Jumat, 13 Juli 2018

ICE CRIME (Chapter 11)

11. SECOND : JATUH DARI ATAS KENYATAAN
--------------------------------------------------------------

Pagi ini kegiatan fun learning kami dimulai. Aku tidak bisa membayangkan harus menjadi guru untuk anak SD. Merepotkan. Sampai didepan kelas, aku dan ketiga temanku sudah disambut oleh anak-anak yang semangat. Semangat karena tidak ada pelajaran. Baru masuk dikelas, perhatianku sudah tertuju pada satu anak yang duduk sendiri dibelakang kelas. Ku senggol Daffa dan kuberi dia kode untuk melihat anak itu tapi nampaknya dia tidak peka dengan yang maksud dan justru malah melihat ke arah lain.
"Halo adek-adek selamat pagi!!", sapa Martha pada anak-anak kelas 3 itu. "Perkenalkan ya, nama kakak Martha, ini temen kakak, kak Krystia, kak Zha, sama Kak Daffa"
"Halo kak!!", sahut mereka semua kompak.
"Oh iya, udah bawa kartu namanya belum nih?", tanya Krystia.
"Udah kak", jawab mereka lagi yang lalu mengangkat kartu nama yang dibawa.
"Ada yang nggak bawa?", tanya Daffa sambil melihat satu kelas namun mereka tidak menjawab. "Zha, bantuin ngomong kek", bisik Daffa padaku.
"Bantuin gimana? Aku paling nggak bisa ngomong sama anak kecil", bisikku balik. Ya, aku memang anak yang kaku kalau sama anak kecil. "Ee... Adek-adek... eengg... sekarang duduk dulu ya dikursinya", kataku terbata-bata.
"Iyaa kak", jawab mereka kompak lagi.

Tak lama setelah anak-anak itu duduk, Krystia langsung membagi 20 anak itu menjadi lima kelompok. Namun anehnya, saat anak yang bernama Fino dimasukkan ke salah satu kelompok justru ditolak oleh temannya sendiri. Penyakit kepoku pun akhirnya kumat lagi.

Setelah Krystia melakukan negosiasi cukup lama, akhirnya anak dikelompok itu mau menerima anak bernama Fino itu. Martha mulai menjelaskan games yang akan dilakukan. Games pertama adalah yel-yel, kedua adalah match games, dan yang terakhir adalah tebak gambar. Games yang mudah untuk anak kelas 3 SD. Martha memberi waktu 15 menit untuk mereka membuat yel yel untuk kelompok mereka yang diberi nama hewan. Ada kuda, kelinci, singa, merpati, dan kucing.

Sambil menunggu, aku melihat keadaan diluar kelas. Ternyata dilapangan ada Team Angela, Dewa, dan Dodo sedang bersama anak kelas 6. Disisi lain lapangan ada team Rama, Nurul, dan dua anak antropologi yang sedang sedang bernyanyi ria bersama anak kelas 1. Hari yang sibuk.
"Bengong aja", ucap Daffa yang tiba-tiba ada disampingku dan membuatku kaget.
"Nggak bengong hahaha", jawabku santai. "Lagi liat-liat suasana diluar aja sih"
"Oh kirain, tadi kok kayaknya kamu bingung banget waktu mau ngomong sama anak-anak?"
"Hmm, gimana ya hahaha, anu sih aku tu emang paling nggak bisa ngasuh anak kecil sebenernya hahaha"
"Kok bisa?"
"Bisa lah hahahaha, nggak cocok emang aku kalo tugas beginian"
"Hmm, kebanyakan bergaul sama yang virtual sih"
"Hahaha, biarin yang virtual yang baik"
"Eh gaes, sini cepetan jangan ngerumpi mulu ih", sahut Martha sambil menarikku dan Daffa. "Liat tuh mereka malah nggak focus, capek aku sama Krys dari tadi ngingetin mulu"
"Biarain aja kalik, jarang-jarang kan mereka begini", saranku.
"Terserah deh", balas Martha sedikit kesal.

*Bel istirahat*
Mumpung masih istirahat, aku berniat untuk ngobrol bareng Fino karena tadi dikelas dia sempat dikucilkan oleh teman-temannya. Ku cari anak itu di kelas tapi tidak ada. Akhirnya aku terpaksa mencarinya dilapangan. Beruntung hari ini semua anak-anak memakai kartu nama yang tercantum kelasnya juga, jadi aku mudah menemukan anak itu. Tak lama mencari, ku temukan dia sedang duduk sendirian di sebuah bangku sambil memakan bekal yang dia bawa. Sendirian.
"Halo Fino", sapaku lalu duduk disampingnya. Awalnya anak itu sempat menyingkir dariku tapi ku Tarik dia untuk kembali duduk. "Kok sendirian aja sih?"
"Nggak kak", jawabnya singkat tanpa menatapku sedikitpun.
Bisa kukatakan jika anak ini tertutup dan memang dia tidak ingin membicarakan masalah yang dia alami. Dalam hal ini, instingku menjadi lebih tajam dari biasanya. Obrolanku dan Fino tidak berjalan mulus seperti yang aku pikirkan. Hampir dari setiap pertanyaan yang aku ajukan hanya dijawab dengan kode anggukan dan gelengan, bahkan malah tidak dijawab sama sekali. Sulit.

**
Untung saja malam ini tidak ada kegiatan, jadinya aku bisa bernafas lega setelah seharian bergulat dengan anak kecil yang kadang susah diatur. Memang jadi guru cobaannya gede.
Sambil menyelesaikan laporan, sambil mendengarkan lagu. Namun seketika hal itu buyar setelah telpon masuk ke ponselku. Ibuku.
"Halo mams", sapaku setelah ku scroll tombol terima.
(Lagi ngapain dek?), sahutnya dari balik telpon.
"Lagi ngerjain laporan aja, oh ya maaf ya nggak bisa nelpon duluan, sibuk soalnya"
(Ya udah nggak pa pa, udah makan belum? Disana gimana boboknya? Banyak nyamuk nggak?)
"Udah kok, tidurnya enak lah disini, adem disini. Mams lagi ngapain?"
(Habis makan malem, oh ya ayahmu nitip salam tuh sama kakak juga)
"Hmm salam balik buat ayah"
(Lah kakak?)
"Nggak usah, males"
(Hahaha ya udah deh, lanjutin lagi sana nugasmu, dah ya bye muah)
"Dadah muah juga",

Manja. Itu kata yang tepat disematkan padaku kalau sama ibuku. Dari dulu sampai sekarang memang aku dan ibuku dekat banget sampai ibuku sering memanjakanku. Mungkin karena aku anak terakhir juga, dan ini yang membuat terkadang sifatku menjadi lebih mirip dengan ibuku. Berbanding terbalik dengan kakakku yang lebih mirip dengan sifat ayahku yang keras dan tegas. Bahkan saudara-saudaraku juga bilang kalau aku dan kakakku seperti langit dan bumi.
"Zha, keluar yok", ajak Tyo.
"Kemana?"
"Ya keluar aja bareng anak-anak yang laen, mumpung free nih"
"Iya bentar ya, tunggu diluar aja dulu"
"Iya, cepetan ya"
"Hmmm", aku pun langsung menutup buku laporanku dan memakai jaket karena diluar dingin.

Benar saja, banyak anak yang lagi nongkrong. Ada yang di warung minum kopi sambil ngrokok, ada yang kongkow di rumah orang, dan ada juga yang main catur bareng warga. Dan anehnya, tidak ada tanda-tanda dosen.
"Dosen pada kemana?", tanyaku pada Tyo.
"Lagi pada pergi ke Temanggung, makannya anak-anak pada berani"
"Pantesan", aku pun lantas duduk disebuah batu besar yang letaknya tak jauh dari sebuah rumah. Berteman udara malam, dan lagu dari ponselku. Aku lebih senang menyendiri daripada harus berkumpul dengan orang lain yang nantinya justru bisa menjadi masalah untukku.
"Sendirian aja", sahut Dodo sambil menarik earphone yang terpasang ditelinga kiriku.
"Males kesana, rame tuh liat. Ntar tau-tau ada dosen dateng malah jadi masalah", jawabku santai.
"Halah, kapan lagi bisa bebas. Masa muda bro! Dibuat seneng aja lah"
"Hmm, aku lagi mikir aja gimana nilai semesterku besok"
"Halah nggak usah dipikir, nilaimu pasti baguse"
"Bagus seberapa sih, nggak sebagus kakakku sama aja"
"Perfectionis ah, dari dulu sifatmu nggak berubah"
"Bukannya gitu, kalo nilaiku nggak bisa setara sama kak Yan ujung-ujungnya ntar ayahku bakal marah ke aku, cermah ini lah itu lah, kan males jadinya"
"Nggak usah didengerin lah, anggep aja angin lalu"
"Pengennya gitu, mending kalo hari itu doang, ini bisa ampe seminggu diomelin, siapa yang nggak gila coba?!", dan seketika aku jadi curhat ke Dodo sampai dia bingung sendiri harus menanggapi seperti apa.

**

Hari terakhir Live-in.
Siang ini rombongan kampusku akan kembali ke Semarang. Akhirnya aku bisa kembali ke kamar kesayanganku dan terbebas dari tugas yang merepotkan. Baru beberapa hari disini, tapi rasanya badanku sudah pegal ditambah kemarin aku sempat kena lempar batu dari anak kecil yang entah apa motivasinya melempariku dan beberapa temanku.

Setelah berpamitan dengan orang tua asuh kami, dan melakukan bakti sosial di desa, kami semua langsung pulang semarang. Seperti biasa, di bus anak sosiologi selalu ramai. Bani kembali berulah dengan mengerjai beberapa anak perempuan dengan cara ditiup telinganya dari belakang lalu dibuat kaget.

Sampai di kampus, para dosen mengingatkan kalau setelah ini akan libur dua hari untuk istirahat sekaligus mengerjakan makalah tentang live in kemarin.

*

Sampai rumah aku langsung pergi ke kamarku. Menggeletakkan tubuhku dikasur dengan tas dan sepatu masih ku pakai karena saking capeknya. Untungnya ibuku pengertian, jadinya aku tidak kena marah tidur dengan masih mengenakan sepatu.
"Bangun!!", teriak kakakku didekat telingaku. Mendengar suaranya tentu membuatku terkejut dan langsung bangun dengan mata masih merah.
"Enngg sakit telingaku bodo!", ku pukul dia, dan ku dorong keluar dari kasurku.
"Masih ngambek? Ya udah kalo ngambek, padahal mau tak ajak keluar rumah ntar malem"
"Bodo amat!", ku tutup kepalaku dengan bantal, kode tak mau mendengarkan kakakku bicara.
"Ngambekan huuu", ditariklah bantalku dan kakakku langsung lari keluar kamarku.
Karena masih capek, aku memilih tidak menghiraukan kakakku dan kembali tidur.

