10. AFTER THAT
-------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------
Semenjak kak Roby
meninggal, kampusku sekarang menjadi sorotan dari semua orang. Bahkan
sampai media cetak dan digital, semua juga ikut membicarakan kasus ini.
Kasus mahasiswa tewas gantung diri di Universitas Bhakti Mulia. Sempat
ada rumor yang beredar dikampusku tentang spekulasi kematian kak Roby.
Mulai dari kematian yang murni bunuh diri sampai spekulasi jika
kematiannya adalah pembunuhan. Tapi percuma saja berspekulasi karena
bukti dari polisi sudah mengatakan bahwa kematian kak Roby murni bunuh
diri.
Sebenernya aku masih
belum percaya kalau kak Roby bunuh diri. Menurutku ada yang aneh disini.
Mulai dari perubahan sikapnya yang drastis sampai pada akhirnya dia
bunuh diri dengan cara yang mengenaskan. Aku terus mimikirkan tentang
hal ini meskipun tidak ada urusannya denganku.
Seminggu setelah
kematian kak Roby, beberapa mahasiswa khususnya para junior yang pernah
kak Roby bully dulu merasa senang karena sudah tidak ada lagi yang
mengganggu dan menyakiti mereka lagi. Lain halnya dengan kakakku, dia
merasa kehilangan rival abadinya. Aneh.
Libur seminggu.
Seharusnya aku yang bisa bersenang-senang ke Dieng bersama
teman-temanku, justru harus tertunda karena tugas yang numpuk.
Membosankan. Ku habiskan waktu liburanku hanya di rumah. Berteman
buku-buku dan tugas. Namun sesekali aku juga pergi bersama temanku. Tapi
hari ini tidak.
"Kak Yan nggak bosen apa di rumah mulu?", tanyaku pada kakakku saat menemaninya mengerjakan gambar bangunan.
"Nggak juga. Dibikin asik aja sih kalo kakak", jawab kakakku.
"Fany nggak ngajakin keluar gitu kak?"
"Ngajakin, tapi waktunya nggak pas mulu"
"Jahat"
"Apanya yang jahat?!", balas kakakku jengkel lalu menyentil jidatku keras. Sakit.
"Arrghh!! Sakit kak!", ucapku sambil mengusap jidatku.
"Makannya to ah. Eh dek, btw kamu masih kepikiran sama kasusnya roby?"
"Huum kak, masih ngerasa kek ada yang janggal gitu"
"Janggal gimana?"
"Ya aneh aja gitu, masak
ya mayatnya bisa gantung diri dikipas angin yang masih nyala", jelasku.
"Lagian kalo dinalar mana bisa juga kan kayak gitu"
"Hmmm iya juga sih, tapi kan polisi udah bilang kalo itu murni bunuh diri, petunjuknya juga udah jelas semua"
"Tapi kan aneh aja gitu kak", jawabku dan kakakku hanya memandangiku dengan tatapan penuh tanda tanya.
**
Rasa penasaran masih
menyelimutiku. Kuputuskan untuk pergi ke kampus malam ini. Ku ajak Dany,
Dodo, Daffa, dan Dewa untuk ikut menemaniku. Sepi dan sunyi. Itulah
kata yang tepat untuk mengganbarkan keadaan kampusku malam ini. Kami
semua langsung pergi ke gedung fakultas ekonomi tepatnya ke kelas
manajemen, lokasi bunuh diri kak Roby. Garis polisi masih terpasang rapi
di area kelas kak Roby.
Kondisi kelas masih
sedikit berantakan dan terdapat beberapa bekas investigasi dari polisi.
Ku lihat kipas angin yang masih kokoh diatas langit-langit. Ada sedikit
bagian dari salah satu baling-baling yang bengkok. Mungkin karena waktu
itu menahan beban tubuh kak Roby.
"Zha, kamu yakin mau nyari tau kasus ini?", tanya Dewa padaku sedikit takut.
"Yakin banget, soalnya aku ngerasa ada yang aneh aja", jawabku sambil melihat kondisi sekitar kelas.
"Serem juga lama-lama disini", cletuk Dodo ketakutan. "Udahan yuk Zha"
"Sabar kalik, kita belum nemuin apa-apa nih", balasku.
"Zha, disini udah nggak ada apa-apa", sahut Dewa.
