Jumat, 13 Juli 2018

ICE CRIME (Chapter 3)

3. SITUASI
--------------------------------------------------------------

Minggu pagi. Tak seperti biasanya karena aku harus bangun pagi. Ngantuk. Tapi karena menyenangkan, mungkin minggu pagiku tak terlalu buruk. Seperti minggu pagi lainnya, CFD di simpang lima selalu ramai. Tak cuma ramai orang, tapi juga ramai orang berjualan berbagai macam minuman, makanan, dan barang.
"Ke GOR Tri Lomba Juang kuy gengs", ajak Tasya.
"Kuy lah, gas pol!!", sahut Dany semangat. "Semangat to, Zha! Lesu amat sih", kata Dany dengan menyikut tanganku.
"Biasa si Zha nyawanya belum ngumpul noh hahaha", kata Dodo.
"Udah ngumpul kok, masih ngantuk aja", balasku. "Ya udah ayok ke TLJ", lanjutku.
"Balapan yok sampe sana, yang kalah bayarin makan buryam", ajak Dany.
"Hah?! balapan?! sehat kamu, Dan? kan TJL masih jauh", keluh Angela.
"Ayoo lah, biar sehat lagi", kata Dany merayu Angela.
"Ya udah deh", jawab Angela pasrah. "Kalian gimana geng?", lanjutnya bertanya.
"Aku ngikut aja sih", jawab Daffa.
"Ayok lah!!", sahutku, Tasya, dan Dodo bersamaan.

Setelah semua setuju, kita langsung berlari dari Plaza Simpang Lima ke GOR TLJ. Jarak yang cukup jauh memang. Diantara kita semua, Dany memang yang paling cepat karena dia juga seneng olah raga apalagi basket. 5 menit kemudian kita semua sampai di TLJ. Dan benar saja, Dany yang menang karena lebih dulu sampai. Tapi sialnya, aku yang kalah, alhasil aku lah yang harus nraktir temen-temenku buryam.
"Ya udah nih, sesuai perjanjian ya Zha haha", kata Dany.
"Iyaa santaaii aja, mau sekarang ato ntar habis olah raga di dalem?", tanyaku.
"Habis olah raga aja biar asik, nggak enak juga kan kalo makan dulu terus baru olah raga, ntar yang ada sudukan lagi", balas Tasya.
"Iya, Tasya bener. Olah raga kalo pas perut kosong kan lebih sehat juga", sahut Daffa setuju pada Tasya.
"Ya udah aku ngikut lah", kataku.
Olah raga pagi bareng temen, sambil ditemami udara pagi segar ditambah GOR TLJ yang sekarang jadi tambah bagus fasilitasnya. Mulai dari orang yang jogging, main bola, volly, dan skate board atau cuma sekedar duduk santai sambil selfie semua ada disini.
"Eh gengs, volly disana yuk, udah sepi tuh tempatnya", ajak Tasya.
"Ya udah yuk kesana, udah lama aku gak volly", kataku setuju yang dilanjutkan anggukan teman-temanku yang tandanya juga setuju.
"Eh bentar, kan volly 6 orang gimana kalo dibagi jadi 3 orang tiap tim? tapi kita kan ada 7 terus siapa yang rela gak main?", tanya Fany.
"Aku aja, aku jadi wasit aja, lagian aku juga gak terlalu bisa mainnya", kata Angela menawarkan diri.
"Oke udah pas, terus gimana pembagian timnya?", lanjut Fany bertanya.
"Gini aja, kan ceweknya 2, dibagi aja dulu", kata Daffa.
"Nah bener tuh Daffa, oke deh aku di tim A, Fan kamu di tim B ya", sahut Tasya.
"Kalo gitu kalian cowok-cowok rempong hompimpa gih hahaha", kata Fany.
Akhirnya aku, Daffa, Dodo, dan Dany hompimpa. Hasilnya aku, Dany dan Tasya di tim A, sementara Dodo, Fany, dan Daffa di tim B.
"Oke ya udah nih, dimulai ya 1... 2... 3... GO!", teriak Angela.

Setelah Angela memberi tanda mulai, kita semua langung bermain. Ya, volly memang salah satu olah raga yang aku sukai. Sejak SMP dulu aku aktif ikut ekstrakulikuler volly tapi waktu SMA aku memilih nggak ikut volly karena pengen nyoba hal baru.