**

Masuk setelah libur. Melelahkan, membosankan, dan menyedihkan. Libur dua hari seperti tidak ada rasanya. Masuk kuliah dengan tugas yang harus dikumpulkan menjadi siksaan tersendiri bagi mahasiswa. Masuk kelas pertama rasanya sudah seperti dineraka. Ngantuk yang mulai menyerang, ditambah dengan Lelah semakin membuat diri semakin tersiksa. Dua jam sudah terasa seperti 10 jam.
Aku tidak bisa membayangkan jika hari-hari kuliahku akan suram seperti terus. Entah bagaimana kakakku bisa betah setiap hari belajar dan belajar, bahkan kamarnya juga hampir dipenuhi oleh buku. Monoton.

Setidaknya hari ini jam kuliah tidak terlalu padat. Jadinya tidak begitu terasa mengerikan. Kuliah hanya sampai tengah hari. Sore harinya aku sudah berencana untuk tidak kemana-kemana. Main games dikamar lalu tidur. Surga dunia bagiku meskipun hanya hal sederhana.

*

Lima jam bergulat dengan games warewolf favoritku. Lupa waktu itu pasti. Beruntungnya hari ini ibuku dan ayahku pulang malam, jadinya aku aman kalau tidak belajar ditambah kakakku sedang bertapa dikamarnya dan nggak bakal kuluar kamar seharian.

Ku baringkan tubuhku dikasurku. Memandangi langit-langit kamarku yang berwarna biru langit dengan taburan ornament daun bak daun yang tertiup angin. Sebernanya bosan jika harus seharian dikamar, tapi karena rasa mager sudah menyerang apalah dayaku. Daya grativasi dikasurku lebih kuat daripada daya gravitasi bumi.
{Dek! Masakin dong laper nih!!}, teriak kakakku dari luar kamarku. Aku sampai lupa kalo malam ini harus memasak untuk makan malam bersama kakakku karena saking asyiknya main games.
"Dikulkas ada apa aja?!", suruhku pada kakakku untuk mengecek isi kulkas.
"Ada kol, wortel, telur, seledri, kentang sama daun bawang", dikeluarkanlah isi bahan makanan itu dari kulkas.
"Ya wis lah aku bikinin orak-arik telur dulu", kataku lalu mengambil kol dan wortel untuk kupotong. "Bantuin pecahin telurnya kak, tarok di mangkok aja, sekalian kocokin kak"
"Kocokin?? Apanya yang dikocokin aahh??", sebut kakakku dengan nada ambigu dan hampir membuat jariku terkena pisau.
"Telurnya ogeb yang dikocok! Jangan jorok ah kak! Tak lempar pisau og", gerutuku sambil mengacungkan pisau ke tubuh kakakku.
"Siapa yang jorok sih?! Orang nanya apanya dikocokin malah dibilang jorok, otakmu tuh jorok yee"
"Masak sendiri!", ku tinggalkan dapur dan kembali ke kamar.
"Lah ngambek lagi, woy ini gimana?! Baperan ah kayak anak cewek emang!"
"Bodo amat, tuh tinggal goreng aja telurnya sama sayurnya!"

**

"Dewa kemana?", tanya Dany padaku.
"Nggak tau", jawabku bingung. Berkumpul tidak full team rasanya tidak terasa serunya. Tasya sedang ada latihan paduan suara, Dodo ada perkumpulan pecinta alam, Fany yang sedang pacarana dengan kakakku tapi bilangnya ada latihan dance dan Dewa pergi entah kemana.

Diantara kami semua, Dewa memang yang paling tertutup. Lebih tertutup dari Daffa. Bahkan Daffa pun kalau tidak ikut kumpul bareng dia pasti bilang, setidaknya ada kabar.

Udara sore hari yang segar, dengan hembusan angina sepoi-sepoi dan langit senja yang semakin memanjakan suasana hari ini. Kota Semarang terlihat sangat indah disore hari saat dilihat dari bukit gombel. Membuat enggan melewatkan setiap momen senja yang hadir hanya sesaat. Perlahan-lahan matahari mulai meninggalkan bumi dan sudah siap bertukar posisi dengan sang bulan yang sudah siap menyambut. Lampu-lampu kota yang satu per satu mulai menunjukan diri, gemerlap lampu kendaraan yang melintasi jalan kota.

Bulan sudah mulai menunjukan sinarnya. Langit gelap bertabur bintang dengan kerlap-kerlip yang setia menemani bulan. Malam yang indah. Saking asyiknya nongkrong, aku sampai lupa waktu kalau harus pulang tidak boleh lebih dari jam 10 malam sementara sekarang sudah jam 09.30. Tidak mungkin aku bisa pulang ke rumah dalam waktu setengah jam karena tempat nongkrong dan rumahku cukup jauh. Apes. Siap kena omelan kakakku atau ayahku.

Tepat jam 11 malam. Ku langkahkan kakiku masuk ke pintu rumah. Beruntung ruang depan tidak ada orang. Mungkin ayah, ibu, dan kakakku sudah tidur. Akhirnya aku bergegas masuk ke kamarku sebelum ada yang datang. Aku sudah merasa seperti maling yang ingin merampok rumah orang. Ku buka pintu kamarku. Sial. Ternyata didalam kamarku ada kakakku yang sedang duduk manis dimeja belajarku dan tepat memandangiku saat aku masuk.
"Hoaamm, dari mana?!", tanyanya seraya menguap dan menarikku lalu membantingku dikasur.
"Sakit kak!!", berontakku sambil berusaha duduk.
"Sstt ssttt, ntar ayah sama ibu bangun!!", ditutupnya mulutku dengan tangannya. "Dari mana?!", tanya kakakku dengan membuka mulutku serta menatapku sangat tajam dan membuatku takut.
"Habis nongkrong sama temen-temenku di café deket kampus kok", jawabku sedikit ketakutan dan tidak menatapnya sama sekali.
"Kalo ngomong sama orang tatap matanya!!", ditekukanlah kepalaku yang semula munenduk ke arah wajahnya. "Tau nggak, gara-gara kamu kakak hampir aja kena masalah sama ayah! Ayah tadi ngamuk ke kakak waktu tau kamu jam 10 belum pulang! Ayah Taunya kamu pergi sama kakak, jadinya kakak yang kena marah tadi!"
"Ya maafin kak, aku nggak tau kalo sampe rumah jam segini, tadi macet juga dijalan"
"Untung tadi waktu ayah mau tidur, kakak bilang kalo kamu barusan pulang! Kalo nggak habis kamu sama ayah!"
"Maaf deh kak, janji nggak bakal ngulangin lagi"
"Awas ya kalo sampe kamu gini lagi! Kakak nggak segan-segan ngehajar kamu", ancamnya lalu keluar dari kamarku.
Jantungku masih berdegub kencang. Masih tidak percaya dengan yang kakakku lakukan tadi. Aku belum pernah melihat kakakku marah besar seperti ini, karena biasanya kalau dia marah tidak sampai membantingku segala dan bertingkah seperti itu. Seperti psikopat.

**

Setelah kejadian semalam aku sama sekali tak bertegur sapa dengan kakakku. Walaupun sempat berangkat ke kampus bersama, tapi aku lebih memilih diam karena masih takut dengan kakakku. Tidak ada yang menarik dikampusku hari ini. Semuanya monoton dan membuatku bosan. Hanya jam istirahat jeda pelajaran yang membuatku senang. Bebas.

Langit yang semula biru cerah mulai diselimuti awan mendung. Tidak biasanya siang hari mendung. Sisi baiknya siang ini tidak panas. Aku, Fany, Dany, dan Angela ngobrol bersama di taman kampus sambil menunggu kelas mulai.
"Dek, nanti kamu pulang duluan ya aku mau ada latihan basket sampe malem", suruh Dany pada Fany dan dibalas dengan anggukan penuh suka cita.
"Tumben basket ampe malem, Dan", tukas Angela.
"Iya nih, mau ada lomba soalnya", jawab Dany.
"Kok kita senasib sih Dan, aku juga ada kegiatan ntar", sahutku sedih.
"Emang kamu ada acara apaan?", tanya Fany.
"Ada lemburan buat majalah kampus, jadi kepaksa deh ngerjain diruang jurnalis ntar ampe malem", kutundukan kepalaku.
"Berarti kakakmu pulang sendiri?", bisik Fany padaku lalu kukode dengan acungan jempol.
"Hahaha, kasian banget sekarang kalian. Sibuk mulu kerjaannya", ledek Angela dengan tawa yang jahat dan sangat puas. Tiba-tiba kakakku datang menemuiku.
"Eh kak Bryant", sapa Angela spontan saaat melihat kakakku datang.
"Yo. Dek, kamu kok kakak telpon nggak bisa?", ucap kakakku.
"Lowbat, belum aku chas tadi lupa", balasku singkat sedikit merasa takut.
"Oh ya udah, katanya kamu ada acara ya ntar malem?"
"Hmmm", jawabku berdehem lalu dia menarikku dan membawaku sedikit menjauh dari teman-temanku.
"Kamu kenapa sih dek?! Aneh banget dari tadi pagi"
"Aneh apanya coba?! Ngapain sih?!"
"Nah gini dong, baru adekku. Nggak pa pa sih, ya udah kalo pulang malem ntar aku jemput. Aktifin tuh ponselnya"
 "Iya ah bawel! Noh si Fany anterin pulang ntar", tukasku dan kakakku mengiyakan lalu pergi.

*

"Ini kenapa banyak banget yang belum diedit naskahnya?!", keluhku sambil mengacak-acak rambutku karena pusing meratapi naskah untuk majalah yang masih kacau.
"Iya nih Zha, gak karuan bener reporter yang kemarin tugas, bikin nambahin kerjaan aja", sahut Vio setuju denganku.
"Tinggal besok waktu rapat evaluasi bahas aja, kesel aku juga nih", tambah kak Evan jengkel.
"Gila emang reporternya, udah tau yang ngerjain Cuma empat orang doang malah diginiin, udah besok deadline lagi", ucap kak Nana. "Si Sandra juga nih, pake kemarin malah holiday segala, kan gini jadinya, Zha kalo kamu capek gantian aja sini ngeditnya"
"Nggak kok kak, masih aman ini", balasku sambil mengutak-atik naskah yang ada dihadapanku.