"Kenapa nggak coba cek dilaci mejanya kak Roby?", tanya Dany.
"Iya juga, bentar deh aku cek dulu", kataku lalu mengecek laci mejanya.
"Gimana Zha?", tanya Daffa setelah aku selesai mengecek.
"Nggak ada apa-apa sih", balasku kecewa.
Tidak ada petunjuk lain
yang kami temukan setelah setengah jam lebih mencari. Kami keluar dari
kampus dengan tangan kosong. Mungkin kematian kak Roby memang murni
bunuh diri. Suasana malam kota yang dingin ditemani mendung, membuatku
semakin merasa sedikit sedih.
Malam ini Dewa menginap
dirumahku selama beberapa hari karena kamar kosnya sedang direnovasi.
Setidaknya aku memiliki teman untuk ku ajak ngobrol di rumah nanti.
Sampai dirumah ternyata kakakku sudah tidur. Tidak seperti biasanya.
"Zha, kenapa sih kamu ngebet banget buat nyari tau kematiannya kak Roby?", tanya Dewa padaku.
"Ya aku ngerasa ada sesuatu yang aneh aja, jadi aku pengen nyari tau", jawabku.
"Aneh gimana?"
"Sekarang gini deh, mana mungkin kak Roby gantung diri tapi posisi kipas anginnya masih nyala", jelasku.
"Ya kan tapi udah jelas itu kasus bunuh diri"
"Ah tau deh De, pusing sendiri aku jadinya"
"Kamu sih Zha terlalu mikirin itu"
"Iya sih, udah lah tidur aja De", ajakku pada Dewa.
**
"Betah disini De?", tanya kakakku pada Dewa.
"Iya kak, maaf ya kalo ngerpotin", jawab Dewa canggung.
"Nggak kok,
temen-temenku aja juga sering nginep disini apalagi Dodo", jawabku
senang. "Aku malah seneng ada temennya, suntuk soalnya berdua doang sama
tuh orang satu", tunjukku ke kakakku.
"Bukannya kak Bryant asik ya?"
"Asik aku tu, adekku aja yang lebay hahaha", sahut kakakku dan membuat Dewa tertawa.
Aku belum pernah melihat
Dewa tertawa lepas seperti ini. Rasanya lucu bisa membuat anak pemurung
itu tertawa. Hari ini kakakku mengajakku, Dewa, dan Fany pergi ke hang out bareng. Entah kemana itu, dan Dany juga tidak tahu kalau kembarannya pergi dengan kakakku.
Candi Gedong Songo
menjadi tujuan kami hari ini. Seperti yang aku perkirakan, aku dan Dewa
kan menjadi obat nyamuk saat kakakku dan Fany bermesraan. Kami berdua
sudah seperti bayangan bagi kakakku. Beruntung Fany tidak mengabaikan
kami berdua yang selama dimobil duduk dikursi belakang.
Suasana yang sejuk ditambah cuaca yang ceriah menjadikan kami semangat hang out meskipun aku dan Dewa harus terkacangkan sesekali. Kesalahan sebenarnya ikut orang pacaran pergi bareng.
"Dewa seneng banget kayaknya ya ay", tutur Fany pada kakakku senang.
"Iya hahaha", jawab kakaku lalu tertawa.
"Kamu bisa aja Fan", balas Dewa tersenyum malu.
"Kamu tuh kayak Daffa lama-lama hahaha", tukas Fany menyamakan. "Lucu, lugu, polos gimana gitu"
"Beda kalik hahaha", sahut kakakku. "Daffa lebih lempeng anaknya"
Dewa hanya membalasnya dengan senyuman lalu terdiam. Entah apa yang sedang terlintas di pikirannya sekarang.
**
Hari pertama masuk
kuliah setelah libur cukup lama. Menjengkelkan. Tapi untungnya pagi ini
jamnya bu Ratna, jadi tidak terlalu membuat hati panas.
"Mas, mbak saya mau
ngasih tugas praktikum untuk bulan depan. Jadi nanti kalian akan saya
bagi jadi beberapa kelompok untuk tugas ini", tutur bu Ratna memberi
tahu. "Nanti kalian melakukan observasi sekaligus penelitian mengenai
perkembangan psikologi anak usia dini, dan observasi ini akan dilakukan
di desa nantinya"
"Jadi kita berangkat bareng, bu?", tanya Rama.