Setelah hampir 1 jam kita bermain sambil seru-seruan bareng, kita semua selesai dan pergi dari TLJ sambil jalan bareng nyari tukang buryam.
"Hhh seru juga ya tadi, sampe lupa waktu haha", kataku.
"Iyaa sih seru, tapi Dany mainnya sadis tadi, dikira bola volly sama kayak bola basket apa ya", cletuk Angela.
"Hahaha, namanya juga anak basket maklum lah", sahut Dany tertawa.
"Udah lah ya, yuk buruan nyari buryam, laper nih", kata Dodo.
"Temen-temen, tuh ada buryam, katanya sih disitu enak", balas Daffa sambil menunjuk arah warung buryam didekat taman.
"Kalian aja yang makan ya, aku makan dirumah aja ntar", kataku.
"Lah kenapa, Zha?", tanya Daffa bingung.
"Si Zha gak doyan bubur dari dulu, dia jijik liat bentuknya hahaha", sahut Dodo.
"Beneran, Zha?", lanjut Daffa.
"Iyaa bener, udah gak usah dibahas", jawabku dan langsung berjalan.

**
Sampai rumah, aku langsung mandi dan seusai mandi aku masak untuk makan bersema kakakku. Beginilah yang aku lakukan saat ibuku tidak dirumah. Memasak. Dari dulu aku sering bantuin ibuku waktu masak, hasilnya iseng-iseng aku belajar masak juga. Meskipun kadang hasilnya sering ke asinan karena aku suka makanan yang asin. Prinsipku, makanan atau lauk yang asin itu lebih gurih dan enak. Sambil motongin ayam dan dengerin lagu, itu yang aku suka.
"Woy!! diem-diem bae sampe gak sadar kakaknya dateng", cletuk kakakku sambil menarik satu sisi earphoneku.
"Mulai resek!", sahutku jengkel sambil meletakkan pisau.
"Hahaha, iya deh maafin. Aku bantuin sini, apa aja yang belum?", kata kakakku.
"Emmm, apa ya, aku cuma pengen goreng ayam doang sih, nasi juga udah aku masukin ke rice cooker, bikin sambal terasi bisa?", kataku sambil menunjuk bahan sambal.
"Kamu tinggal bilang aja stepnya apa aja, ntar aku lakuin"
"Ya udah gini, pertama tumis dulu lomboknya, bawang putih, sama terasinya", suruhku yang dilanjutkan oleh kakakku.
"Udah nih, terus apa lagi?", sahut kakakku sembari mengambil tumisannya.
"Anu, tinggal uleg aja kan semuanya itu, bisa nggak?", tanyaku. "Oh ya sekalian bawang merah, bawah bombay, terus garam sama gulanya itu ditambahin juga ntar", lanjutku yang masih sibuk memotong ayam.
"Bisa-bisa kalo nguleg doang, tapi ini apa gak kebanyakan?"
"Nggak lah, bisa buat makan siang sampe malem juga itu, jadi nanti waktu aku tinggal siaran kak Yan gak usah beli makan diluar"
"Iya iya, tapi itu bumbu ayamnya asin gak tuh? kalo asin gak mau kakak", balas kakakku sambil menguleg sambal terasinya.
"Enggak kok, nih icipin aja kalo gak percaya", balasku sambil menyodorkan bumbu ayam goreng. 
 Sebenernya pas banget ada kakakku, jadi ada orang yang ngicipin dulu biar tau asin atau nggak masakan yang aku buat.
"Mmm, nggak keasinan sih, udah pas dek", ucap kakakku sesaat setelah mencicipi bumbu buatanku. "Nih sambelnya icipin juga, udah pas belum", lanjut kakakku.
Ku ambil cobek itu dan ku cicipi sambal buatan kakakku. Enak. Itulah yang kurasakan dari sambal terasi itu. "Nggak nyangka enak juga", kataku dalam hati.
"Gimana?", tanyanya menunggu.
"Udah pas kok, enak pedesnya", jawabku yang langsung lanjut menggoreng ayam.
"Terus apa lagi nih dek yang belum?"
"Udah semua kak, nyiapin meja makan gih"
"Ya udah, sambelnya aku bawa sekalian ya", ucapnya dan.langsung menuju meja makan.

