"Hhh, kira-kira ntar disana kek gimana ya?", Tanya Angela padaku sambil membayangkan. Kebetulan Angela duduk disampingku, sementara didepanku ada Daffa dengan Dewa, dan dibelakangku ada Dodo dengan Koko.
"Hilih, kayak nggak pernah live in aja", jawabku singkat sambil meliriknya.
"Ya Cuma ngebayangin aja sih kayak gimana ntar disana"
"Tempatnya enak kok"
"Emang pernah kesana Zha?"
"Mmm, Cuma lewat doang sih waktu mau ke Dieng, tapi bagus kok pemandangan disana apalagi yang didaerah gunung Sindoro sama Sumbing.
"Seriusan?"
"Serius lah, hahaha"
"Hmm, semoga sesuai ekpektasi deh"
Selama perjalanan, aku terus memandangi suasana jalanan terutama saat berada di area daerah Temanggung diaman tempatnya penuh dengan suasana alam yang masih asri. Entah kapan terakhir kali aku pergi kemari. Hamparan pepohonan yang rindang, dimana disisi kiri dan kanan jalan ada sawah yang membentang luas ditambah langit biru yang indah dan cerah. Semua hijau dan indah. Alami.

Setelah hampir 3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai desa Angro Kencana Wonosobo. Kami semua berjalan menuju balai desa yang tak jauh dari tempat bus parker. Sesampainya disana, bu Ratna langsung memberi instruksi untuk istirahat sejenak sembari menunggu kepala desa sampai ke balai desa. Tak lama, bapak kepala desa sampai dengan ekspresi yang sangat senang.
"Selamat siang mas mbak semua dari universitas Bhakti Mulia, saya Hanggono kepala desa Angro Kencana. Saya senang karena panjengan sudi berkunjung ke desa kami ini. Sedikit informasi, desa kami adalah desa penghasil teh dan buah carica. Mayoritas warga desa adalah petani dan pekebun, tapi sebagian juga ada yang mendirikan indrustri olahan buah carica, buah khas Wonosobo", jelas pak Hanggono.

Setelah cukup lama mendengarkan sambutan dari pak Hanggono, kami langsung dibagi sesuai dengan kelompok dan orang tua asuh kami di desa. Aku satu rumah dengan Rama, dan dua anak dari jurusan antropologi Tyo dan Jimmy. Meskipun tidak serumah dengan teman dekatku, setidaknya ada Rama dan aku juga kenal dengan Tyo Karena dia anak club bahasa juga.

Aku dan kelompokku pergi ke rumah orang tua asuh kami. Bapak Jono dan Ibu kasih. Sampai dirumahnya, kami langsung disambut baik seperti anak mereka sendiri yang baru pulang dari perantauan. Beruntung karena rumah yang aku tempati cukup bagus dan nyaman, ditambah dekat dengan tempat mengolah buah carica karena kebetulan ibu kasih juga bekerja membuat syrup carica.
"Monggo mas masuk nggih, dipenakke mawon", ujar pak Jono yang artinya dibuat nyaman saja.
"Nggih pak, matur nuwun", jawab Rama sopan.
"Disini bapak kerja jadi petani teh di kebun teh belakang sana mas, terus ibu juga punya usaha bikin syrup buah carica"
"Monggo mas diunjuk rumiyen", suguh bu Kasih yang artinya silakan diminum dulu sambil meletakkan syrup carica dan buah carica.
"Makasi nggih bu", balas Jimmy.
"Mas-mas ini wonten acara punapa nggih?", Tanya bu kasih yang artinya mas ini ada acara apa.
"Gini bu, kita kesini mau live-in sekalian praktikum penelitian", jawab Tyo.
"Penelitian apa mas?", Tanya pak Jono lebih lanjut.
"Penelitian budaya sama perkembangan anak didesa ini pak bu", balasku.