Mungkin aku memang memiliki pengalaman lebih dalam dunia jurnalistik karena pernah magang di kantor berita. Meskipun begitu, tetap saja aku hanya manusia biasa yang pasti punya titik kelelahan.
Dingin ruangan ber-ac menyatu dengan dinginnya hujan deras yang menjadikan malam ini sedikit tidak menyebalkan. Aku dan teman-temanku yang mengerjakan majalah sejenak merasa sangat Lelah karena saking banyaknya materi yang numpuk.
"Kantin kampus masih buka gak ya jam segini", tanya Vio dan melihat jam yang sudah menunjukan angka setengah delapan malam.
"Masih kalik, kan malem ini masih banyak anak dikampus", balasku sambil masih mengedit naskah.
"Ya udah deh ntar aja ke kantinnya", jawab Vio lalu kembali membuat cover majalah yang dari tadi belum selesai.

Tepat pukul 8 malam. Hujan mulai tidak sederas tadi dan dingin pun juga mulai sedikit berkurang. Pekerjaan yang masih belum selesai pun senantiasa setia menemani kami di ruang jurnalistik. Tiba-tiba sms masuk ke ponselku, yang ternyata itu dari kakakku yang mengatakan dia sudah dikantin kampus menungguku selesai. Tak berselang lama tiba-tiba Fany meleponku.
"Halo Fan", sapaku.
[Halo, Zha. Eng.. Zha kamu masih kampus], sahut Fany dari balik telpon.
"Masih kok, kenapa?"
[Anu sih, kamu ada ketemu Dany nggak? Dia aku telpon nggak diangkat dari tadi], terdengar suara khawatir dari Fany.
"Tadi sorean ketemu sih waktu dia mau ke aula terus habis itu nggak ketemu lagi, ntar aku coba nyari dia soalnya masih hujan disini", ucapku memenangkannya.
[Iya deh, makasi ya Zha, salam buat kakakmu, bye], tutup Fany.
"Vio, kamu mau ke kantin kan? Yok barengan", ajakku pada Vio dan dia langsung mengiyakan.

Sebenarnya alasanku mengajak Vio ke kantin sekaligus mencari Dany. Siapa tahu kami ketemu. Aku dan Vio berjalan melewati lorong yang sepi. Lorong gedung fakultas ilmu budaya memang terkenal seperti ini. Tidak siang atau malam pasti sepi. Apalagi semenjak peristiwa kak Roby, banyak mahasiswa yang jarang pulang malam-malam lagi, jika ada yang pulang malam pastilah terpaksa karena ada kegiatan.

Baru menginjakkan kaki di kantin, ternyata para mahasiswa sedang menunggu hujan reda sambil nongkrong disini. Berhubung tidak ada dosen yang dikampus, jadinya para mahasiswa bebas melakukan hal apapun disini. Ada yang merokok sambil main kartu, bahkan sampai ada yang membawa semacam bir atau apalah itu yang aku tidak mengerti.

Vio langsung pergi memesan makan dan menemui temannya, sementara aku mencari kakakku yang katanya sudah menunggu. Akhirnya aku menemukan dia sedang duduk bersama temannya. Reflek ada teman kakakku yang melihatku dan langsung memanggilku menyuruhku bergabung.
"Kak!", kutepuk pundak kakakku yang sedang asyik bermain gitar.
"Eh dek, sini duduk", suruhnya.
"Ini adekmu to Yant? Baru tau aku e", sahut salah seorang teman kakakku. "Nggak mirip soale Yant hahahaha"
"Wah emang bangsat og kowe Sat!", semprot kakakku sedikit kasar pada temannya yang ku tebak Namanya Satria.
"Dek dek, Bryant nek dirumah piye? Kayak orang autis gak? Hahaha", cletuk salah seorang lagi dan membuat seisi meja tertawa.
"Autis?", tanyaku polos.
"Huss huss, gak usah didenger dek. Yok minggir ae, sesat ntar kalo kelamaan kumpul bareng mereka", balas kakakku yang sudah jengkel dan mengajakku sedikit menjauh mencari tempat kosong.
"Keran yak kumpulanmu kak, kacau semua hahaha kirain seorang kak Bryant yang jenius kumpulannya waras eh ternyata hahaha", ledekku.
"Setan semua mereka tu"
"Ntar aku masih agak lamaan ya, belum kelar soale"
"Ya wis lah dek, oh ya ntar aku beliin bensin dulu ya, nggak bawa dompet soale"
"Bensin mobil?"
"Iya lah, yang bener ae ujan-ujan bawa motor, bodo ih", ucap kakakku menirukan logat bicaraku dan menyentil jidatku.

15 menit berlalu, aku dan Vio kembali ke ruang jurnalistik. Di kantin aku menemukan Dany dimana. Pikiranku, mungkin dia sedang di aula bersama anak basket yang lainnya. Karena letak ruang jurnalistik yang ada diantara gedung fakultas ilmu budaya dan psikologi, Vio memilih berjalan melewati gedung psikologi. Katanya itung-itung istrihat.

Hujan sudah mulai sedikit mereda, dan terlihat ada beberapa mahasiswa yang bergegas pulang ke rumahnya. Ada salah seorang anak basket yang sempat melewatiku dan Vio. Akhirnya aku bertanya padanya dimana Dany, dan anak itu menjawab Dany sedang berada di ruang sarpras olah raga mengembalikan bola basket. Kebetulan Ruang sarpras olah raga letaknya di lantai 3 gedung fakultas psikologi.

Setelah tau Dany dimana, aku dan Vio lanjut kembali ke ruang jurnalistik. Setidaknya Dany baik-baik saja. Sejenak aku teringat kalau aku meninggalkan buku psikologiku diloker kelas. Akhirnya ku ajak vio masuk ke gedung psikologi sebentar untuk mengambil bukuku. Gedung psikologi sepi, dan ternyata kalau malam cukup membuat mrinding.
[Aarrgghhh!!!!] {buk!}
Terdengar suara teriakan seseorang dan suara seperti benda terjatuh yang sangat keras. Aku dan Vio sontak terkejut dan sedikit takut saat mendengar suara itu muncul.
"Suara apaan tuh Zha??", tanya Vio ketakutan.
"Ngg.. aku nggak tau", jawabku bingung dan sedikit takut. Akhirnya ku telpon kakakku untuk kemari dan mengajak beberapa temannya.

Tak butuh waktu lama, mereka datang dan aku langsung menunjuk dari mana arah suara tadi. Aku yakin jika sumber suara tadi berada didekat tangga yang menuju ke lantai dua dan tiga. Kami semua pergi kesana dengan sedikit ketakutan ditambah lagi lampu gedung yang sedikit redup membuat bulu kuduk semakin naik.
"Eh eh bentar deh, itu apaan?", tunjuk kakakku saat melihat sesuatu yang tergeletak di lantai.
"Udah samperin aja lama!", suruh teman kakakku yang langsung berlari ke arah sesuatu itu. "Aaaaaaa!!! Woy!!! Sini woyy cepetan!!", tiba-tiba dia berteriak ketakutan dan berjalan mundur menjauhi benda itu.
Kami pun mau tidak mau langsung menghampirinya.
"Astagfirullah ya allah!", ucap Vio terkejut dan langsung menutup matanya.
"Ya tuhan!", kataku semakin terkejut saat melihat apa yang sedang ku lihat saat ini.

Aku seakan tidak percaya dengan apa yang ku lihat. Seluruh badanku langsung merinding dan terasa sangat lemas, bahkan kakiku pun hampir tak kuat menopang diriku. Kakakku langsung memegangiku saat aku akan terjatuh dari tempatku berdiri. Apakah ini nyata? Apakah yang aku lihat ini benar terjadi? Pikiranku kacau. Sangat kacau. Aku tidak bisa membayangkan hal ini terjadi.

Dany. Dia meninggal bersimbah darah. Darah mengalir deras dari kepalanya. Dia sepertinya terjatuh dari atas lantai tiga dan langsung tewas seketika saat kepalanya menghantam lantai. Lantai dipenuhi oleh darah. Phobia darahku langsung kumat saat melihat Dany. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terpukulnya Fany saat tahu kembarannya meninggal dengan keadaan yang mengenaskan seperti ini.

Aku masih belum bisa mempercayai hal ini. Sahabat dekatku meninggal tepat didepanku. Meninggal dengan cara yang mengerikan. Sedih dan terkejut. Semuanya campur aduk dan berkecamuk dalam diriku.

ICE CRIME (Chapter 10)

10. AFTER THAT
-------------------------------------------------------------

Semenjak kak Roby meninggal, kampusku sekarang menjadi sorotan dari semua orang. Bahkan sampai media cetak dan digital, semua juga ikut membicarakan kasus ini. Kasus mahasiswa tewas gantung diri di Universitas Bhakti Mulia. Sempat ada rumor yang beredar dikampusku tentang spekulasi kematian kak Roby. Mulai dari kematian yang murni bunuh diri sampai spekulasi jika kematiannya adalah pembunuhan. Tapi percuma saja berspekulasi karena bukti dari polisi sudah mengatakan bahwa kematian kak Roby murni bunuh diri.

Sebenernya aku masih belum percaya kalau kak Roby bunuh diri. Menurutku ada yang aneh disini. Mulai dari perubahan sikapnya yang drastis sampai pada akhirnya dia bunuh diri dengan cara yang mengenaskan. Aku terus mimikirkan tentang hal ini meskipun tidak ada urusannya denganku.
Seminggu setelah kematian kak Roby, beberapa mahasiswa khususnya para junior yang pernah kak Roby bully dulu merasa senang karena sudah tidak ada lagi yang mengganggu dan menyakiti mereka lagi. Lain halnya dengan kakakku, dia merasa kehilangan rival abadinya. Aneh.