Setelah selesai semua, aku dan kakakku makan bersama. Sepi rasanya nggak ada ayah sama ibu di rumah. Biasanya aku paling seneng kalau dirumah sendirian, tapi anehnya kali ini beda banget rasanya.
"Habis ini aku aja yang cuci piringnya dek", kata kakakku menawarkan.
"Terserah kak Yan aja", jawabku singkat.
"Nanti berangkat aku anterin ya, sekalian aku mau ke rumahnya temenku"
"Rumah temen apa temen?", godaku.
"Temen, orang ke rumahnya Adnan", jawab kakakku.
"Oh kirain, btw dapet salam tuh dari temenku haha", kataku menggoda.
"Dari siapa? Fany ya", jawab kakakku santai.
"Kok Fany?", tanyaku kaget. Aku langsung bingung waktu menyebut nama Fany.
"Nebak aja sih dek hahaha", jawabku sambil tertawa.
Dalam hati aku langsung lega. Ku pikir kakakku tau kalau Fany naksir sama dia.

**
"Udah ya kak, ati-ati", ucapku dan langsung berpamitan dengan kakakku.
"Nanti aku jemput, jangan lupa sms", jawabnya.
"Waah-waah ada Bryant to", sahut seorang wanita dari belakangku. Mbak Yulia.
"Eh Yulia, pa kabar? lama gak ketemu", sapa kakakku yang langsung turun dari motornya dan salaman dengan teman lamanya itu.
"Baik kok, kamu gimana? tambah tinggi aja perasaan", balas mbak Yulia.
"Baik juga haha, masak tambah tinggi sih? padahal tak pikir adekku yang tambah pendek hahaha", jawabnya sambil melirik dan meledekku.
"Iya aku pendek! puas!", sahutku jengkel. Aku paling sensi kalau diomongin soal tinggi badan sama kakakku.
"Jahat kamu Yan, hahaha, jangan gitu kalik", kata mbak Yulia.
"Hahaha, santai aja, dia udah biasa aku gituin", ucap kakakku.
"Btw kamu mau ikutan reuni gak? anak-anak yang lain udah nanyain tuh dari kamaren", tanya mbak Yulia.
"Emm aku liat-liat dulu ya, kalo gak sibuk nugas aku ikutan deh, ntar aku bilang kamu", balas kakakku.
"Hmmm alibi doang tuh mbak, sok sibuk dia", sahutku.
"Apaan sih pendek sewot mulu, iri ya? hahaha", sahut kakakku meledek lagi.
"Bodo amat lah, bye!", kataku jengkel dan langsung masuk ke studio siaranku.
"Ngambek tuh Yan adekmu, kamu sih jahat", ucap mbak Yulia. "Ya udah aku pulang duluan ya, bye see you", lanjutnya dan langsung pulang.

Belum mulai siaran, moodku sudah hilang. Untung hari ini siaran radioku cuma 4 jam sampai jam 6 sore jadinya unmoodku tadi nggak terlalu memengaruhi mood siaranku. Siaran minggu emang yang paling seru sebenarnya. Biarpun siang tapi studio sepi jadi aku bebas bisa karaokean kalo pas lagi nggak siaran. Kadang saat bernyanyi, aku ngrasa kalau didunia milikku sendiri. Bebas dan yang penting aku bisa berekspresi menjadi diriku sendiri.

2 jam siaran rasanya biasa saja. Nggak seperti biasanya yang kalo siaran minggu aku bisa semangat banget karena hype-nya beda. Entah karena moodku yang sedang tidak baik, lagu-lagu siarannya yang bikin bosan karena lagunya nostalgia semua atau karena lagu yang aku pakai karaoke lagu yang itu itu mulu. Saking gabutnya, aku sampai nge spam di grup chatt klikku. Alhasil karena spamku banyak, Tasya dan Fany sampai marahin aku. Karena udah bosan banget, akhirnya aku memilih buat nonton film disela-sela siaranku, tapi tetap saja hal ini kurang bisa membuatku senang. Siaran minggu yang kurang menyenangkan.

Selesai siaran aku langsung pulang ke rumah setelah dijemput kakakku. Sampai rumah, ku lanjutkan lagi aktivitas membosankanku. Mengerjakan tugas. Untung saja tugas buat besok tidak terlalu banyak, jadi aku cepat mengerjakannya dan bisa tidur awal supaya tidak kesiangan besok.