Kami ngobrol cukup lama sampai sore, jadinya kami berempat lupa waktu kalau sore ini harus ke balai desa untuk persiapan buat melakukan penelitian besok pagi disalah satu SD yang akan kami kunjungi. Tak mau terlambat, kami berempat langsung berlari ke balai desa. Benar saja, dibalai desa sudah ramai.
"Habis dari mana kalian? Baru mandi ya?", Tanya bu Maya saat melihatku dan ketiga temanku sampai.
"Iya bu, tadi keasyikan ngobrol sama orang tua asuh kita, jadi lupa waktu deh, ini aja habis mandi kita langsung lari kesini", jawab Jimmy.
"Pantesan rambutnya masih acak adut gitu, ya udah duduk sini dengerin penjelasan dari bu Ratna sama pak Aan", suruh bu Maya.
"Jadi karena ada 12 kelas dari kelas 1-6 masing-masing dua kelas ya, dan kerana jumlah kita terbatas hanya 40 mahasiswa, nanti sekelas ada yang empat orang dan tiga orang", jelas bu Ratna mengenai pembagian kelas.
"Untuk pembagian kelompoknya sudah diatur oleh pak Rudi, jadi setelah ini pak Rudi akan membacakan pembagiannya setelah bu Ratna menjelaskan apa saja yang akan kita lakukan besok", tambah pak Aan.
"Besok, masing-masing kelompok harus menyiapkan materi fun learning untuk anak-anak disetiap kelas yang diasuh, nanti akan saya bagi form khusus tugas penelitian anak psikologi, dan yang antropologi dengan pak Aan nanti, habis ini langsung aja, tiap kelompok diskusi mau materi apa yang sesuai dengan form ini, jadi nanti di mix biar klop antara antropologi dan psikologi", jelas bu Ratna yang lalu membagikan form yang ia pegang.
"Yang namanya saya sebut langsung keluar cari tempat yang nyaman didekat balai desa ini aja untuk diskusi!", ucap pak Rudi menginstruksikan. "Kelompok kelas 3A, Antonio Satura, Daffa Araya, Martha Lina, dan Krystia Fara silahkan keluar dulu", sebut pak Rudi. Satu kelompok dengan Daffa, dan ada Martha teman SMAku dulu. Kami berempat langsung keluar dan memilih duduk di teras balai desa.
"Ye ye ketemu lagi nih Zha hahaha", kata Martha senang. "Terakhir kita kelompokan waktu dulu kelas 11 deh keknya"
"Iya juga ya hahaha, habis itu kelas 12 pisah kelas", balasku. Bernostalgia.
"Kalian udah kenal Mar?", Tanya Krystia.
"Udah dong, temen satu sekolah kita dulu", jawab Martha.
"Asik dong, berarti kita kerjanya bagus ntar", ucap Krystia senang.
"Oh iya, ntar kita mau gimana konsepnya? Kita dapet anak kelas 3", timpal Daffa bingung.
"Iya juga ya, agak susah nih ngatur anak kecil", ucapku.
"Mmm gini, kita anak antro kan tugasnya tentang meneliti budaya mereka sehari-hari sama lebih ke hubungan sosial, kalo kalian tentang?", Tanya Krystia memastikan.
"Kita sih tentang perkembangan psikis anak itu kalo disekolah sama lebih condong ke arah kepribadian si anak itu juga sih", jawabku.
"Nah pas, mereka kan anak kecil tuh, kenapa nggak kita kasih aja materi kelompokan gitu, ntar kita kasih games terus kelompok yang menang dapet hadiah", saran Martha.
"Bisa sih, tapi gimana konsep gamesnya?"
"Iya itu tadi, dibuat kelompok tapi kita yang milihin, terus kan biasanya anak kelas 3 udah ada yang maen musuh-musuhan nah kita coba jadiin satu kelompok tuh yang musuhan, kan ntar ketauan tuh semuanya", jelas Martha.
"Oke setuju!", ucapku, Daffa, dan Krytia bersamaan.
Diskusi kami berjalan cukup singkat dan tanpa hambatan. Hanya tinggal eksekusinya besok. Kami optimis hal ini bisa berhasil dengan baik.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ICE CRIME (Chapter 11)

11. SECOND : JATUH DARI ATAS KENYATAAN -------------------------------------------------------------- Pagi ini kegiatan fun learning ...