"Iya betul, saya juga
sudah izin ke pihak kampus dan nanti kita akan ke Wonosobo, jadi
sekalian kita live-in bareng selama 3 hari disana", jawab bu Ratna.
"Dosennya yang ikut siapa aja bu?', tanya Angela lagi.
"Saya, pak Rudi, bu
Maya, sama pak Nando", jelas bu Ratna. Seketika satu kelas mendadak
jengkel sendiri setelah mendengar pak Rudi ikut.
Ya, tugas praktikum tiga hari di Wonosobo. Sepertinya akan menyenangkan.
*
"Males banget pak Rudi ikutan besok", tukas Dodo kesal.
"Nggak pa pa, biar kita jadi mahasiswa yang sholeh", balas Daffa polos.
"Sholeh apanya, bisa-bisa gila kita kalo tuh dosen satu ikutan", balas Dodo tambah kesal.
"Udahlah biarin aja kalik", kataku menengahi. "Ya udah aku duluan ya"
"Mau kemana, Zha?", tanya Daffa.
"Mau ke lapangan bola, nungguin kakakku latihan, bye", pamitku dan langsung pergi ke lapangan bola.
Lapangan bola sore ini
sangat ramai. Tidak hanya anak-anak yang latihan untuk lomba saja yang
datang. Ku cari tempat duduk yang nyaman. Akhirnya aku memilih duduk
dikursi dekat pohon besar dengan spanduk logo tim sepak bola kampusku
yang melingkar dibatangnya. Tempat yang cukup sepi, dan tidak panas.
Nyaman untuk dipakai tidur sebentar. Ku jadikan tasku sebagai bantal,
sedangkan jaketku ku tutupkan ke wajahku. Surga dunia.
"Woy Zha!!", teriak seorang cewek membangunkanku.
Ku buka jaketku. Ku lihat dia samar-samar. Ternyata itu Fany.
"Ngapain sih ngagetin aja?!", balasku sengit sambil memakai kacamataku.
"Maafin ya hahaha, udah disini aja kamu", ucap Fany.
"Iya barusan aja kok, kamu nungguin kak Yan?", tanyaku lalu menyuruhnya duduk disampingku.
"Hahaha, iya lah mau support kakak tingkat tersayang"
"Hilih, lebay ah, btw kakakku nggak suka yang panggilan gituan"
"Masak? Nih aku liatin chattnya sama aku", kata Fany lalu menunjukkan isi chattingnya dengan kakakku.
Ku amati dan baca isi
chatt itu. Tiba-tiba mataku tertuju pada chatt kakakku yang manja.
Seorang Bryanta yang galak, disiplin, atlet futsal dan tae kwon do, bisa
jadi manja banget dan terkesan childist. Aku jadi geli sendiri sambil membayangkan bagaimana ekspresi kakakku saat begitu.
"Jijik", ucapku singkat lalu mengembalikan ponsel Fany.
"Hahaha, kenapa coba?", balas Fany.
"Ya jijik aja ngebayangin kalo dia jadi kayak gitu"
"Nggak usah dibayangin, aku aja kalo chattingan sama dia sering ketawa sendiri dikamar hahaha", jawab Fany lalu tertawa lepas.
Tak lama kakakku datang
menghampiri kami yang sedang ngobrol. Seperti biasa, badannya basah
kuyup tertutup keringat yang mengalir deras. Hampir saja dia mau membuka
bajunya, tapi sudah mendapat tatapan tajam dari Fany. Kode keras.
"Udah lama disini dek?", tanya kakaku lalu duduk disampingku.
"Nggak juga", jawabku singkat. "Geseran dikit gih, bau!"
"Lebay! Cowok ya gini, makannya olah raga!"
"Dih males!"
"Udahlah, ay sssttt", sahut Fany.
"Nih bocah satu sih bikin emosi mulu", jawab kakakku lalu menjitak jidatku keras sampai bunyi.
"Arrghh!! Sakit ogeb!!", teriakku kesakitan lantas kupukul kakakku tapi berhasil ditangkis dengan mudah.
"Mukul gitu aja nggak
bisa", ledeknya santai sambil melepaskan tanganku yang digenggamnya dan
hanya ku balas dengan tatapan kesal.