Libur seminggu. Seharusnya aku yang bisa bersenang-senang ke Dieng bersama teman-temanku, justru harus tertunda karena tugas yang numpuk. Membosankan. Ku habiskan waktu liburanku hanya di rumah. Berteman buku-buku dan tugas. Namun sesekali aku juga pergi bersama temanku. Tapi hari ini tidak.
"Kak Yan nggak bosen apa di rumah mulu?", tanyaku pada kakakku saat menemaninya mengerjakan gambar bangunan.
"Nggak juga. Dibikin asik aja sih kalo kakak", jawab kakakku.
"Fany nggak ngajakin keluar gitu kak?"
"Ngajakin, tapi waktunya nggak pas mulu"
"Jahat"
"Apanya yang jahat?!", balas kakakku jengkel lalu menyentil jidatku keras. Sakit.
"Arrghh!! Sakit kak!", ucapku sambil mengusap jidatku.
"Makannya to ah. Eh dek, btw kamu masih kepikiran sama kasusnya roby?"
"Huum kak, masih ngerasa kek ada yang janggal gitu"
"Janggal gimana?"
"Ya aneh aja gitu, masak ya mayatnya bisa gantung diri dikipas angin yang masih nyala", jelasku. "Lagian kalo dinalar mana bisa juga kan kayak gitu"
"Hmmm iya juga sih, tapi kan polisi udah bilang kalo itu murni bunuh diri, petunjuknya juga udah jelas semua"
"Tapi kan aneh aja gitu kak", jawabku dan kakakku hanya memandangiku dengan tatapan penuh tanda tanya.

**

Rasa penasaran masih menyelimutiku. Kuputuskan untuk pergi ke kampus malam ini. Ku ajak Dany, Dodo, Daffa, dan Dewa untuk ikut menemaniku. Sepi dan sunyi. Itulah kata yang tepat untuk mengganbarkan keadaan kampusku malam ini. Kami semua langsung pergi ke gedung fakultas ekonomi tepatnya ke kelas manajemen, lokasi bunuh diri kak Roby. Garis polisi masih terpasang rapi di area kelas kak Roby.

Kondisi kelas masih sedikit berantakan dan terdapat beberapa bekas investigasi dari polisi. Ku lihat kipas angin yang masih kokoh diatas langit-langit. Ada sedikit bagian dari salah satu baling-baling yang bengkok. Mungkin karena waktu itu menahan beban tubuh kak Roby.
"Zha, kamu yakin mau nyari tau kasus ini?", tanya Dewa padaku sedikit takut.
"Yakin banget, soalnya aku ngerasa ada yang aneh aja", jawabku sambil melihat kondisi sekitar kelas.
"Serem juga lama-lama disini", cletuk Dodo ketakutan. "Udahan yuk Zha"
"Sabar kalik, kita belum nemuin apa-apa nih", balasku.
"Zha, disini udah nggak ada apa-apa", sahut Dewa.
"Kenapa nggak coba cek dilaci mejanya kak Roby?", tanya Dany.
"Iya juga, bentar deh aku cek dulu", kataku lalu mengecek laci mejanya.
"Gimana Zha?", tanya Daffa setelah aku selesai mengecek.
"Nggak ada apa-apa sih", balasku kecewa.

Tidak ada petunjuk lain yang kami temukan setelah setengah jam lebih mencari. Kami keluar dari kampus dengan tangan kosong. Mungkin kematian kak Roby memang murni bunuh diri. Suasana malam kota yang dingin ditemani mendung, membuatku semakin merasa sedikit sedih.

Malam ini Dewa menginap dirumahku selama beberapa hari karena kamar kosnya sedang direnovasi. Setidaknya aku memiliki teman untuk ku ajak ngobrol di rumah nanti. Sampai dirumah ternyata kakakku sudah tidur. Tidak seperti biasanya.
"Zha, kenapa sih kamu ngebet banget buat nyari tau kematiannya kak Roby?", tanya Dewa padaku.
"Ya aku ngerasa ada sesuatu yang aneh aja, jadi aku pengen nyari tau", jawabku.
"Aneh gimana?"
"Sekarang gini deh, mana mungkin kak Roby gantung diri tapi posisi kipas anginnya masih nyala", jelasku.
"Ya kan tapi udah jelas itu kasus bunuh diri"
"Ah tau deh De, pusing sendiri aku jadinya"
"Kamu sih Zha terlalu mikirin itu"
 "Iya sih, udah lah tidur aja De", ajakku pada Dewa.

**

"Betah disini De?", tanya kakakku pada Dewa.
"Iya kak, maaf ya kalo ngerpotin", jawab Dewa canggung.
"Nggak kok, temen-temenku aja juga sering nginep disini apalagi Dodo", jawabku senang. "Aku malah seneng ada temennya, suntuk soalnya berdua doang sama tuh orang satu", tunjukku ke kakakku.
"Bukannya kak Bryant asik ya?"
"Asik aku tu, adekku aja yang lebay hahaha", sahut kakakku dan membuat Dewa tertawa.
Aku belum pernah melihat Dewa tertawa lepas seperti ini. Rasanya lucu bisa membuat anak pemurung itu tertawa. Hari ini kakakku mengajakku, Dewa, dan Fany pergi ke hang out bareng. Entah kemana itu, dan Dany juga tidak tahu kalau kembarannya pergi dengan kakakku.

Candi Gedong Songo menjadi tujuan kami hari ini. Seperti yang aku perkirakan, aku dan Dewa kan menjadi obat nyamuk saat kakakku dan Fany bermesraan. Kami berdua sudah seperti bayangan bagi kakakku. Beruntung Fany tidak mengabaikan kami berdua yang selama dimobil duduk dikursi belakang.

Suasana yang sejuk ditambah cuaca yang ceriah menjadikan kami semangat hang out meskipun aku dan Dewa harus terkacangkan sesekali. Kesalahan sebenarnya ikut orang pacaran pergi bareng.
"Dewa seneng banget kayaknya ya ay", tutur Fany pada kakakku senang.
"Iya hahaha", jawab kakaku lalu tertawa.
"Kamu bisa aja Fan", balas Dewa tersenyum malu.
"Kamu tuh kayak Daffa lama-lama hahaha", tukas Fany menyamakan. "Lucu, lugu, polos gimana gitu"
"Beda kalik hahaha", sahut kakakku. "Daffa lebih lempeng anaknya"
Dewa hanya membalasnya dengan senyuman lalu terdiam. Entah apa yang sedang terlintas di pikirannya sekarang.

**

Hari pertama masuk kuliah setelah libur cukup lama. Menjengkelkan. Tapi untungnya pagi ini jamnya bu Ratna, jadi tidak terlalu membuat hati panas.
"Mas, mbak saya mau ngasih tugas praktikum untuk bulan depan. Jadi nanti kalian akan saya bagi jadi beberapa kelompok untuk tugas ini", tutur bu Ratna memberi tahu. "Nanti kalian melakukan observasi sekaligus penelitian mengenai perkembangan psikologi anak usia dini, dan observasi ini akan dilakukan di desa nantinya"
"Jadi kita berangkat bareng, bu?", tanya Rama.
"Iya betul, saya juga sudah izin ke pihak kampus dan nanti kita akan ke Wonosobo, jadi sekalian kita live-in bareng selama 3 hari disana", jawab bu Ratna.
"Dosennya yang ikut siapa aja bu?', tanya Angela lagi.
"Saya, pak Rudi, bu Maya, sama pak Nando", jelas bu Ratna. Seketika satu kelas mendadak jengkel sendiri setelah mendengar pak Rudi ikut.
Ya, tugas praktikum tiga hari di Wonosobo. Sepertinya akan menyenangkan.

*

"Males banget pak Rudi ikutan besok", tukas Dodo kesal.
"Nggak pa pa, biar kita jadi mahasiswa yang sholeh", balas Daffa polos.
"Sholeh apanya, bisa-bisa gila kita kalo tuh dosen satu ikutan", balas Dodo tambah kesal.
"Udahlah biarin aja kalik", kataku menengahi. "Ya udah aku duluan ya"
"Mau kemana, Zha?", tanya Daffa.
"Mau ke lapangan bola, nungguin kakakku latihan, bye", pamitku dan langsung pergi ke lapangan bola.

Lapangan bola sore ini sangat ramai. Tidak hanya anak-anak yang latihan untuk lomba saja yang datang. Ku cari tempat duduk yang nyaman. Akhirnya aku memilih duduk dikursi dekat pohon besar dengan spanduk logo tim sepak bola kampusku yang melingkar dibatangnya. Tempat yang cukup sepi, dan tidak panas. Nyaman untuk dipakai tidur sebentar. Ku jadikan tasku sebagai bantal, sedangkan jaketku ku tutupkan ke wajahku. Surga dunia.
"Woy Zha!!", teriak seorang cewek membangunkanku.
Ku buka jaketku. Ku lihat dia samar-samar. Ternyata itu Fany.
"Ngapain sih ngagetin aja?!", balasku sengit sambil memakai kacamataku.
"Maafin ya hahaha, udah disini aja kamu", ucap Fany.
"Iya barusan aja kok, kamu nungguin kak Yan?", tanyaku lalu menyuruhnya duduk disampingku.
"Hahaha, iya lah mau support kakak tingkat tersayang"
"Hilih, lebay ah, btw kakakku nggak suka yang panggilan gituan"
"Masak? Nih aku liatin chattnya sama aku", kata Fany lalu menunjukkan isi chattingnya dengan kakakku.

Ku amati dan baca isi chatt itu. Tiba-tiba mataku tertuju pada chatt kakakku yang manja. Seorang Bryanta yang galak, disiplin, atlet futsal dan tae kwon do, bisa jadi manja banget dan terkesan childist. Aku jadi geli sendiri sambil membayangkan bagaimana ekspresi kakakku saat begitu.
"Jijik", ucapku singkat lalu mengembalikan ponsel Fany.
"Hahaha, kenapa coba?", balas Fany.
"Ya jijik aja ngebayangin kalo dia jadi kayak gitu"
"Nggak usah dibayangin, aku aja kalo chattingan sama dia sering ketawa sendiri dikamar hahaha", jawab Fany lalu tertawa lepas.

Tak lama kakakku datang menghampiri kami yang sedang ngobrol. Seperti biasa, badannya basah kuyup tertutup keringat yang mengalir deras. Hampir saja dia mau membuka bajunya, tapi sudah mendapat tatapan tajam dari Fany. Kode keras.
"Udah lama disini dek?", tanya kakaku lalu duduk disampingku.
"Nggak juga", jawabku singkat. "Geseran dikit gih, bau!"
"Lebay! Cowok ya gini, makannya olah raga!"
"Dih males!"
"Udahlah, ay sssttt", sahut Fany.
"Nih bocah satu sih bikin emosi mulu", jawab kakakku lalu menjitak jidatku keras sampai bunyi.
"Arrghh!! Sakit ogeb!!", teriakku kesakitan lantas kupukul kakakku tapi berhasil ditangkis dengan mudah.
"Mukul gitu aja nggak bisa", ledeknya santai sambil melepaskan tanganku yang digenggamnya dan hanya ku balas dengan tatapan kesal.
"Udah ah pulang!", ucapku kesal dan beranjak dari tempatku sekarang.
"Lah kok gitu sih Zha, nggak asik ah", keluh Fany.
"Biarin ay emang ngambekan dia", sahut kakakku.
Tanpa menghiraukan Fany dan kakakku, aku langsung berjalan menuju gerbang kampus. Untunglah aku sudah memesan ojek online sejak keluar dari lapangan bola, jadi tidak terlalu lama menunggu ojek itu datang.