**
"Eh guys, udah tau kabar baru belum!?", tanya Angela heboh. Baru pagi tapi sudah disambut dengan Angela yang heboh sendiri.
"Kabar apaan? pagi-pagi udah heboh sendiri", sahut Dodo.
"Nih liat deh, dibaca coba", kata Angela sambil menyodorkan secarik kertas.
"Apaan nih?", kata Daffa yang langsung mengambil kertas itu dsn membacanya. "Wow, akhir november kita udah uts", lanjutnya setelah membaca kertas itu.
"Yang bener aja, bulan depan dong", sahutku kaget.
"Kok kaget, Zha? bukannya kalo ada ujian ato apa kamu santai-santai aja", kata Daffa dengan ekspresi datarnya.
"Ya bukannya gimana-gimana sih, tau sendiri kan dosen kita kayak gimana, ngasih materi aja bikin bingung, kalo kita nanya dianya marah, kan serba salah", jawabku.
"Tapi seenggaknya kan mereka kalo ngasih soal gak susah-susah amat", balas Daffa.
"Haadeehh, jatah gak dibolehin hang out deh nih", ucap Angela lesu sambil menyandarkan kepalanya ditembok.
"Lha kan orang tuamu gak bakal tau juga kan kalo pihak kampus lupa ngasih durat edarannya", kata Dodo.
"Iyaa, tapi kalo nilaiku jelek kan alemong aku", jawab Angela.

UTS. Aku yakin sebulan ini gak bakalan bisa kemana-mana. Mau nggak bilah ayah sama ibuku pun percuma karena kakakku pasti bakal ngomong duluan. Sial bener nasibku ini harus terus-terusan sekolah tempatnya sama bareng kakakku. Sebenernya UTS atau ujian bukan masalah yang besar. 

Bahkan saat test masuk ke universitasku ini pun dulu aku hanya belajar H-1 sebelum test. Padahal test masuk universitasku termasuk test yang sulit. Terbukti dari jumlah mahasiswa dan mahasiswi di kampusku yang tidak sebanyak di tempat lain, apalagi jurusan psikologi termasuk jurusan yang sulit untuk masuknya. Sulit masuk, lulusnya pun juga sulit, ditambah dosen-dosennya yang menurutku ajaib. Mulai dari pak Rudi yang jarang menjelaskan tapi kalau ngasih tugas sulitnya minta ampun, lalu bu Christin yang kalau ngasih nilai pelitnya luar biasa, sampai pak Yosi yang kalau masuk kelas sering ngadain kuis mendadak yang entah soalnya dia dapat dari mana. Inilah yang membuat anak psikologi di kampusku terkenal sebagai mahasiswa yang paling kuat. Kuat fisik, kuat iman, dan yang pasti kuat mental.

Selesai kelas, aku dan teman-teman cowok di kelasku ada acara rutin pertandingan futsal antar anak satu kelas. Kelasku untuk masalah futsal memang jago biarpun masih junior. Sebenarnya aku malas buat ikut acara ginian tapi karena dipaksa teman-temanku dengan iming-iming ditraktir makan. Tapi dengan perjanjian aku nggak ikut main, namun cuma nungguin dan jadi P3K. Alasanku simpel, karna aku tidak bisa main bola dan dulu waktu SMA aku pernah ikut PMR biarpun sering parno sendiri karena aku punya phobia berat sama yang namanya darah. Hal ini karena dulu aku punya trauma berat dengan darah.
"Zha, kamu yakin gak mau ikut maen?", teriak Rama dari lapangan futsal.
"Nggak ah, aku support aja disini, kalo ada yang cidera langsung bawa kesini!", sahutku.
"Main aja kalik, Zha. Gak gabut apa disitu sendirian", teriak Rama lagi.
"Gabut? Nggak bakal lah, liat kalian aja aku udah capek sendiri", balasku sambil mengecek kotak P3K yang dibawa Bani. "Eh, kok obat merahnya gak ada?", teriakku bertanya dari pinggir lapangan.
"Oh iya lupa! Obat merahnya habis, belum beli lagi", sahut Bani membalas.
"Kebiasaan si Bani, lupa beli mulu", kata Sandy.
"Makannya kalo disuruh iuran jangan pada molor", ucap Bani jengkel.
"Ya udah ntar aku aja yang beli sekalian yang belum ada aku beliin juga", kataku menengahi. "Udah lanjut main sono, awas kalo sampe gak ada yang cidera hahaha", lanjutku sambil tertawa.
"Sadis kamu, Zha! pengennya temennya celaka", sahut Fendy jengkel.
"Hahahaha, bercanda dong gengs, semangat!!", balasku.