"Udah ah pulang!", ucapku kesal dan beranjak dari tempatku sekarang.
"Lah kok gitu sih Zha, nggak asik ah", keluh Fany.
"Biarin ay emang ngambekan dia", sahut kakakku.
Tanpa menghiraukan Fany
dan kakakku, aku langsung berjalan menuju gerbang kampus. Untunglah aku
sudah memesan ojek online sejak keluar dari lapangan bola, jadi tidak
terlalu lama menunggu ojek itu datang.
**
Hujan. Lagi dan lagi.
Rasanya malas banget berangkat ke kampus kalo hujan, tapi berhubung hari
ini ada ujian dari bu Ratna apa boleh buat. Ditambah hari ini aku
berangkat bareng ayahku, jadi nggak bisa bolos.
Entah kenapa saat hujan seperti ini, aku bisa jadi baperan sendiri. Aneh.
Pagi ini adalah rekor
dikelasku. Hanya ada 12 anak yang datang ke kampus. Rasanya bukan
seperti sedang kuliah, tapi sedang les privat. Rata-rata temanku yang
absen ngakunya rumahnya kebanjiran, padahal itu semua hoax. Dosen
yang masuk ke kelasku hari ini sampai heran sendiri, termasuk bu Ratna
yang dengan terpaksa meniadakan ujian karena hanya ada sedikit mahasiswa
yang hadir. Tapi tetap saja yang tidak hadir diberi hukuman pengurangan
nilai. Sadis.
Walaupun hanya ada 12
anak yang hadir, tapi rasanya tetap seperti saat kelas utuh karena Bani
membuat kelas ramai. Mulai dari bermain gitar sambil mengajak nyanyi
satu kelas, sampai membuat guyonan yang absurd tapi lucu.
Biasanya kalau istirahat kelas semua mahasiswa langsung cabut ke kantin,
tapi kali ini lebih memilih dikelas untuk menghindari hujan.
Berbeda dengan
teman-temanku, aku lebih memilih pergi ke perpustakaan yang jaraknya
tidak jauh dari kelasku. Ngerjain tugas sambil dengerin lagu di youtube.
Tenang dan damai. Hampir tidak ada mahasiswa yang lalu Lalang di
koridor kampusku. Semuanya berada di kelas masing-masing. Dari kejauhan
aku seperti melihat seseorang yang sedang berjalanan cepat entah menuju
kemana.
Mendadak penyakit kepoku
kumat. Ku ikuti orang itu. Tiba-tiba berhenti didepan lorong arah ke
gedung fakultas ekonomi. Anak itu lantas balik badan. Dewa.
"Zha?!", ucap Dewa kaget.
"Hai", sapaku santai. "Mau kemana, De?"
"Engg... anuuu... ma..mau ke kelas", jawabnya gugup dan terbata-bata.
"Lah? Bukannya kelasmu jauh dari sini ya? Emang habis dari mana?"
"Iii..iya, tadi habis
dari perpustakaan minjem buku", katanya sambil menunjukan buku yang dia
pegang erat. "Kan kalo lewat lapangan nanti aku kehujanan, jadi muter
lewat sini"
"Oh gitu, kirain sih De"
"Ya udah ya, aku ke kelas dulu", tuturnya lalu langsung pergi. Setidaknya rasa kepoku bisa sedikit terkurangi.
Malam ini Dodo menginap dirumahku. Itung-itung sambil prepare
buat ke Wonosobo minggu depan. Aku hanya berharap semoga live-in
sekaligus praktikum minggu depan berjalan lancar, tidak merepotkan,
sinyal disana bagus. Rasanya aku bakal kangen sama kamarku saat pergi
besok. Rencana malam ini aku ingin pergi bareng Dodo untuk membeli
beberapa barang dan cemilan, tapi karena ibuku sudah memasak banyak
makanan dan kue, jadi niat itu kita urungkan.
**
H-1 sebelum berangkat
live-in dan praktikum. Belum berangkat saja tapi sudah mendapat info
dadakan yang sudah membuat anak psikologi kelasku malas. Ternyata besok
kami semua akan berangkat bareng kelas Antropologi B. Beruntung hanya
satu kelas psikologi yang ikut dan antropologi yang ikut, karena kelas
psikologi B sudah berangkat bulan lalu.