 **

Hujan. Lagi dan lagi. Rasanya malas banget berangkat ke kampus kalo hujan, tapi berhubung hari ini ada ujian dari bu Ratna apa boleh buat. Ditambah hari ini aku berangkat bareng ayahku, jadi nggak bisa bolos.

Entah kenapa saat hujan seperti ini, aku bisa jadi baperan sendiri. Aneh.

Pagi ini adalah rekor dikelasku. Hanya ada 12 anak yang datang ke kampus. Rasanya bukan seperti sedang kuliah, tapi sedang les privat. Rata-rata temanku yang absen ngakunya rumahnya kebanjiran, padahal itu semua hoax. Dosen yang masuk ke kelasku hari ini sampai heran sendiri, termasuk bu Ratna yang dengan terpaksa meniadakan ujian karena hanya ada sedikit mahasiswa yang hadir. Tapi tetap saja yang tidak hadir diberi hukuman pengurangan nilai. Sadis.

Walaupun hanya ada 12 anak yang hadir, tapi rasanya tetap seperti saat kelas utuh karena Bani membuat kelas ramai. Mulai dari bermain gitar sambil mengajak nyanyi satu kelas, sampai membuat guyonan yang absurd tapi lucu. Biasanya kalau istirahat kelas semua mahasiswa langsung cabut ke kantin, tapi kali ini lebih memilih dikelas untuk menghindari hujan.

Berbeda dengan teman-temanku, aku lebih memilih pergi ke perpustakaan yang jaraknya tidak jauh dari kelasku. Ngerjain tugas sambil dengerin lagu di youtube. Tenang dan damai. Hampir tidak ada mahasiswa yang lalu Lalang di koridor kampusku. Semuanya berada di kelas masing-masing. Dari kejauhan aku seperti melihat seseorang yang sedang berjalanan cepat entah menuju kemana.
Mendadak penyakit kepoku kumat. Ku ikuti orang itu. Tiba-tiba berhenti didepan lorong arah ke gedung fakultas ekonomi. Anak itu lantas balik badan. Dewa.
"Zha?!", ucap Dewa kaget.
"Hai", sapaku santai. "Mau kemana, De?"
"Engg... anuuu... ma..mau ke kelas", jawabnya gugup dan terbata-bata.
"Lah? Bukannya kelasmu jauh dari sini ya? Emang habis dari mana?"
"Iii..iya, tadi habis dari perpustakaan minjem buku", katanya sambil menunjukan buku yang dia pegang erat. "Kan kalo lewat lapangan nanti aku kehujanan, jadi muter lewat sini"
"Oh gitu, kirain sih De"
"Ya udah ya, aku ke kelas dulu", tuturnya lalu langsung pergi. Setidaknya rasa kepoku bisa sedikit terkurangi.

Malam ini Dodo menginap dirumahku. Itung-itung sambil prepare buat ke Wonosobo minggu depan. Aku hanya berharap semoga live-in sekaligus praktikum minggu depan berjalan lancar, tidak merepotkan, sinyal disana bagus. Rasanya aku bakal kangen sama kamarku saat pergi besok. Rencana malam ini aku ingin pergi bareng Dodo untuk membeli beberapa barang dan cemilan, tapi karena ibuku sudah memasak banyak makanan dan kue, jadi niat itu kita urungkan.

**

H-1 sebelum berangkat live-in dan praktikum. Belum berangkat saja tapi sudah mendapat info dadakan yang sudah membuat anak psikologi kelasku malas. Ternyata besok kami semua akan berangkat bareng kelas Antropologi B. Beruntung hanya satu kelas psikologi yang ikut dan antropologi yang ikut, karena kelas psikologi B sudah berangkat bulan lalu.

Berhubung hari ini kelasku masuk hanya untuk pembekalan kegiatan, jadi pulang lebih awal. Kesempatan ini kami manfaatkan dengan baik untuk menikmati saat terakhir sebelum pergi ke Wonosobo. Aku, Dodo, dan Daffa langsung pergi bareng untuk beli banyak cemilan dan makanan, mengingat perjalanan akan cukup jauh dan pasti kita disana tidak diperbolehkan jajan.
"Segini cukup kali ya", kataku memastikan.
"Iya, udah banyak banget ini, berasa mau minggat aja kita", balas Dodo.
"Yakin Zha mau bawa segini banyaknya?", tanya Daffa ragu.
"Yakin lah, kan kita nginep disana, ntar bawanya dibagi-bagi aja", jawabku sambil mengangkat keranjang belanjaan yang isinya full oleh makanan.
"Ya deh ngikut aja", jawab Daffa pasrah.
"Yang penting kita nggak kelaperan ntar disana hahaha", cletuk Dodo.
"Iya ya bener juga Do", ucap Daffa setuju.

*

"Ya ampun dek, beli apa aja sih sampe barang bawaannya banget?", Tanya ibuku saat aku masuk ke rumah.
"Beli makanan doang kok, sekalian sama stok sabun, sikat gigi baru, sama laennya", jawabku santai.
"Hhhh bodo sih!! Pergi live in kayak mau minggat aja!!", sahut kakakku lalu menjitak kepalaku dari belakang.
"Arrghh!! Kebiasan og!!", teriakku jengkel. "Suka-suka lah, yang pergi siapa yang sewot siapa!"
"Husstt Yant! Jangan maen pukul kepala to ah, bahaya itu", tutur ibuku.
"Hahaha bercanda kok bu"
"Udah lah mau ke kamar dulu bu, males ada dia!!", ucapku dan langsung pergi ke kamarku.
"Ngambekan!! Baperan!!", ledek kakakku dari belakang dan tak ku hiraukan.
Ku letakkan semua barang belanjaanku di dekat tas carrierku yang akan kubawa besok. Akhirnya setelah sekian lama, tas carrier hijau yang tidak aku pakai sejak campingku waktu SMA dulu, aku pakai lagi. Ku masukkan makanan yang aku beli ke tasku tapi hampir saja tidak muat. Alhasil mau tidak mau, ku paksakan agar bisa muat semua. Tak bisa kubayangkan seberapa berat bawaanku besok.

**

"Halo mas mbak, sudah komplit belum ya kelas kita?", teriak bu Ratna memastikan kelengkapan anggota kelaskku.
"Lengkap 25 bu!!", sahut Rama seusai mengabsenkan.
"Sip!! Pokoknya nanti selama tiga hari disana kita seneng-seneng bareng disana tapi juga sambil belajar karena temen-temen antropologi juga gabung bareng kita, ya meskipun jumlah mereka hanya 15 anak aja tapi nggak pa pa lah", tutur bu Ratna semangat. "Oh ya, nanti kalian bakal dibagi jadi dua, sebagian di bus satu dan bus 2 ya, nanti campur kok anak psikologi sama antropologi", jelas bu Ratna yang lalu membagi kelasku menjadi dua bagian.
"Oke baik ya mbak mas, nanti perjalanan kita kurang lebih 2-3 jam ke Wonoboso. Cukup lama dan jauh jadi kalau semisal ada yang pengen buang air kecil segera bilang ke dosen pendamping dibusnya masing-masing nanti disana kalian akan dibagi jadi beberapa kelompok yang rata antara anak psikologi dan antropologi, dan satu rumah nanti ada empat mahasiswa", jelas pak Aan dosen kelas antropologi. "Oke kalau gitu kita langsung saja berdoa dulu sebelum berangkat biar selamat sampai di tempat tujuan, berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, mulai!", pimpin pak Aan dan setelah itu kami langsung masuk ke bus masing-masing.

Beruntung aku masuk ke bus satu bareng Dodo, Angela, dan Daffa, ditambah ada Dewa yang ikutan satu bus juga. Sepertinya perjalananku akan menyenangkan. Busku jadi ramai dan suasananya asik banget karena ada Bani disini yang siap sedia jadi penghibur. Kemana pun dan kapan pun, dia selalu membawa gitarnya, sampai-sampai dia sempat kena semprot bu Maya karena nge mix lagu yang jadinya aneh tapi lucu.
"Hhh, kira-kira ntar disana kek gimana ya?", Tanya Angela padaku sambil membayangkan. Kebetulan Angela duduk disampingku, sementara didepanku ada Daffa dengan Dewa, dan dibelakangku ada Dodo dengan Koko.
"Hilih, kayak nggak pernah live in aja", jawabku singkat sambil meliriknya.
"Ya Cuma ngebayangin aja sih kayak gimana ntar disana"
"Tempatnya enak kok"
"Emang pernah kesana Zha?"
"Mmm, Cuma lewat doang sih waktu mau ke Dieng, tapi bagus kok pemandangan disana apalagi yang didaerah gunung Sindoro sama Sumbing.
"Seriusan?"
"Serius lah, hahaha"
"Hmm, semoga sesuai ekpektasi deh"
Selama perjalanan, aku terus memandangi suasana jalanan terutama saat berada di area daerah Temanggung diaman tempatnya penuh dengan suasana alam yang masih asri. Entah kapan terakhir kali aku pergi kemari. Hamparan pepohonan yang rindang, dimana disisi kiri dan kanan jalan ada sawah yang membentang luas ditambah langit biru yang indah dan cerah. Semua hijau dan indah. Alami.

Setelah hampir 3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai desa Angro Kencana Wonosobo. Kami semua berjalan menuju balai desa yang tak jauh dari tempat bus parker. Sesampainya disana, bu Ratna langsung memberi instruksi untuk istirahat sejenak sembari menunggu kepala desa sampai ke balai desa. Tak lama, bapak kepala desa sampai dengan ekspresi yang sangat senang.
"Selamat siang mas mbak semua dari universitas Bhakti Mulia, saya Hanggono kepala desa Angro Kencana. Saya senang karena panjengan sudi berkunjung ke desa kami ini. Sedikit informasi, desa kami adalah desa penghasil teh dan buah carica. Mayoritas warga desa adalah petani dan pekebun, tapi sebagian juga ada yang mendirikan indrustri olahan buah carica, buah khas Wonosobo", jelas pak Hanggono.