**
"Hhh capek", keluhku sambil tiduran di sofa ruang keluarga rumahku.
"Gak siaran kamu dek?", tanya kakakku.
"Enggak, lagi tukeran sama mas Anto jadi hari ini libur dulu", jawabku.
"Udah makan tadi siang?", tanya kakakku lagi.
"Udah tadi di traktir sama temenku"
"Oh iya, tadi ibu nelfon, besok mau pulang, terus nanya mau dibeliin apa"
"Apa ya, di Jogja kan udah sering juga, palingan baju aja deh", kataku berpikir.
"Baju doang? gak mau yang lainnya?", tanya kakakku.
"Lah apaan lagi, palingan bakpia patok, baju sama aksesoris"
"Ya udah ntar aku nelfon ibu lagi"
"Btw ibu sama ayah pulangnya pagi?"
"Sore katanya, ya udah kamu mandi sana"
"Iyaa bentar, masih capek"

Setelah cukup lama tiduran disofa, aku langsung mandi dan setelah itu ngerjain tugas lagi sambil dengerin lagu. Ngerjain tugas ditemani lagu apalagi nggak siaran emang yang paling syahdu. Sambil ngetik sambil nyanyi. Surga dunia bagiku.

~tok tok tok~
"Masuk aja kak!", teriakku.
"Lagi ngapain?", tanya kakakku sambil masuk ke kamarku.
"Bikin tugas aja, kenapa?", tanyaku balik.
"Nggak pa pa sih, suntuk aja di bawah, acara tv bikin bosen semua", jawabnya sambil duduk didekat kasurku dan memainkan rubikku.
"Tumben suntuk, biasanya banyak tugas, belajar"
"Udah selesai semua tugasku, santai jadinya, eh iya denger-denger kelasmu futsalnya jago ya?"
"Ya gitu deh, kenapa emang? mau ngajakin tanding?"
"Pengennya, kalo bisa tanding sama kelasku kapan-kapan, anak kelasku udah nungguin"
"Ntar aku bilangin ke Rama, kapan enaknya"
"Oke siap, aku tungguin pokoknya. Btw besok aku libur, tapi besok pagi temen-temenku mau kesini"
"Kok tumben banget, ada apa emang?"
"Mau ngerjain project tugas praktek bareng, besok kamu bangun pagi ya, bantuin kakak nyiapin makanan"
"Boleh, tapi apa dulu jaminannya?"
"Dih masih minta jaminan, ya udah ntar aku beliin mie ayam yang di deket kampus"
"Oke boleh, bangunin aku besok"
"Iyaa besok aku bangunin"

**
Jam 8.
Itulah yang aku lihat saat aku membuka mata. Tumben aku bisa bangun tanpa harus dibangunkan kakakku. Setelah itu, aku langsung bangun dan mencuci mukaku dan keluar kamarku untuk menuju ke dapur. Belum sampai di dapur, aku sudah melihat ada 4 orang di ruang tamuku. Palingan itu temannya kakakku.
"Lah udah bangun, baru aja mau kakak bangunin", kata kakakku saat bertemu denganku.
"Udah bangun, itu cuma 4 orang doang?", tanyaku sambil melirik teman kakakku.
"Iya, gimana enakknya? Kamu bisa kan bikin roti?", tanya kakakku.
"Roti? Emang ada bahannya?", tanyaku kembali sambil berpikir. Sebenarnya ini hanya alibiku saja bertanya soal bahan roti. Karena aku trauma bikin roti, pasti hasilnya nggak bakalan enak.
"Nggak tau, ya udah kamu bikinin apa aja gitu", jawab kakakku.
"Kenapa nggak kak Yan beli aja snacknya, kalo masalah bikin makan siang aku masakin ayam sama tempe kan, minumannya gampang lah", kataku sambil menuju ke dapur.
"Ya udah aku beli snack dulu ya", ucap kakakku yang langsung pergi.