Berhubung hari ini
kelasku masuk hanya untuk pembekalan kegiatan, jadi pulang lebih awal.
Kesempatan ini kami manfaatkan dengan baik untuk menikmati saat terakhir
sebelum pergi ke Wonosobo. Aku, Dodo, dan Daffa langsung pergi bareng
untuk beli banyak cemilan dan makanan, mengingat perjalanan akan cukup
jauh dan pasti kita disana tidak diperbolehkan jajan.
"Segini cukup kali ya", kataku memastikan.
"Iya, udah banyak banget ini, berasa mau minggat aja kita", balas Dodo.
"Yakin Zha mau bawa segini banyaknya?", tanya Daffa ragu.
"Yakin lah, kan kita
nginep disana, ntar bawanya dibagi-bagi aja", jawabku sambil mengangkat
keranjang belanjaan yang isinya full oleh makanan.
"Ya deh ngikut aja", jawab Daffa pasrah.
"Yang penting kita nggak kelaperan ntar disana hahaha", cletuk Dodo.
"Iya ya bener juga Do", ucap Daffa setuju.
*
"Ya ampun dek, beli apa aja sih sampe barang bawaannya banget?", Tanya ibuku saat aku masuk ke rumah.
"Beli makanan doang kok, sekalian sama stok sabun, sikat gigi baru, sama laennya", jawabku santai.
"Hhhh bodo sih!! Pergi live in kayak mau minggat aja!!", sahut kakakku lalu menjitak kepalaku dari belakang.
"Arrghh!! Kebiasan og!!", teriakku jengkel. "Suka-suka lah, yang pergi siapa yang sewot siapa!"
"Husstt Yant! Jangan maen pukul kepala to ah, bahaya itu", tutur ibuku.
"Hahaha bercanda kok bu"
"Udah lah mau ke kamar dulu bu, males ada dia!!", ucapku dan langsung pergi ke kamarku.
"Ngambekan!! Baperan!!", ledek kakakku dari belakang dan tak ku hiraukan.
Ku letakkan semua barang
belanjaanku di dekat tas carrierku yang akan kubawa besok. Akhirnya
setelah sekian lama, tas carrier hijau yang tidak aku pakai sejak campingku
waktu SMA dulu, aku pakai lagi. Ku masukkan makanan yang aku beli ke
tasku tapi hampir saja tidak muat. Alhasil mau tidak mau, ku paksakan
agar bisa muat semua. Tak bisa kubayangkan seberapa berat bawaanku
besok.
**
"Halo mas mbak, sudah komplit belum ya kelas kita?", teriak bu Ratna memastikan kelengkapan anggota kelaskku.
"Lengkap 25 bu!!", sahut Rama seusai mengabsenkan.
"Sip!! Pokoknya nanti
selama tiga hari disana kita seneng-seneng bareng disana tapi juga
sambil belajar karena temen-temen antropologi juga gabung bareng kita,
ya meskipun jumlah mereka hanya 15 anak aja tapi nggak pa pa lah", tutur
bu Ratna semangat. "Oh ya, nanti kalian bakal dibagi jadi dua, sebagian
di bus satu dan bus 2 ya, nanti campur kok anak psikologi sama
antropologi", jelas bu Ratna yang lalu membagi kelasku menjadi dua
bagian.
"Oke baik ya mbak mas,
nanti perjalanan kita kurang lebih 2-3 jam ke Wonoboso. Cukup lama dan
jauh jadi kalau semisal ada yang pengen buang air kecil segera bilang ke
dosen pendamping dibusnya masing-masing nanti disana kalian akan dibagi
jadi beberapa kelompok yang rata antara anak psikologi dan antropologi,
dan satu rumah nanti ada empat mahasiswa", jelas pak Aan dosen kelas
antropologi. "Oke kalau gitu kita langsung saja berdoa dulu sebelum
berangkat biar selamat sampai di tempat tujuan, berdoa sesuai agama dan
kepercayaan masing-masing, mulai!", pimpin pak Aan dan setelah itu kami
langsung masuk ke bus masing-masing.