Setelah cukup lama mendengarkan sambutan dari pak Hanggono, kami langsung dibagi sesuai dengan kelompok dan orang tua asuh kami di desa. Aku satu rumah dengan Rama, dan dua anak dari jurusan antropologi Tyo dan Jimmy. Meskipun tidak serumah dengan teman dekatku, setidaknya ada Rama dan aku juga kenal dengan Tyo Karena dia anak club bahasa juga.

Aku dan kelompokku pergi ke rumah orang tua asuh kami. Bapak Jono dan Ibu kasih. Sampai dirumahnya, kami langsung disambut baik seperti anak mereka sendiri yang baru pulang dari perantauan. Beruntung karena rumah yang aku tempati cukup bagus dan nyaman, ditambah dekat dengan tempat mengolah buah carica karena kebetulan ibu kasih juga bekerja membuat syrup carica.
"Monggo mas masuk nggih, dipenakke mawon", ujar pak Jono yang artinya dibuat nyaman saja.
"Nggih pak, matur nuwun", jawab Rama sopan.
"Disini bapak kerja jadi petani teh di kebun teh belakang sana mas, terus ibu juga punya usaha bikin syrup buah carica"
"Monggo mas diunjuk rumiyen", suguh bu Kasih yang artinya silakan diminum dulu sambil meletakkan syrup carica dan buah carica.
"Makasi nggih bu", balas Jimmy.
"Mas-mas ini wonten acara punapa nggih?", Tanya bu kasih yang artinya mas ini ada acara apa.
"Gini bu, kita kesini mau live-in sekalian praktikum penelitian", jawab Tyo.
"Penelitian apa mas?", Tanya pak Jono lebih lanjut.
"Penelitian budaya sama perkembangan anak didesa ini pak bu", balasku.

Kami ngobrol cukup lama sampai sore, jadinya kami berempat lupa waktu kalau sore ini harus ke balai desa untuk persiapan buat melakukan penelitian besok pagi disalah satu SD yang akan kami kunjungi. Tak mau terlambat, kami berempat langsung berlari ke balai desa. Benar saja, dibalai desa sudah ramai.
"Habis dari mana kalian? Baru mandi ya?", Tanya bu Maya saat melihatku dan ketiga temanku sampai.
"Iya bu, tadi keasyikan ngobrol sama orang tua asuh kita, jadi lupa waktu deh, ini aja habis mandi kita langsung lari kesini", jawab Jimmy.
"Pantesan rambutnya masih acak adut gitu, ya udah duduk sini dengerin penjelasan dari bu Ratna sama pak Aan", suruh bu Maya.
"Jadi karena ada 12 kelas dari kelas 1-6 masing-masing dua kelas ya, dan kerana jumlah kita terbatas hanya 40 mahasiswa, nanti sekelas ada yang empat orang dan tiga orang", jelas bu Ratna mengenai pembagian kelas.
"Untuk pembagian kelompoknya sudah diatur oleh pak Rudi, jadi setelah ini pak Rudi akan membacakan pembagiannya setelah bu Ratna menjelaskan apa saja yang akan kita lakukan besok", tambah pak Aan.
"Besok, masing-masing kelompok harus menyiapkan materi fun learning untuk anak-anak disetiap kelas yang diasuh, nanti akan saya bagi form khusus tugas penelitian anak psikologi, dan yang antropologi dengan pak Aan nanti, habis ini langsung aja, tiap kelompok diskusi mau materi apa yang sesuai dengan form ini, jadi nanti di mix biar klop antara antropologi dan psikologi", jelas bu Ratna yang lalu membagikan form yang ia pegang.
"Yang namanya saya sebut langsung keluar cari tempat yang nyaman didekat balai desa ini aja untuk diskusi!", ucap pak Rudi menginstruksikan. "Kelompok kelas 3A, Antonio Satura, Daffa Araya, Martha Lina, dan Krystia Fara silahkan keluar dulu", sebut pak Rudi. Satu kelompok dengan Daffa, dan ada Martha teman SMAku dulu. Kami berempat langsung keluar dan memilih duduk di teras balai desa.
"Ye ye ketemu lagi nih Zha hahaha", kata Martha senang. "Terakhir kita kelompokan waktu dulu kelas 11 deh keknya"
"Iya juga ya hahaha, habis itu kelas 12 pisah kelas", balasku. Bernostalgia.
"Kalian udah kenal Mar?", Tanya Krystia.
"Udah dong, temen satu sekolah kita dulu", jawab Martha.
"Asik dong, berarti kita kerjanya bagus ntar", ucap Krystia senang.
"Oh iya, ntar kita mau gimana konsepnya? Kita dapet anak kelas 3", timpal Daffa bingung.
"Iya juga ya, agak susah nih ngatur anak kecil", ucapku.
"Mmm gini, kita anak antro kan tugasnya tentang meneliti budaya mereka sehari-hari sama lebih ke hubungan sosial, kalo kalian tentang?", Tanya Krystia memastikan.
"Kita sih tentang perkembangan psikis anak itu kalo disekolah sama lebih condong ke arah kepribadian si anak itu juga sih", jawabku.
"Nah pas, mereka kan anak kecil tuh, kenapa nggak kita kasih aja materi kelompokan gitu, ntar kita kasih games terus kelompok yang menang dapet hadiah", saran Martha.
"Bisa sih, tapi gimana konsep gamesnya?"
"Iya itu tadi, dibuat kelompok tapi kita yang milihin, terus kan biasanya anak kelas 3 udah ada yang maen musuh-musuhan nah kita coba jadiin satu kelompok tuh yang musuhan, kan ntar ketauan tuh semuanya", jelas Martha.
"Oke setuju!", ucapku, Daffa, dan Krytia bersamaan.
Diskusi kami berjalan cukup singkat dan tanpa hambatan. Hanya tinggal eksekusinya besok. Kami optimis hal ini bisa berhasil dengan baik.
***

ICE CRIME (Chapter 9)

9. THE BEGINNING
------------------------------------------------------------

UTS hari pertama berjalan kurang baik. Pak Rudi sempat marah-marah dulu karena Bani ketahuan membawa contekan. Alhasil nilainya dikurangi dan terancam dapat C. Kasian. Sore ini, aku dan beberapa temanku memgadakan belajar bareng di taman fakultas psikologi. Kebetulan besok materi UTS adalah statistika, jadi pas banget kalau belajar bareng.

Pak Yosi terkenal kalau memberi soal ujian pasti ajaib. Sehingga hal ini yang membuat kita kebingungan. Kadang yang dipelajari apa tapi yang soal yang ada diujian apa. Menjengkelkan. Hampir semua buku statiska yang ada kami bawa dari perpustakaan kampus, termasuk pinjam dari anak jurusan statistika.
"Pusing yato lama-lama kalo gini, paling juga ntar soalnya beda semua", keluh Nurul.
"Husst jangan pesimis gitu lah, siapa tau pak Yosi besok dapet pencerahan kan", ujar Rama menasehati.
"Iya kalo kejadian, kalo nggak kan sama aja", tambah Angela kesal.
"Udah lah ya, kalo kita belajar kan toh paling nggak ntar ada yang tembus soalnya", kataku menengahi. 

*

"Kenapa jadi pusing gini ya", gerutu dalam hati. Ku sandarkan diriku dikursi belajarku sambil memijat kepalaku pelan. "Jadi haus gini, ke dapur ah bikin es teh", kataku dan segera pergi ke dapur.
"Gimana dek belajarnya? kok kusut men to", tanya ibuku saat aku masuk ke dapur.
"Aman kok, bu. Tadi di kampus juga udah belajar bareng sama temen", jawabku.
"Oh, ya wis dek istirahat dulu sana jangan diforsir tenagamu. Kalau suntuk ajak kakakmu keluar sebentar"
"Mau kemana? kan kak Yan lagi belajar juga, mana mau dia"
"Coba dulu", suruh ibuku dan ku jawab dengan anggukan penuh keraguan. Ku ketuk pintu kamar kakakku yang terkunci rapat, dan setelah ku ketuk dibukalah pintu itu.
"Ngapain?!", tukas kakakku ketus.
"Nggak jadi!", balasku ketus kembali. Ditariklah bajuku dan membuatku hampir terpleset jatuh ke belakang. "Kasar amat sih! heran aku"
"Lha tadi kamu kenapa? mau perlu apa?"
"Mau ngajak keluar, suntuk aku. Tapi kalo kak Yan nggak mau ya udah"
"Hmm, oke ayok keluar. Ganti baju sana", suruh kakakku.

*

Dinginnya udara malam menembus kulitku melalui jaketku. Sinar dan terang bulan ditambah dengan kelipan bintang yang semakin membuat malam ini indah. Kakakku berhenti disebuah taman dekat sebuah gereja. Taman yang indah dengan lampu kerlap-kerlip yang terikat dipohon.
"Dek, kakak mau cerita tapi kamu jangan marah ato kaget ya", kata kakakku halus.
"Ada apa nih? emang kenapa dulu kak?"
"Kalo kakak punya pacar gimana?", tanya kakakku ragu.
"Ha? maksudnya?"
"Iya kalo kakak punya pacar kamu nggak marah kan?"
"Enggak sih, emm tapi tergantung sih kak"
"Tergantung apanya?"
"Pacarnya kak Yan siapa dulu. Tapi kok kak Yan tiba-tiba ngomongin hal ini? kak Yan punya pacar nih jangan-jangan?!", kataku penuh keraguan. Ku pandangi wajah kakakku serius dan dia hanya mengangguk. "Serius kak punya pacar?!"
"Iya, nggak peka amat sih!", gerutu kakakku.
"Lah? kapan jadiannya? siapa pacarnya?", ujarku kaget.
"Kemarin sehari habis festival Jepang"
"Pacar kak Yan siapa?!"
"Ya tapi kamu jangan kaget"
"Iya iya! buruan ngomong jangan bikin kepo!"
"Fany". ucap kakakku singkat. Aku dibuat melongo dan kaget dengan pernyataan kakakku. Percaya nggak percaya. Ternyata temanku jadi pacar kakakku.