Sampai di dapur, aku langsung mengambil syrup untuk menyiapkan minuman. Sambil mengumpulkan nyawa karena masih sedikit mengantuk, aku berusaha buat focus, karena takutnya nanti syrup yang aku buat kurang manis atau malah kemanisan. Selesai membuat minuman, aku langsung mengantarnya ke teman-teman kakakku di ruang tamu.
"Ini kak minumannya diminum dulu", kataku sambil meletakkan nampan minuman di meja.
"Oh ini adeknya Bryant ya", kata salah satu teman perempuan kakakku. "Lucu banget sih kamu dek", lanjutnya.
"Bukannya kamu anak psikologi ya", kata temannya yang lain.
"Iya kak hehehe, monggo kak, aku ke dalem dulu", balasku dan mau masuk lagi ke dalam.
"Ehh disini dulu, buru-buru amat, kan belum kenalan. Kenalin aku Aura", kata kak Aura sambil mengajak salaman.
"Iya", balasku menyalaminya. "Aku Zha, salam kenal kakak-kakak semua", lanjutku canggung.
"Oh iya, ini Vendra, Saskia, sama Al", kata kak Aura sambil menunjuk satu per satu temannya itu.
"Kamu berapa umurnya, dek?", tanya kak Saskia padaku.
"Baru 17 kak", jawabku.
"Eh muda banget, sama kayak Bryant dong. Dia juga setaun lebih muda dari kita-kita", kata kak Saskia heran sambil menuang syrup dari teko.
"Iya kak, aku dulu kecepetan sih masuk sekolahnya, kalo kak Yan emang dulu akselerasi", jawabku.
"Pantesan si Bryant pinter banget hahaha", sahut kak Al geli.
"Oh iya, kenapa kamu gak masuk fakultas Teknik aja?", tanya kak Vendra.
"Anu kak, dulu waktu SMA aku IPS hehehe, lagian juga aku gak bisa ngutak-ngatik barang", jawabku malu-malu.
"Loh gak pa pa kok, temenku ada juga anak IPS yang masuk Teknik", balas kak Saskia.
"Enggak kak, gak ada passion disana hehehe", jawabku. "Oh iya itu kak Yan udah dateng, aku masuk dulu ya", lanjutku setelah mendengar suara motor kakakku datang dan langsung masuk.

Setelah sampai di dapur, aku langsung meletakkan nampan dan mengambil tempe, daging ayam, dan bumbu-bumbu yang aku perlukan dikulkas. Lalu, ku siapkan alat-alat untuk masaknya, itung-itung aku masak juga buat sarapanku dan kakakku.

Ku potong daging ayam yang aku ambil pelan-pelan karena aku masih sedikit ngantuk. Ku lihat kakakku sedang sibuk sendiri memasukan snack yang dia beli ditoples. Entah kenapa aku jadi geli sendiri kalau lihat kakakku panik, apalagi buru-buru, pasti ada aja hal lucu atau nggak hal aneh yang dia buat, kayak tadi pun dia sempat mencampurkan 2 snack dalam 1 toples karena saking buru-burunya. Konyol. Itulah 1 kata yang terlintas dipikiranku saat itu.

Hampir 45 menit waktuku habis untuk masak. Nasi goreng, ayam dan tempe goreng. Masakan paling. praktis dan yang pasti paling mudah aku bikinnya karena nggak terlalu ribet.
"Kak Yan!!", teriakku dari dalam dapur memanggil kakakku. "Kak sini cepetan!!", teriakku lagi.
"Apaan sih dek! Manggil sekali aja kan bisa!", sahut kakakku jengkel saat sampai di dapur.
"Nih bantuin bawa, sekalian sarapan", kataku.
"Lah buat siang?", tanyanya.
"Ntar siang pesen aja, tapi habis ini aku bikinin gorengan"
"Ya udah, yuk bawa", jawab kakakku sambil membawa semua makanan ke ruang tamu.
"Repot-repot banget sih, Yant?", sahut kak Aura saat dia melihatku dan kakakku muncul bawa masakan banyak.
"Nggak pa pa, sekalian sarapan gengs", jawab kakakku saat meletakkan semuanya di meja. "Ini adekku yang bikin, cobain deh", lanjutnya
"Kayaknya enak sih ini", sahut kak Al.

Kami semua makan bersama di ruang tamu, sambil ngobrol dan bercanda bareng. Awalnya aku berpikir kalau teman-teman kakakku hampir sejenis sama dia. Perfectionis, gak asik. Tapi ternyata beda banget. Mereka justru lebih asik dari kakakku, padahal aku baru kenal sama mereka semua tapi sudah nyaman bareng mereka.
"Oh iya, Bryant kalo dirumah kayak gimana, dek?", tanya kak Saskia. Kakakku langsung melirikku tajam.
"Galak banget kak", ucapku santai tanpa peduli dengan dia.
"Gak kaget lah hahaha, 11 : 12 waktu ospek dulu, ya nggak", kata kak Aura. "Kirain galaknya Cuma pas ospek doang, eh ternyata sama adekknya sendiri juga", lanjutnya sambil menahan tertawa.
"Tau gak dek, dia kalo di kampus banyak yang naksir lho hahaha", cletuk kak Vendra sambil menyikut kakakku.
"Bohong ding, jangan percaya dek, sesat dia", sahut kakakku.
"Percaya kok kak", sahutku setuju dengan kak Vendra.
"Noh, adekmu aja percaya hahaha", balas kak Vendra sambil tertawa geli.
"Kompor emang si Vendra", sahut kak Saskia. "Btw kamu nanti kuliah dek?", tanya kak Saskia padaku.
"Iya kak, berangkat siang aku hari ini", jawabku.
"Oh gitu, kirain libur. Berarti Cuma jurusan kita aja yang libur", kata kak Saskia.
Selesai makan bareng, aku dibantu kak Aura sama kak Saskia buat mencuci piring. Awalnya aku sempat menolak, tapi karena dipaksa mau sama kakakku, akhirnya aku mau. Sejenak aku merasakan kalau punya kakak perempuan.
"Kamu pinter masak juga ya Zha", kata kak Saskia.
"Iya bener, aku jadi ngrasa gagal jadi cewek gara-gara nggak bisa masak hahahaha", sahut kak Aura.
"Mmm nggak juga kok kak, masih belajar juga sama ibuku", jawabku malu.
"Kamu anaknya pemalu juga, beda banget sama kakakmu itu", kata kak Aura dan hanya ku balas dengan senyuman.

**
Jam 1 siang, aku langsung berangkat ke kampus meninggalkan kakakku dan teman-temannya yang sibuk bikin miniatur gedung yang kayakknya ribet banget. Sampai di kampus, aku langsung ke kelas. Berharap hari ini pak Rudi nggak masuk karena aku sedang malas dengan pelajarannya. Di kelas aku hanya membaca buku sambil menunggu jam pelajaran dimulai. Entah kesambet apaan sampai di kelas aku langsung baca buku, padahal biasanya ngobrol bareng temenku atau main game di laptop.

Baru sebentar membaca buku, konsentrasiku sudah terganggu sama Bani yang sedang mengerjai Nurul habis-habisan yang akhirnya membuat Nurul jerit-jeritan di kelas karena ulah Bani. Bani memang yang paling usil dikelasku. Nggak cuma ke anak satu kelas aja, bahkan dosen pun kadang kena usilannya Bani. Contohnya Pak Yosi. Pak Yosi paling anti kalau ada mahasiswa yang bawa kalkultor waktu kuis atau ujiannya, padahal dia kalau ngasih soal statistika angkanya susah dihitung manual sampe bikin pusing. Tapi waktu itu Bani pernah nekad bawa kalkulator di kelas waktu kuis dadakan. Alhasil dia kena marah pak Yosi dan kertas kuisnya dirobek tapi kertas yang dirobek pak Yosi itu kertas coret-coretan yang sudah dituker Bani, dan pak Yosi nggak sadar kalau dia salah ngerobek kertas.
"Ban udah dong, berisik nih kelasnya, balikin tasnya Nurul", suruh Rama pada Bani dengan sabar. Sebagai ketua kelas, Rama termasuk yang paling sabar ngadepin hal ginian. Dia juga yang paling gercep kalo kelasku lagi ada sesuatu. Maklum, Rama anak yang itungannya displin. Mendengar perkataan Rama tadi, akhirnya Bani mengembalikan tas Nurul. Tapi endingnya Bani malah kena pukul sama Nurul karena saking jengkelnya dan hal ini bikin satu kelas tertawa geli sendiri.
"Karma kamu, Ban hahaha", cletuk Dodo sambil tertawa keras.
"Ganas emang nih anak, udah dibalikin bukannya makasih, malah dipukulin", sahut Bani yang pipinya merah karena kena tampol dari Nurul.
"Biarin! Salah sendiri jadi iblis!", balas Nurul jengkel.
"Awas jodoh ntar, biasanya yang sering musuhan ntar jadi jodoh", ucap Daffa datar yang membuat anak di kelasku semakin tertawa.
~Tet tet tet tet~ Bel masuk berbunyi. Anak-anak kelasku langsung duduk manis dikursinya masing-masing.
"Halo selamat sore mas mbak semua", sapa Bu Ratna yang memasuki kelasku. "Sore ini saya ada tukar jadwal dengan pak Rudi karena minggu kemarin kita sempat nggak ketemu ya, dan pas banget karena sore ini saya ada informasi penting untuk mas mbak semua", lanjut bu Ratna yang langsung mengeluarkan kertas dari tasnya.
Selain dosen psikologi dasar, bu Ratna juga menjadi dosen wali untuk kelasku.
"Ketua kelas, mas Rama?", kata Bu Ratna sambil mencari posisi Rama.
"Ya saya bu!", sahut Rama cepat sambil mengacungkan tangannya.
"Oke baik, karena ketua kelas ada, jadi ada saksinya untuk hal ini", lanjut bu Ratna yang membuat satu kelas bingung ada apa sebenernya.
"Saya kemarin dapat omongan dari dekan, katanya anak kelas ini hampir semuanya tidak ada yang ikut UKM atau gampangannya ekstrakurikuler. Saya nggak mau ya, kalau kelas kita dapat omongan yang jelek dari dosen lainnya, karena kelas kita ini sudah terkenal kelas yang cukup baik, jadi saya pengen kalau mas mbak semua khususnya yang belum ikut UKM untuk segera ikut salah satu atau salah dua. Karena dengan ikut UKM, itu cukup membantu untuk nilai plus, dan juga mempermudah kelulusan kalian, paham ya?", jelas Bu Ratna.
"Paham, bu!!", sahut 1 kelas.
"Oke saya mau tanya, siapa yang sudah ikut UKM?", tanya bu Ratna dan sesaat setelah itu diikuti oleh 5 anak dari kelasku yang mengangkat tangan.
"Loh kok baru 5?! Padahal kelas kita ada 25 anak lho", kata bu Ratna kaget. "Begini, ini saya kasih edaran, form, dan daftar UKM yang ada di universitas kita, besok saya mau semuanya sudah mengumpulkan formnya ke saya, setuju ya bagi yang belum", lanjut bu Ratna.
"Setuju, bu!!", sahut kelas.
"Hukumannya kalau ada yang nggak ngumpulin besok dan ketauan tidak ikut, nilai untuk makul saya akan saya kurangi", ancam bu Ratna.
"Loh kok gitu sih, bu?", cletuk Bani.
"Biar kapok", jawab bu Ratna singkat. "Ya sudah ini saya bagikan semuanya", lanjut bu Ratna yang lalu membagikan edaran, form, dan daftar UKM ke semua anak kelasku.

Setelah mendapat semua itu, aku sempat berpikir sejenak. Di luar sana aku ada pekerjaan jadi penyiar radio, dan sekarang aku harus ikut setidaknya 1 UKM, aku yakin kegiatanku akan semakin padat dan aku takut hal ini mengganggu waktuku. Sebenarnya aku bisa saja meminta jam siaran radioku dikurangi, tapi kalau itu terjadi sama saja nanti gajiku juga ikut berkuang karena bayaranku dihitung per jam siaran. Menyusahkan. Mungkin itu kata yang tepat untuk situasiku saat ini yang mengharuskan aku mengalami dilemma harus mengorbankan pekerjaanku atau nilaiku yang dikurangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ICE CRIME (Chapter 11)

11. SECOND : JATUH DARI ATAS KENYATAAN -------------------------------------------------------------- Pagi ini kegiatan fun learning ...