Beruntung aku masuk ke
bus satu bareng Dodo, Angela, dan Daffa, ditambah ada Dewa yang ikutan
satu bus juga. Sepertinya perjalananku akan menyenangkan. Busku jadi
ramai dan suasananya asik banget karena ada Bani disini yang siap sedia
jadi penghibur. Kemana pun dan kapan pun, dia selalu membawa gitarnya,
sampai-sampai dia sempat kena semprot bu Maya karena nge mix lagu yang
jadinya aneh tapi lucu.
"Hhh, kira-kira ntar
disana kek gimana ya?", Tanya Angela padaku sambil membayangkan.
Kebetulan Angela duduk disampingku, sementara didepanku ada Daffa dengan
Dewa, dan dibelakangku ada Dodo dengan Koko.
"Hilih, kayak nggak pernah live in aja", jawabku singkat sambil meliriknya.
"Ya Cuma ngebayangin aja sih kayak gimana ntar disana"
"Tempatnya enak kok"
"Emang pernah kesana Zha?"
"Mmm, Cuma lewat doang
sih waktu mau ke Dieng, tapi bagus kok pemandangan disana apalagi yang
didaerah gunung Sindoro sama Sumbing.
"Seriusan?"
"Serius lah, hahaha"
"Hmm, semoga sesuai ekpektasi deh"
Selama perjalanan, aku
terus memandangi suasana jalanan terutama saat berada di area daerah
Temanggung diaman tempatnya penuh dengan suasana alam yang masih asri.
Entah kapan terakhir kali aku pergi kemari. Hamparan pepohonan yang
rindang, dimana disisi kiri dan kanan jalan ada sawah yang membentang
luas ditambah langit biru yang indah dan cerah. Semua hijau dan indah.
Alami.
Setelah hampir 3 jam
perjalanan, akhirnya kami sampai desa Angro Kencana Wonosobo. Kami semua
berjalan menuju balai desa yang tak jauh dari tempat bus parker.
Sesampainya disana, bu Ratna langsung memberi instruksi untuk istirahat
sejenak sembari menunggu kepala desa sampai ke balai desa. Tak lama,
bapak kepala desa sampai dengan ekspresi yang sangat senang.
"Selamat siang mas mbak
semua dari universitas Bhakti Mulia, saya Hanggono kepala desa Angro
Kencana. Saya senang karena panjengan sudi berkunjung ke desa kami ini.
Sedikit informasi, desa kami adalah desa penghasil teh dan buah carica.
Mayoritas warga desa adalah petani dan pekebun, tapi sebagian juga ada
yang mendirikan indrustri olahan buah carica, buah khas Wonosobo", jelas
pak Hanggono.
Setelah cukup lama
mendengarkan sambutan dari pak Hanggono, kami langsung dibagi sesuai
dengan kelompok dan orang tua asuh kami di desa. Aku satu rumah dengan
Rama, dan dua anak dari jurusan antropologi Tyo dan Jimmy. Meskipun
tidak serumah dengan teman dekatku, setidaknya ada Rama dan aku juga
kenal dengan Tyo Karena dia anak club bahasa juga.
Aku dan kelompokku pergi
ke rumah orang tua asuh kami. Bapak Jono dan Ibu kasih. Sampai
dirumahnya, kami langsung disambut baik seperti anak mereka sendiri yang
baru pulang dari perantauan. Beruntung karena rumah yang aku tempati
cukup bagus dan nyaman, ditambah dekat dengan tempat mengolah buah
carica karena kebetulan ibu kasih juga bekerja membuat syrup carica.
"Monggo mas masuk nggih, dipenakke mawon", ujar pak Jono yang artinya dibuat nyaman saja.
"Nggih pak, matur nuwun", jawab Rama sopan.
"Disini bapak kerja jadi petani teh di kebun teh belakang sana mas, terus ibu juga punya usaha bikin syrup buah carica"
"Monggo mas diunjuk rumiyen", suguh bu Kasih yang artinya silakan diminum dulu sambil meletakkan syrup carica dan buah carica.
"Makasi nggih bu", balas Jimmy.
"Mas-mas ini wonten acara punapa nggih?", Tanya bu kasih yang artinya mas ini ada acara apa.
"Gini bu, kita kesini mau live-in sekalian praktikum penelitian", jawab Tyo.
"Penelitian apa mas?", Tanya pak Jono lebih lanjut.
"Penelitian budaya sama perkembangan anak didesa ini pak bu", balasku.