Kakakku menjelaskan kalau dia menembak Fany saat festival Jepang kemarin, tapi Fany baru memberi jawaban sehari setelahnya. Banyak pertanyaan yang menghantam dipikiranku saat ini. Rasanya tidak mungkin kalau semua tanda tanya diotakku ini ku keluarkan secara bersamaan. Kakakku hanya melempar tersenyum penuh misteri yang membuatku semakin penuh tanda tanya. Ku dekatkan wajahku ke wajahnya sebentar, tapi tetap saja aku tidak bisa menebak ekspresinya.
"Kak Yan serius!", ucapku penasaran.
"Iya serius, nggak percaya ya? sama kakak juga hahaha", jawab kakakku santai.
"Kak Yan ah nggak seru"
"Dibikin asik aja hahaha"
"Ya udah pajak jadiannya jangan lupa", pintaku.
"Hahaha, bokek nraktir kamu mulu"
"Tapi btw temen-temenmu tau kak?"
"Nggak lah, kita backstreet kok Dany aja nggak tau"
"Mantap kak! lanjutkan!!"
"Tapi kamu jangan bilang-bilang"
"Oke, tapi masih penasaran awalnya gimana"
"Besok aja aku ceritain ya hahaha", jawab kakakku sambil menyentil jidatku.

**

Pusing, gregetan, jengkel sendiri. Ujian statistika justru bikin kepala panas sendiri. Semua soal yang pak Yosi keluarkan beda jauh dengan buku yang dia biasanya pakai di kelas, dan buku yang aku pelajari dari perpustakaan dan anak statistika. Ingin berkata kasar tapi apalah daya hanya bisa meratapi soal yang sangat sulit. Entah pak Yosi sedang mengerjai mahasiswanya atau memang sengaja memberi soal sulit.

Satu kelas hanya bisa berdoa dan berharap agar nilai UTS statistika setidaknya bisa dapat B-, tapi itu mustahil. Yang unik lagi, lembar jawaban milik Bani bersih. Sangat bersih. Ku lihat hanya ada tulisan "Ngulang aja pak". Ingin tertawa tapi takut dosa. Rama dan Daffa yang biasanya juga santai saat mengerjakan soal ujian justru kebalikannya kali ini. Mereka kalang kabut sendiri, bahkan Rama sampai pucat karena saking stresnya. Aku yang biasanya juga jago kalau pelajaran hitungan, tapi kali ini hanya menjawab dengan feeling saja dan berharap nilaiku tidak jelek-jelek banget.

Dua jam ujian serasa disiksa habis-habisan. Aku dan teman-temanku sudah janjian berkumpul di kantin untuk membicarakan masalah pergi ke dieng saat libur seminggu habis UTS besok. Angela paling semangat kalau udah ngomongin soal hang out, apalagi kalau hang outnya ke luar kota.
"Jadinya besok pake mobilku nih?", tanya Dany.
"Lha mau gimana lagi, kalau pake mobilku ntar ujung-ujungnya kak Yan ikutan. Ribet ah ntar urusannya", jawabku.
"Masalahnya kan kalo pake mobilku doang nggak bakal cukup buat kita berdelapan", jawab Dany lagi. "Masak ya mau pake motor?"
"No no! kalo pake motor aku abs", sahut Tasya segera. "Kalo pake motor, ujung-ujungnya ntar ribet, bakal tunggu-tungguan lah, ato apalah"
"Ya udah gini aja, aku usahain pinjem mobilnya kakakku tapi kalo ntar dia ikut gimana?", tuturku ragu.
"Nggak pa pa, Zha. Tambah rame kan, jadinya ada yang bisa jagain kita juga", balas Fany senang. Ku lihat ada sesuatu yang berbinar-binar di wajah Fany.
"Nah bener tuh si Fany, kan itung-itung kita punya bodyguard juga disana hahaha", cletuk Dodo. Disitu aku hanya bisa menghela nafas dan mengiyakan permintaan teman-temanku.
"Temen-temen, kalo aku nggak ikut aja gimana? Aku takut jadi beban", ucap Dewa.
"Ikut aja, nggak bakal jadi beban kok. Lagian siapa yang mau usil disana", tukas Angela meyakinkan Dewa. "Kalo kamu nggak ikut, nggak rame ntar"
"Iii..iyaa udah deh kalo dipaksa", jawab Dewa terbata-bata.
"Ngomong-ngomong kita mau nginep dimana besok kalo disana?", tanya Daffa pada Dany yang sedang bermain game dihp.
"Emmm, ada sih villanya keluargaku disana. Nginep disana aja hahaha", balas Dany. "Palingan disana kalo sampe tinggal beres-beres dikit aja, ya kan dek?"
"Huum, santai pokoknya, tapi disana Cuma ada 3 kamar doang, jadi ntar maaf ya kalo missal ada cowok-cowok yang boboknya diluar", tambah Fany.
"Nggak pa pa, kalo kakakku ikut biar dia yang diluar jadi satpam hahahaha", sahutku lalu tertawa puas dan dibalas Fany dengan tatapan tajam.

*

Sore ini, di kampusku sudah sangat sepi karena memang semua UKM diliburkan dan mahasiswa pulang siang saat UTS. Tapi yang menarik perhatianku adalah anak sepak bola yang masih semangat berlatih untuk turnamen sepak bola antar kampus bulan Januari besok. Sebagai kapten, kakakku juga dituntut untuk kerja ekstra supaya team sepak bola kampusku bisa menang.

Aku disuruh menunggunya selesai berlatih dilapangan sepak bola kampusku. Lapangan yang sangat luas bahkan melebih lapangan sepak bola pada aslinya, karena memang lapangan ini sering digunakan untuk acara yang berskala besar dengan jumlah peserta yang banyak. Tapi anehnya, Fany ikut menemaniku menunggu pacarnya yang sedang berlatih.
"Habis ini aku selesai dek setengah jam lagi ya", kata kakakku saat menghampiriku dan Fany di tepi lapangan dengan baju yang dilepas dan badan penuh keringat. "Kok kesini sih ay?"
"Nggak boleh ya? Ya udah aku pulang sekarang", balas Fany cemberut.
"Eh jangan, disini aja nemenin adek ipar hahaha"
"Kating sayang, bajunya dipake dulu ih. Jorok tau diliatnya", suruh Fany sambil menarik jersey kakakku dari pundaknya.
"Nggak pa pa gini aja, biar tambah sexy hahaha. Lagian kan badanku bagus, jorok darimananya coba", timpal kakakku. "Palingan kamu juga suka kan"
"Kak! Cewek itu, gila ya", sahutku jengkel melihat tingkah kakakku yang aneh.
"Apa to dek, iri ya sama badanku hahahaha"
"Nggak lah, udah cepetan tuh dipake bajunya ogeb! Malu sama pacar!", gertakku.
"Pake aja ay", suruh Fany halus.
"Iya iya manis", balas kakakku dan memakai jerseynya lagi. "Udah nih, jangan cemberut lagi ah, manisnya ilang ntar, senyum dulu sini biar aku tambah semangat", rayu kakakku dan dibalas Fany dengan senyuman lalu memberikan sapu tangan untuk membersihkan keringatnya.

Aku merasa jadi obat nyamuk saat Fany dan kakakku pacaran didepanku. Nasib jomblo. Setengah berlalu dengan cepat. Selesai latihan, kakakku mengajak Fany pulang bersama karena kebetulan Dany sudah pulang duluan, ditambah hari ini kakakku bawa mobil. Tetap saja hal ini cukup menjengkelkan bagiku. Aku disuruh duduk dibelakang sambil memperhatikan dua orang sedang pecaran didepanku. Hari yang menyebalkan.
 
**

Hari keempat UTS, dan itu artinya kurang dua hari lagi penderitaanku akan berakhir. Setidaknya sedikit demi sedikit aku bisa bernafas lega menggitkan dua hari kedepan UTS tidak terlalu berat. Psikologi dasar, dan psikologi sosial. Ya, dua makul yang tidak harus banyak berpikir, dan cukup mengandalkan logika saja. Tapi anehnya hari ini Dodo memintaku untuk mengajari beberapa materi psikologi sosial yang dia masih belum paham karena dia sering tidak masuk saat jam makul psikologi sosial.

Kami berdua belajar diperpustakaan, dan untuk yang ketiga kalinya perpustakaan kampus jadi ramai mahasiswa yang berkunjung. Bahkan beberapa mahasiswa yang tidak pernah menginjakkan kakinya diperpustakaan saja bisa ada disini. Semua karena UTS, mahasiswa bandel jadi tobat dadakan. Lucu.
"Zha, besok berangkat bareng mau nggak? Soalnya motorku lagi rusak nih", pinta Dodo disela-sela sedang menghafalkan ringkasan materi yang aku buat.
"Boleh, mau tak jemput jam berapa?", tanyakku balik.
"Jam 8 aja, kan kita besok ujiannya siang"
"Ya udah, ntar aku bilang kak Yan berangkat sendiri", kataku setuju.
"Eh iya, ngomong-ngomong udah denger gossip baru belum?"
"Gossip apaan?"
"Soal kak Roby"
"Ngapa lagi dia?", tanyaku semakin penasaran.
"Beneran nggak tau nih?", kata Dodo kaget. "Kirain kak Bryant udah cerita ke kamu"
"Apa sih? Jangan bikin kepo"
"Jadi gini, kemaren baru aja kak Roby katanya nih sifatnya jadi aneh gitu. Dia tau-tau kayak minta maaf sama orang-orang yang udah pernah dia bully gitu sama kadang kayak orang ketakutan sendiri", jelas Dodo dan semakin membuatku bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Berarti ke Daffa, Dewa, sama kakakku juga?", tanyaku memastikan dan Dodo hanya mengangguk menandakan hal itu benar. "Udah belum, kalo udah ke tempat kakakku sekarang, aku nanyain ke dia"
"Udah, ya udah yok kesana"

Aku dan Dodo pergi ke lapangan tempat kakakku berlatih sepak bola. Yang pasti ingin memastikan soal apa yang Dodo ceritakan. Diperjalanan, Dodo juga mengatakan kalau kabar soal kak Roby ini sudah jadi hitz di kampusku, bahkan sudah sampai ke telinga dosen. Kebetulan, aku bertemu dengan Daffa di aula dekat lapangan. Ku tanyakan tentang apa yang Dodo katakana padaku barusan, dan ternyata Daffa juga mengiyakannya. Kak Roby tadi pagi baru saja menemuinya dan meminta maaf padanya karena pernah membully dia dulu.

Akhirnya ku ajak Daffa ke tempat kakakku. Waktu yang tepat. Sampai di lapangan, ternyata anak sepak bola sedang istirahat. Ku cari kakakku, dan ku temukan dia sedang duduk sendiri dibawah pohon. Aku dan teman-temanku lantas menghampirinya dan sempat membuatnya kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba.
"Dapanih rame-rame kesini?", Tanya kakakku sambil mengelap kerigatnya.
"Kak, aku mau nanya, kak Roby nemuin kakak nggak?", tanyaku langsung.
"Iya tadi pagi. Kenapa emang?", balas kakakku singkat. Ku ceritakan apa yang Dodo ceritakan tadi pada kakakku. Kakakku terkejut kenapa kabar itu bisa tersebar begitu cepatnya. Kakakku juga mengatakan hal yang sama seperti yang Daffa alami, bahkan katanya sampai kak Roby berlutut didepan kakakku.
"Jadi kak Bryant tau kenapa dia kayak gitu?", Tanya Dodo.
"Nggak tau juga aku, kan parno juga waktu dia tau-tau berlutut dikakiku mana itu didepan kelasku lagi", ucap kakakku bingung.
"Kira-kira Dewa gimana kak?", Tanya Daffa.
"Nah itu Daff, aku juga penasaran sama Dewa. Padahal kan Dewa yang paling disiksa habis-habisan sama dia", kata kakakku. "Ya ambil hikmahnya aja lah, mungkin aja dia berubah"
"Iya juga sih kak, tapi aneh aja", jawabku masih bingung.
"Udahlah nggak usah terlalu dipikir, pulang duluan sana dek kalo kelamaan. Soalnya kakak masih lama pulangnya"
"Ya udah aku pulang duluan kak"

*

Dirumah, aku terus memikirkan soal kejadian kak Roby. Aku termasuk tipe orang yang kalau udah kepo, bakal nglakuin apa aja biar rasa kepoku terjawab semua. Entah itu nantinya bakal jadi boomerang buatku sendiri atau tidak.

Sambil tiduran, aku terus bertanya pada diriku sendiri tentang apa yang membuat kak Roby tiba-tiba seperti itu. Pikiranku mendadak kacau sendiri karena terlalu kepo dengan hal yang sebenarnya juga bukan urusanku.
"Mikirin apa sih?", Tanya kakakku yang tiba-tiba masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu.
"Nggak mikirin apa-apa", jawabku singkat.
"Nggak usah bohong, kakak hafal banget sama sifatmu"
"Hhhh", desahku menghela nafas. "Lagi mikirin kejadiannya musuhmu itu"
"Hahaha, ngapain dipikir sih, nggak penting tau! Mending mikirin tuh besok ujianmu gimana", ucap kakakku dan lalu tiduran disebelahku. "Kakak bobok disini ya dek, semalem aja"
"Lah kenapa?!"
"AC dikamarku bocor, gerah ntar mana kipas angin juga rusak. Jadi disini dulu ya"
"Hmmm", jawabku berdehem. "Udah ah mau tidur, ngantuk"
"Ya udah kakak juga mau tidur", sahut kakakku yang langsung tertidur pulas sambil memeluk gulingku.
Dulu aku paling senang kalau tidur bareng kakakku, tapi sekarang rasanya nggak pengen tidur bareng dia. Satu hal membuatku malas tidur dengan dia. Suara dengkurannya yang keras dan berisik. Terpaksa aku harus menutup telingaku bantalku supaya suaranya tidak terdengar keras. Pengap tapi mau bagaimana lagi. Malam ini tidurku tidak akan tenang.

**

Seperti janjiku kemarin, aku dan Dodo berangkat bersama ke kampus. Dodo bercerita padaku, kalau semalam Dewa menelfonnya dan cerita kalau kak Roby juga meminta maaf padanya sampai berlutut dikakinya. Sama seperti yang dilakukan pada kakakku. Aku semakin merasa ada yang aneh dengan kak Roby. Aku berusaha tetap focus karena sedang menyetir motor dan berusaha berpikir positif.
Sesaat setelah sampai dikampus, banyak mahasiswa yang heboh sendiri. Ku amati baik-baik, ternyata para mahasiswa pergi ke gedung fakultas ekonomi. Karena jam ujianku masih 45 menit lagi, aku dan Dodo langsung ikut lari ke gedung fakultas ekonomi karena penasaran ada kejadian apa. Ku ikuti arah semua anak berlari. Mereka berlari ke arah kelas manajemen. Dari sini aku sudah mendapat perasaan yang aneh.

Area kelas manajemen sangat ramai. Kerumunan mahasiswa dan juga beberapa dosen fakultas ekonomi ada disini. Aku dan Dodo sebisa mungkin berusaha masuk menembus lautan manusia yang rapi berbaris. Beruntung kami berdua bisa sampai didepan salah satu kelas manajemen. Betapa terkejutnya aku saat melihat apa yang sedang terjadi didepan mataku. Sesuatu yang sangat mengagetkan. Mendadak aku merasa mual. Hampir semua bagian tubuhku merasa lemas. Seluruh tubuh merinding, sangat merinding. Serasa tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang didepanku. Seseorang yang gantung diri, tepat dibawah kipas angin langit-langit dengan posisi kipasnya yang masih menyala sehingga orang itu ikut berputar mengikuti arah putaran kipas angin.
Kak Roby. Dia tewas tergantung. Matanya masih terbuka lebar dengan lidah yang menjulur keluar melalui rongga mulutnya dan tubuhnya yang berputar searah dengan kipas angin.

Sangat pilu melihat keadaan mayatnya yang mengenaskan. Bahkan beberapa mahasiswa perempuan pun sampai tidak kuat jika harus melihat mayat kak Roby itu. Salah seorang dosen terdengar sedang menelfon polisi untuk melakukan evakuasi mayatnya. Sepintas ada berbagai macam spekulasi yang muncul diotakku. Apakah ini pertanda yang kak Roby lakukan dari kemarin? Meminta maaf pada semua orang yang pernah dia sakiti, dan pada akhirnya dia memilih untuk bunuh diri di kampus.
Tak butuh waktu lama, polisi langsung datang di kampusku dan mengevakuasi mayat kak Roby yang mengenaskan itu. Kakakku yang datang melihat juga tidak percaya dengan kejadian ini. Akhirnya kegiatan kampus untuk sementara waktu dihentikan, dan jadwal UTS otomatis mundur karena terjadi insiden yang tak terduga di kampus.

Mungkin ini adalah kasus pertama dan yang paling memilukan yang terjadi di kampusku. Kasus gantung diri. Polisi pun melakukan olah TKP dan dengan terpaksa semua mahasiswa harus pergi dari area kelas manajemen.

Seketika Universitas Bhakti Mulia menjadi gempar. Baru satu jam kasus terjadi, tapi kabar gantung diri kak Roby sudah menyebar dan viral hingga ke sosmed. Bahkan sempat ada wartawan Koran yang ingin meliput kasus ini datang ke kampusku. Masih terbayang jelas dikepalaku bagaimana mayat kak Roby tadi. Bahkan sampai sekarang pun aku masih merasa sangat lemas.

Kantin menjadi sangat ramai, dan seluruh mahasiswa membicarakan soal kasus meninggalnya kak Roby yang tragis. Ada yang menanggapinya dengan serius, bahkan justru ada yang sampai tidak peduli dan berkata bahwa itu karma yang kak Roby terima atas perbuatannya. Entah ada apa yang terjadi hingga kejadian memilukan ini bisa muncul. Ku sandarkan badanku dibadan kakakku, dan berusaha untuk tidak mengingat hal tadi.
"Jangan terlalu dibayangin dek, ntar kamu nggak bisa tidur", saran kakakku sambil menepuk-nepuk punggungku. Kakakku tahu kalau aku paling parno pas liat begituan apalagi darah.
"Kok bisa sih si Roby gantung diri kayak gitu?", kata kak Al heran. "Saking stresnya kalik ya Yant"
"Mungkin sih. Aku aja nggak percaya waktu liat mayatnya tadi", jawab kakakku.
"Apa jangan jangan dia udah nggak kuat lagi kalik ya nahan rasa bersalahnya. Kan dari dulu dia sering banget bully junior disini sampe dulu ada yang masuk rumah sakit segala", ucap kak Al.
"Ya nggak tau lah, udah jangan bahas orang yang udah meninggal, nggak baik", tukas kakakku lalu menghela nafas dan memandang ke langit yang semula cerah menjadi mendung.

Suasana kampusku masih tidak kondusif. Para polisi masih melakukan penyelidikan sampai tuntas soal kasus gantung diri kak Roby.

Aku dan teman-temanku berkumpul dikatin dan membicarakan soal kak Roby. Sebenarnya aku malas membicarkannya tapi karea mulut Angela yang memulai, jadi semua ikut membicarakannya. Aku hanya takut terbayang lagi kondisi mayat kak Roby tadi.
Tak lama Tasya datang setelah dari kelasnya. Dia tampak tergesa-gesa, dan ekspresinya seperti ada yang ingin diungkapkan.
"Kenapa, Sya?", tanya Dewa dan menyuruh Tasya duduk disampingnya.
"Gaes, aku ada kabar baru nih", kata Tasya terengah-engah.
"Santai Sya, ambil nafas dulu", sahut Daffa.
"Tadi waktu aku habis dari kelas, aku nggak sengaja denger ada polisi yang ngomong ke dosen tapi nggak tau siapa, katanya polisi itu mereka nemuin ada surat yang ada dilaci mejanya kak Roby", jelas Tasya dan sontak kami semua kaget dan percaya tidak percaya.
"Surat?", tanya Dewa.
"Iya surat, jadi kalo tadi aku nggak salah denger surat itu isinya kayak semacam permintaan maaf gitu sama ada ungkapan penyesalan. Awalnya dosen itu sempet nggak percaya, tapi akhirnya dia percaya waktu dikasih liat surat itu", jelas Tasya lagi. "Dosen itu juga sempet bilang tadi kalau tulisan disurat itu tulisannya kak Roby terus dia percaya"
"Hah? Kok bisa gitu? Berarti intinya kak Roby bener-bener bunuh diri?", tanya Angela dan Tasya mengiyaka pertanyaan Angela.

Surat. Surat terakhir pertanda kematian kak Roby. Surat tanda penyesalannya.
Aku sempat berpikir dengan yang Tasya katakan tadi. Tapi semua sudah terungkap kalau kak Roby meninggal bunuh diri. Tetap saja ada yang mengganjal dibenakku, melihat kematiannya yang menurutku sedikit tidak wajar.
Apa benar kak Roby bunuh diri?

ICE CRIME (Chapter 11)

11. SECOND : JATUH DARI ATAS KENYATAAN -------------------------------------------------------------- Pagi ini kegiatan fun learning ...