Kami ngobrol cukup lama
sampai sore, jadinya kami berempat lupa waktu kalau sore ini harus ke
balai desa untuk persiapan buat melakukan penelitian besok pagi disalah
satu SD yang akan kami kunjungi. Tak mau terlambat, kami berempat
langsung berlari ke balai desa. Benar saja, dibalai desa sudah ramai.
"Habis dari mana kalian? Baru mandi ya?", Tanya bu Maya saat melihatku dan ketiga temanku sampai.
"Iya bu, tadi keasyikan
ngobrol sama orang tua asuh kita, jadi lupa waktu deh, ini aja habis
mandi kita langsung lari kesini", jawab Jimmy.
"Pantesan rambutnya masih acak adut gitu, ya udah duduk sini dengerin penjelasan dari bu Ratna sama pak Aan", suruh bu Maya.
"Jadi karena ada 12
kelas dari kelas 1-6 masing-masing dua kelas ya, dan kerana jumlah kita
terbatas hanya 40 mahasiswa, nanti sekelas ada yang empat orang dan tiga
orang", jelas bu Ratna mengenai pembagian kelas.
"Untuk pembagian
kelompoknya sudah diatur oleh pak Rudi, jadi setelah ini pak Rudi akan
membacakan pembagiannya setelah bu Ratna menjelaskan apa saja yang akan
kita lakukan besok", tambah pak Aan.
"Besok, masing-masing kelompok harus menyiapkan materi fun learning
untuk anak-anak disetiap kelas yang diasuh, nanti akan saya bagi form
khusus tugas penelitian anak psikologi, dan yang antropologi dengan pak
Aan nanti, habis ini langsung aja, tiap kelompok diskusi mau materi apa
yang sesuai dengan form ini, jadi nanti di mix biar klop antara
antropologi dan psikologi", jelas bu Ratna yang lalu membagikan form
yang ia pegang.
"Yang namanya saya sebut
langsung keluar cari tempat yang nyaman didekat balai desa ini aja
untuk diskusi!", ucap pak Rudi menginstruksikan. "Kelompok kelas 3A,
Antonio Satura, Daffa Araya, Martha Lina, dan Krystia Fara silahkan
keluar dulu", sebut pak Rudi. Satu kelompok dengan Daffa, dan ada Martha
teman SMAku dulu. Kami berempat langsung keluar dan memilih duduk di
teras balai desa.
"Ye ye ketemu lagi nih Zha hahaha", kata Martha senang. "Terakhir kita kelompokan waktu dulu kelas 11 deh keknya"
"Iya juga ya hahaha, habis itu kelas 12 pisah kelas", balasku. Bernostalgia.
"Kalian udah kenal Mar?", Tanya Krystia.
"Udah dong, temen satu sekolah kita dulu", jawab Martha.
"Asik dong, berarti kita kerjanya bagus ntar", ucap Krystia senang.
"Oh iya, ntar kita mau gimana konsepnya? Kita dapet anak kelas 3", timpal Daffa bingung.
"Iya juga ya, agak susah nih ngatur anak kecil", ucapku.
"Mmm gini, kita anak
antro kan tugasnya tentang meneliti budaya mereka sehari-hari sama lebih
ke hubungan sosial, kalo kalian tentang?", Tanya Krystia memastikan.
"Kita sih tentang
perkembangan psikis anak itu kalo disekolah sama lebih condong ke arah
kepribadian si anak itu juga sih", jawabku.
"Nah pas, mereka kan anak kecil tuh, kenapa nggak kita kasih aja materi kelompokan gitu, ntar kita kasih games terus kelompok yang menang dapet hadiah", saran Martha.
"Bisa sih, tapi gimana konsep gamesnya?"
"Iya itu tadi, dibuat
kelompok tapi kita yang milihin, terus kan biasanya anak kelas 3 udah
ada yang maen musuh-musuhan nah kita coba jadiin satu kelompok tuh yang
musuhan, kan ntar ketauan tuh semuanya", jelas Martha.
"Oke setuju!", ucapku, Daffa, dan Krytia bersamaan.
Diskusi kami berjalan
cukup singkat dan tanpa hambatan. Hanya tinggal eksekusinya besok. Kami
optimis hal ini bisa berhasil dengan baik.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar